x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ahok dan Ihwal Karakter Kepemimpinan

Keputusan Ahok untuk maju ke medan Pilkada melalui jalur partai telah menunjukkan karakter kepemimpinannya. Akankah warga berpaling dari Ahok?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Masa-masa menjelang pemilihan kepala daerah ataupun legislatif adalah momen untuk menguji karakter kepemimpinan seseorang—apakah ia seorang yang berjuang demi sebuah gagasan ataukah ia seorang yang hanya ingin duduk di sebuah kursi. Ketika seseorang memperjuangkan sebuah gagasan, kalah atau menang dalam pemilihan bukanlah tujuan akhir sepanjang ia tetap mampu memperjuangkan idenya. Jikalaupun kalah, ia tetap dapat berjalan dengan kepala tegak.

Tapi kekuasaan tampaknya demikian mempesona sehingga seorang Ahok yang semula diharapkan dan dipuja banyak orang untuk mampu mengusung gagasan itu pada akhirnya memilih untuk berdamai dengan partai politik. Setelah sempat mengritik partai, bahkan dituding melakukan aksi deparpolisasi bersama kelompok Teman Ahok, ia justru mendeklarasikan pencalonannya melalui jalur partai.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Satu juta KTP warga yang dihimpun oleh Teman Ahok bagaikan dilempar begitu saja. Ini bukan persoalan bahwa Teman Ahok telah bekerja keras menghimpun dukungan warga, melainkan perkara kepercayaan telah diberikan warga namun diabaikan. Satu juta warga Jakarta telah bersedia menyerahkan KTP sebagai bukti dukungan kepada dirinya. Mereka, pada umumnya, ingin mencari sosok alternatif di tengah dominasi partai. Kini, impian untuk memiliki calon perorangan yang layak didukung telah rontok. Tragisnya, impian itu dirontokkan justru oleh sosok yang dicalonkan.

Sebelumnya partai-partai telah menunjukkan gelagat hendak menjegal pencalonan Ahok dengan cara mengubah persyaratan pencalonan. Partai-partai berharap, dengan pengetatan persyaratan pencalonan, tidak akan ada sosok yang maju melalui jalur perorangan. Kini, partai-partai tak perlu bersusah payah untuk membuat rintangan.

Sayangnya pula, pengurus Teman Ahok sendiri mengaku ‘tidak berdaya’ terhadap keputusan sosok yang selama ini mereka tawarkan kepada warga sebagai pembawa perubahan. Teman Ahok tidak berkutik dan tidak tahu harus berbuat apa ketika Ahok berpaling kepada partai. Kata-kata seorang politikus pendukung Ahok, “Kami tidak akan melupakanmu, Nak” adalah bahasa yang sangat gamblang bagaimana partai memandang Teman Ahok.

Tanggapan pengurus Teman Ahok, seperti dikutip media, sungguh menyedihkan. “Meskipun Pak Ahok bilang kami ibarat bus, sementara partai adalah mobil sedan, maka kami akan konvoi dari belakang.” Mereka mungkin lupa, orang yang sudah bisa naik sedan akan menganggap naik bus sebagai nostalgia jaman perjuangan—ingat bukan cerita yang sering diulang oleh siapa saja: “Dulu, waktu jaman perjuangan, bapak mencari pekerjaan ke sana kemari dengan naik bus. Sekarang bapak sudah punya sedan bagus, jadi gak perlu lagi naik bus. Ah, itu nostalgia saja.”

Putusan Ahok untuk memilih jalur partai adalah bukti ketidakpercayaannya terhadap kekuatan dukungan warga. Mungkin Ahok akan mengatakan, inilah kenyataan politik, realisme politik. Ia mungkin begitu cepat lupa bahwa dengan mendukung dirinya melalui pengumpulan sejuta KTP, warga Jakarta telah menunjukkan kehendak mereka untuk mengubah kenyataan politik itu menjadi kenyataan politik baru—bahwa partai politik bukan satu-satunya jalur yang mungkin bagi seseorang untuk menjadi pemimpin warga.

Tapi keinginan itu pupus, bahkan sebelum Ahok bertarung di medan pilkada. Keinginan itu pupus oleh keputusan Ahok sendiri. Peristiwa ini, betapapun, telah menunjukkan karakter kepemimpinan Ahok, seorang yang cerdik memanfaatkan sumber daya di sekelilingnya untuk meraih apa yang ia inginkan. Sejuta KTP dukungan telah menaikkan posisi tawarnya di hadapan partai-partai yang kini mendukungnya.

Meski begitu, bila tiba waktunya nanti, 2017, akan terbukti apakah warga Jakarta memaafkan keputusan Ahok untuk bertarung lewat jalur partai, ataukan warga Jakarta akan menunjukkan kepadanya bahwa mereka juga bisa melakukan apa yang dilakukan Ahok saat ini: berpaling kepada sosok lain dengan karakter kepemimpinan yang dapat lebih diandalkan. (ilustrasi: tempo.co) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan