Kerajaan Pagaruyung, Pusat Kebesaran Minangkabau Tak Lekang oleh Zaman

Jumat, 25 Juli 2025 15:07 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Istano Rajo Basa Pagaruyung
Iklan

Kerajaan Pagaruyung: pusat pemerintahan Minangkabau kuno di Sumatera Barat, terkenal dengan adat matrilineal dan budaya rantau.

Kerajaan Pagaruyung adalah salah satu kerajaan paling bersejarah di Nusantara, menjadi simbol kebesaran dan pusat kebudayaan masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Kerajaan ini tidak hanya terkenal karena sistem pemerintahannya, tetapi juga karena adat matrilineal yang unik serta warisan budaya rantau yang masih hidup hingga kini.

Dari Malayu Dharmasraya ke Pagaruyung

Berdasarkan tambo atau catatan adat Minangkabau, Kerajaan Pagaruyung berdiri sekitar abad ke-14 Masehi. Pendiri utamanya adalah Adityawarman, putra Dara Jingga dari Kerajaan Malayu Dharmasraya di Jambi. Adityawarman memindahkan pusat pemerintahan ke dataran tinggi Minangkabau dan mendirikan istana di wilayah Pagaruyung, yang kini masuk dalam Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

Sebagai Maharaja Diraja, Adityawarman memainkan peran penting menyatukan wilayah Minangkabau dengan membawa pengaruh Hindu-Buddha dari Majapahit dan Sriwijaya. Sejak itu, Pagaruyung berkembang menjadi pusat politik dan kebudayaan Minangkabau.

Sistem Pemerintahan dan Adat Matrilineal

Kerajaan Pagaruyung memiliki sistem pemerintahan unik yang disebut "Rajo Tigo Selo" (Tiga Raja yang Bersila), terdiri dari:

  1. Raja Alam – Pemimpin tertinggi dalam urusan politik dan pemerintahan.

  2. Raja Adat – Bertanggung jawab atas hukum dan tradisi adat Minangkabau.

  3. Raja Ibadat – Pemimpin dalam urusan keagamaan (Islam).

Sistem ini mencerminkan keseimbangan antara kekuasaan, adat, dan agama.

Yang menjadikan Pagaruyung unik adalah sistem matrilineal — garis keturunan diambil dari ibu. Harta pusaka turun melalui garis perempuan, sedangkan kaum laki-laki bertanggung jawab untuk merantau, mencari ilmu, dan membawa kemakmuran pulang ke kampung halaman. Prinsip ini terwujud dalam filosofi Minangkabau:
“Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah,”
yang berarti adat bersandar pada syariat, syariat bersandar pada Al-Qur’an.

Perang Padri

Pada awal abad ke-19, Kerajaan Pagaruyung dilanda konflik besar yang dikenal sebagai Perang Padri (1803–1837). Perang ini bermula dari perselisihan antara Kaum Padri — golongan ulama yang ingin memurnikan pelaksanaan syariat Islam — dengan Kaum Adat yang mempertahankan tradisi lokal.

Pertempuran ini kemudian melibatkan Belanda, yang memanfaatkan konflik untuk memperluas kekuasaan kolonialnya di Sumatera Barat. Dalam masa inilah, istana Pagaruyung beberapa kali dibakar dan dihancurkan. Raja terakhir yang terkenal dari masa ini adalah Sultan Tangkal Alam Bagagar, yang memerintah pada fase keruntuhan Kerajaan Pagaruyung di bawah tekanan kolonial.

Daftar Raja Penting Kerajaan Pagaruyung

Beberapa tokoh raja yang tercatat dalam sejarah Pagaruyung antara lain:

  • Adityawarman (1347–1375): pendiri Kerajaan Pagaruyung.

  • Maharaja Diraja: gelar untuk penerus raja-raja awal.

  • Yang Dipertuan Pagaruyung: gelar untuk raja di masa Islamisasi.

  • Sultan Tangkal Alam Bagagar: raja terkenal di masa akhir Pagaruyung.

Hingga kini, keturunan raja masih memegang peran simbolik sebagai pemangku adat.

Warisan Abadi Berupa Rantau dan Filosofi Hidup

Meski Kerajaan Pagaruyung runtuh secara politik pada abad ke-19, warisan adat dan budaya Minangkabau tetap bertahan. Tradisi merantau menjadikan orang Minang terkenal di mana-mana. Mereka merantau bukan hanya untuk ekonomi, tetapi juga untuk menimba ilmu dan memperluas jejaring sosial.

Pepatah Minang seperti “Dima bumi dipijak, disinan langik dijunjuang” menegaskan fleksibilitas masyarakat Minang dalam beradaptasi, tanpa melupakan akar budaya.

Wisata Sejarah dan Budaya

Kini, Istana Pagaruyung di Batu Sangkar berdiri megah sebagai replika istana lama yang beberapa kali hancur akibat perang dan kebakaran. Istana saat ini dibangun menyerupai Rumah Gadang tiga tingkat dengan ukiran khas Minangkabau dan diresmikan pada 1981.

Wisatawan dapat:

  • Menyewa pakaian adat Minang dan berfoto.

  • Menjelajahi ruang-ruang istana dan melihat koleksi pusaka kerajaan.

  • Menyaksikan pertunjukan seni Randai, tari tradisional, dan festival budaya.

  • Menikmati pemandangan alam dataran tinggi Tanah Datar yang asri.

 

Kesimpulan

Kerajaan Pagaruyung adalah bukti nyata bagaimana sejarah, adat, dan agama berpadu membentuk identitas masyarakat Minangkabau. Dari istana megah di Batu Sangkar, filosofi adat matrilineal, hingga semangat merantau, semuanya menjadi warisan hidup yang tetap dijaga dan dibanggakan.

Hari ini, Kerajaan Pagaruyung bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan simbol bahwa jati diri dan kearifan lokal tetap lestari meski zaman terus berubah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagikan Artikel Ini
img-content
Harrist Riansyah

Penulis Indonesiana

80 Pengikut

img-content

Strategi Pertumbuhan Konglomerat

Senin, 25 Agustus 2025 08:46 WIB
img-content

Riwayat Pinjaman Anda dalam BI Checking

Kamis, 21 Agustus 2025 22:45 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Travel

Lihat semua