Makin Banyak Remaja Terpapar Diabetes Mellitus Tipe 2

2 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Ilustrasi Makanan Cepat Saji
Iklan

Konsumsi makanan cepat saji, minuman berpemanis, menurunnya kebiasaan berolahraga, memperbesar peluang remaja terpapar DMT2. Apa solusinya?

Wacana ini ditulis oleh Liza Adilia Pury, Luthfiah Mawar M.K.M., dan Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si. Lalu diedit oleh Aisyah Umaira, Andieni Pratiwi, Andine Mei Hanny, Dwi Keisya Kurnia, dan Naila Al Madina dari IKM 6 Stambuk 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UIN Sumatera Utara.

***

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) kini menempati posisi sebagai salah satu penyakit tidak menular yang paling mengkhawatirkan, dengan prevalensi yang terus meningkat di Indonesia, termasuk pada kelompok usia remaja. Gaya hidup yang tidak sehat, yang ditandai dengan pola makan tinggi gula dan lemak serta minimnya aktivitas fisik, menjadi faktor risiko utama.

Dalam konteks ini, edukasi kesehatan memegang peranan strategis karena mampu menumbuhkan kesadaran, memperluas pengetahuan, dan membentuk perilaku hidup sehat sejak usia muda. Kajian ini menggunakan metode studi literatur dengan menelaah berbagai jurnal nasional dan internasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa edukasi kesehatan berperan efektif dalam mendorong perilaku pencegahan DMT2, baik melalui penerapan pola makan seimbang, peningkatan aktivitas fisik, maupun pengelolaan stres yang lebih baik.

Peran Edukasi Kesehatan dalam Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Remaja

Temuan ini menggarisbawahi bahwa edukasi kesehatan yang diberikan sejak dini merupakan strategi penting dalam mencegah diabetes pada remaja. Meningkatnya penyakit tidak menular telah menjadi tantangan besar bagi kesehatan global. World Health Organization (WHO) mencatat bahwa jumlah penderita diabetes bertambah signifikan setiap tahun. Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes pada usia 15 tahun ke atas telah mencapai 10,9 persen dan terus mengalami kenaikan. Fakta ini menandakan bahwa remaja, meskipun masih berusia muda, sudah rentan terhadap faktor risiko diabetes yang sebelumnya lebih banyak dijumpai pada orang dewasa.

Perubahan gaya hidup modern yang ditandai dengan meningkatnya konsumsi makanan cepat saji, minuman berpemanis, serta menurunnya kebiasaan berolahraga, memperbesar kemungkinan remaja terpapar DMT2. Alih-alih menikmati masa pertumbuhan optimal, mereka justru menghadapi ancaman penyakit metabolik. Edukasi kesehatan hadir sebagai pendekatan preventif yang membekali remaja untuk memilih gaya hidup lebih sehat serta mengurangi risiko diabetes sejak dini.

Kajian ini disusun berdasarkan telaah literatur terhadap lima belas artikel ilmiah yang diterbitkan antara tahun 2015 hingga 2023, dengan sumber dari Google Scholar, PubMed, dan ResearchGate. Kata kunci yang digunakan meliputi diabetes mellitus tipe 2, remaja, edukasi kesehatan, dan pencegahan. Artikel yang relevan dengan fokus penelitian, tersedia dalam bentuk teks penuh, dan dipublikasikan pada jurnal terakreditasi dipilih sebagai bahan analisis, sedangkan yang tidak memenuhi kriteria dikeluarkan dari kajian.

Hasil telaah literatur memperlihatkan bahwa edukasi kesehatan berdampak positif pada peningkatan pemahaman remaja tentang pencegahan diabetes. Sebelas dari lima belas artikel menegaskan adanya peningkatan pengetahuan remaja mengenai faktor risiko setelah menerima edukasi, sementara sembilan artikel lainnya melaporkan terjadinya perubahan perilaku nyata ke arah hidup lebih sehat. Contohnya adalah meningkatnya konsumsi buah dan sayur, berkurangnya kebiasaan mengonsumsi minuman manis, serta bertambahnya frekuensi olahraga.

Beberapa penelitian juga menekankan efektivitas pendekatan edukasi berbasis digital, seperti penggunaan aplikasi kesehatan, media sosial, maupun webinar. Intervensi semacam ini dianggap lebih sesuai dengan gaya hidup remaja yang akrab dengan teknologi, meskipun penelitian menunjukkan bahwa kombinasi dengan edukasi tatap muka tetap diperlukan agar hasilnya lebih berkelanjutan.

 

Edukasi kesehatan memberikan kontribusi dalam pembentukan perilaku sehat remaja melalui beberapa aspek yang saling berkaitan. Edukasi gizi membantu remaja memahami pentingnya mengurangi konsumsi gula, garam, dan lemak, sekaligus mendorong mereka untuk memperbanyak asupan sayur, buah, dan makanan seimbang daripada fast food. Edukasi mengenai aktivitas fisik terbukti memotivasi remaja untuk bergerak aktif minimal tiga puluh menit per hari, yang tidak hanya menurunkan risiko DMT2 tetapi juga meningkatkan kesehatan mental. Pada aspek lain, pengelolaan stres dan pola tidur sehat menjadi penting karena remaja kerap menghadapi tekanan akademik maupun sosial. Edukasi yang mengajarkan strategi manajemen stres, seperti meditasi atau olahraga ringan, terbukti mampu menekan kebiasaan tidak sehat seperti makan berlebihan atau begadang. Pemanfaatan teknologi juga menambah daya tarik edukasi kesehatan karena disampaikan melalui format yang sesuai dengan minat remaja, misalnya video singkat, infografis, atau tantangan kesehatan yang viral di media sosial. Inovasi ini membuat pesan kesehatan lebih mudah diterima, diingat, dan dipraktikkan.

 

Keseluruhan aspek tersebut menunjukkan bahwa edukasi kesehatan tidak hanya sekadar penyampaian informasi, melainkan sebuah proses pembentukan perilaku jangka panjang. Agar benar-benar efektif, edukasi harus dilaksanakan secara berkesinambungan dengan melibatkan tenaga kesehatan, sekolah, keluarga, serta dukungan masyarakat luas. Tanpa dukungan lingkungan, edukasi berisiko berhenti pada tingkat pengetahuan tanpa menghasilkan perubahan nyata dalam perilaku.

 

Kajian ini menyimpulkan bahwa edukasi kesehatan terbukti efektif sebagai langkah pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 pada remaja. Pemberian edukasi sejak dini berkontribusi pada peningkatan kesadaran, pembentukan pola hidup sehat, serta pengurangan risiko penyakit di masa depan. Oleh karena itu, diperlukan program edukasi kesehatan yang berkelanjutan, kreatif, dan berbasis teknologi agar dapat menjangkau remaja secara lebih luas. Upaya pencegahan melalui edukasi jauh lebih mudah dan hemat biaya dibandingkan dengan beban pengobatan yang harus ditanggung apabila remaja telah menderita diabetes.

 

Corresponding Author: Liza Adilia Pury

(email: [email protected])

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler