Peran Olahraga dalam Mengurangi Stres dan Depresi pada Remaja

2 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Bersepeda
Iklan

Aktivitas fisik sejak lama dipandang sebagai salah satu sarana efektif untuk meningkatkan kesehatan tubuh sekaligus menjaga kesejahteraan mental

***

Wacana ini ditulis oleh Naila Al Madina, Luthfiah Mawar M.K.M., dan Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si. Lalu diedit oleh Aisyah Umaira, Andieni Pratiwi, Andine Mei Hanny, Dwi Keisya Kurnia, dan Naila Al Madina dari IKM 6 Stambuk 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UIN Sumatera Utara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Aktivitas fisik sejak lama dipandang sebagai salah satu sarana efektif untuk meningkatkan kesehatan tubuh sekaligus menjaga kesejahteraan mental, bahkan diakui mampu mencegah munculnya gangguan psikologis di berbagai lapisan masyarakat. Sejumlah kajian epidemiologi menegaskan bahwa olahraga memiliki peran penting dalam menekan gejala kecemasan dan depresi, dua problem kesehatan mental yang semakin sering dijumpai pada generasi muda (Istyanto, 2023; McDowell et al., 2019).

Organisasi Kesehatan Dunia mendefinisikan kesehatan mental sebagai kondisi ketika seseorang mampu berkembang secara fisik, emosional, dan sosial, memiliki kapasitas menghadapi tekanan hidup, bekerja dengan produktif, serta berkontribusi positif bagi lingkungannya (WHO, 2020). Sejalan dengan itu, beragam penelitian menunjukkan bahwa tubuh yang aktif berolahraga secara konsisten tidak hanya lebih terlindungi dari penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, diabetes, dan kanker tertentu, tetapi juga memiliki risiko lebih rendah terhadap hipertensi, kelebihan berat badan, serta gangguan kesejahteraan psikologis. Fakta ini semakin memperkuat pandangan bahwa aktivitas fisik tidak dapat dipisahkan dari strategi peningkatan kualitas hidup (WHO, 2023).

Transformasi pola gangguan kesehatan mental selama hampir tiga dekade terakhir menunjukkan bahwa depresi tetap menduduki posisi teratas sebagai persoalan serius lintas usia. Data Riskesdas 2018 bahkan mencatat bahwa gejala depresi telah muncul sejak masa remaja, khususnya pada rentang 15–24 tahun. Dengan demikian, integrasi olahraga sebagai bagian dari kebijakan sekolah menjadi langkah strategis untuk memperkuat kesehatan mental sekaligus mengurangi beban psikologis yang dialami para pelajar (Hale et al., 2021).

Melalui rutinitas aktivitas fisik, remaja tidak hanya memperoleh manfaat berupa tubuh yang lebih sehat, tetapi juga mekanisme adaptif untuk meredam kecemasan dan tekanan sosial yang kerap mereka hadapi. Tingkat stres yang muncul dalam kehidupan sehari-hari sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kondisi kepribadian, serta kualitas lingkungan tempat tinggal. Di sinilah olahraga berfungsi sebagai sarana untuk mengelola ketegangan, karena gerakan fisik yang terstruktur mampu memperbaiki kondisi jasmani sekaligus mendukung stabilitas psikologis.

Secara biologis, aktivitas fisik merangsang pelepasan zat kimia otak seperti endorfin dan serotonin, yang berperan meningkatkan suasana hati dan memberi rasa tenang. Melakukan olahraga secara konsisten terbukti dapat menurunkan stres dan gejala depresi, memperbaiki aliran darah menuju otak, serta mendukung kejernihan berpikir.

Studi neurosains bahkan mencatat bahwa olahraga mampu memperbesar ukuran hipokampus, bagian otak yang terkait erat dengan daya ingat dan pembelajaran (Marconcin et al., 2022). Dengan kata lain, manfaat olahraga tidak berhenti pada pemulihan kesehatan fisik semata, melainkan juga memperkaya kapasitas kognitif individu.

Stres sendiri dapat ditafsirkan melalui berbagai sudut pandang. Dalam psikologi perilaku, ia dipahami sebagai respon atas ancaman yang menimbulkan rasa cemas, ketegangan emosional, dan kesulitan beradaptasi. Dalam konteks sosial, stres mencerminkan kondisi ketika kelompok tertentu tidak mampu memenuhi tuntutan situasi, diperburuk oleh lemahnya kepemimpinan atau interaksi antarpersona.

Dari perspektif neuroendokrinologi, stres didefinisikan sebagai rangsangan biologis yang memicu sekresi hormon adrenokortikotropin (ACTH) dan glukokortikoid dari kelenjar adrenal. Faktor pemicu stres yang dikenal sebagai stressor mencakup beragam kondisi yang menghalangi tercapainya kebahagiaan, kenyamanan, dan produktivitas. Dalam hal ini, aktivitas fisik menjadi salah satu bentuk pencegahan yang paling efektif, karena bukan hanya menurunkan risiko penyakit tidak menular, melainkan juga terbukti meningkatkan resiliensi psikologis remaja (Arat & Wong, 2017; Wheatley et al., 2020).

Kesimpulan dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa olahraga secara teratur memberikan dampak positif nyata bagi kesehatan mental remaja. Aktivitas sederhana seperti berjalan kaki, memilih tangga alih-alih lift, atau melakukan peregangan dapat menjadi strategi praktis di tengah kesibukan harian. Lebih jauh, praktik olahraga yang terintegrasi dengan pendekatan holistik seperti yoga menawarkan manfaat ganda, tidak hanya memperkuat tubuh tetapi juga melatih pernapasan dan meditasi untuk menciptakan keseimbangan antara raga dan jiwa.

Kegiatan fisik pun menjadi lebih menyenangkan bila dilakukan bersama orang-orang terdekat, karena selain mengurangi ketegangan otot dan melatih sistem pernapasan, olahraga bersama juga mempererat ikatan sosial. Dengan demikian, olahraga bukan sekadar sarana rekreasi, melainkan fondasi penting bagi generasi muda untuk tumbuh sehat, tangguh, dan sejahtera secara emosional.

 

Corresponding Author: Naila al madina

(email: [email protected] )

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler