Pensiunan PT Chevron Pacific Indonesia. Menjadi Pemerhati aspal Buton sejak 2005.

Keppres Swasembada Aspal Jalan Jantan Menuju Kedaulatan Infrastruktur

5 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Ilustrasi Infrastruktur
Iklan

Dengan Keppres, pabrik-pabrik ekstraksi aspal Buton modern akan tumbuh pesat di Pulau Buton, hingga Sulawesi daratan.

***

Indonesia telah menunggu terlalu lama untuk benar-benar merdeka di jalan sendiri. Delapan puluh tahun sejak proklamasi, aspal yang menjadi tulang punggung setiap jengkal jalan masih ditentukan harga minyak bumi dunia. Ini bukan sekadar kelalaian teknis, ini pengkhianatan terhadap kedaulatan yang diwariskan para pendiri bangsa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kementerian Perindustrian memang telah menyusun Peta Jalan Hilirisasi Aspal Buton. Dokumen itu rapi, penuh angka dan jargon teknokratis yang terdengar meyakinkan di podium seminar. Namun tanpa taring hukum, peta itu tidak ubahnya dekorasi birokrasi: indah di atas kertas, rapuh di hadapan kepentingan besar.

Target Indonesia swasembada Aspal 2030 akan tinggal mimpi jika tidak dipagari kekuatan hukum tertinggi. Tanpa Keputusan Presiden (Keppres), rencana tinggal rencana, angin yang mudah ditiup para mafia impor aspal. Negara besar tidak bisa berdiri di atas angin; ia butuh pijakan hukum yang kokoh.

Keppres adalah pernyataan jantan bahwa negeri ini tidak lagi mau diperbudak impor. Ia bukan sekadar tanda tangan, tetapi palu godam yang memecah rantai ketergantungan. Dengan Keppres, Indonesia menunjukkan keberanian untuk menulis bab baru: bab kedaulatan infrastruktur.

Begitu Keppres diterbitkan, setiap kementerian, pemerintah daerah, dan BUMN tidak bisa lagi bersembunyi di balik alasan klasik. Ada garis komando yang tegas, ada kewajiban yang tidak bisa ditawar. Tidak ada lagi celah untuk permainan “harga impor lebih murah” yang selama puluhan tahun dijadikan tameng.

Instrumen reward and punishment menjadi senjata pamungkas. Yang patuh diberi insentif fiskal, kemudahan perizinan, atau prioritas proyek. Yang melawan akan merasakan sanksi tanpa kompromi: mulai dari pencabutan izin hingga proses hukum. Inilah cara negara menunjukkan keberanian, bukan sekadar bicara di mimbar.

Para mafia impor aspal pasti menggeliat, menggertak, bahkan mencoba menyuap. Mereka hidup nyaman dari kebiasaan impor aspal selama puluhan tahun, mengeruk laba tanpa menoleh ke potensi dalam negeri. Tetapi Keppres akan memutus selang oksigen mereka, karena pelanggaran berarti menantang negara.

Tidak ada lagi alasan menunda. Cadangan aspal Buton 650 juta ton adalah fakta geologi, bukan fiksi nasionalis. Setiap tahun kita menunda, triliunan rupiah devisa menguap ke luar negeri, uang rakyat yang seharusnya membiayai sekolah, rumah sakit, dan jalan desa.

Presiden yang menandatangani Keppres ini akan dicatat sejarah sebagai pemimpin yang berani. Bukan hanya berani menorehkan tanda tangan, tetapi berani menantang kepentingan gelap yang bersembunyi di balik kontrak impor. Itu adalah keberanian yang menular ke seluruh bangsa.

Keppres bukan ancaman bagi pengusaha, melainkan panggilan bagi pejuang industri nasional. Siapa yang setia pada negeri akan melihat peluang emas: pabrik baru, kemitraan riset, dan lapangan kerja lokal. Siapa yang licik akan memilih jalan mundur dan tersingkir oleh arus sejarah.

Jalan jantan ini menuntut keberanian luar biasa. Bukan hanya keberanian politik untuk menolak tekanan diplomatik, tetapi keberanian moral untuk menatap mata rakyat dan berkata: kita berdiri di atas kaki sendiri. Keberanian untuk menolak amplop, telepon gelap, dan janji manis para pelobi.

Dengan Keppres, pabrik-pabrik ekstraksi aspal Buton modern akan tumbuh pesat di Pulau Buton, hingga Sulawesi daratan. Rantai nilai dari tambang hingga jalan raya akan melibatkan puluh ribuan tenaga kerja lokal. Teknologi pengolahan akan berkembang, uang rakyat berputar di tanah sendiri, itulah definisi pembangunan sejati.

Tanpa Keppres, target 2030 hanyalah cerita pengantar tidur. Mafia impor aspal akan tetap tertawa geli di meja makan mereka, menenggak keuntungan besar dari setiap kilometer jalan yang dibangun dengan aspal asing. Dan kita akan kembali menjadi bangsa penonton di tanah sendiri.

Keppres ini adalah ujian kepemimpinan tertinggi bagi Presiden. Apakah ia memilih jalan aman yang disukai elite, atau jalan jantan yang akan diingat generasi mendatang. Sejarah hanya mengingat yang berani mengambil resiko untuk kedaulatan.

Rakyat sudah lama menunggu. Dari Buton terdengar teriakan yang menggema: “Kami punya aspal, kami punya solusi!” Dunia juga menoleh, menunggu apakah Indonesia berani menepati janji kedaulatan sumber daya yang selalu dielu-elukan.

Saat Keppres diteken, tidak ada lagi jalan kembali. Setiap kementerian wajib mengeksekusi, setiap pejabat wajib patuh. Yang melawan berarti menantang negara dan rakyat yang berdiri di belakangnya.

Jalan jantan menuju kedaulatan infrastruktur dimulai dari satu tanda tangan. Tanda tangan yang mengubur budaya impor aspal dan menghidupkan kebanggaan nasional. Inilah momen ketika Presiden membuktikan bahwa Indonesia bukan bangsa yang bisa dibeli, bahwa sejatinya kita benar-benar sudah merdeka di jalan kita sendiri.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler