x

Iklan

Etin Ibrahim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mbah Tum dan Bubur yang Melegenda

Mbah Jum dan Bubur Yang Melegenda

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mbah Tum (60-an), pagi itu sibuk melayani pembeli ketika kami datang. Dengan cekatan, tangan keriputnya menyiduk bubur beras dari periuk tanah liat yang dibakar dengan anglo, sejenis tungku yang juga dari tanah liat, ke dalam  daun pisang yang dipincukkan sebagai wadah untuk bubur jualannya.

Diusia tuanya, mbah Tum, masih berjualan bubur dirumahnya. Sebenarnya, ini bukan warung bubur seperti yang anda bayangkan. Jangan mengharap ada kursi-kursi dengan meja-meja atau pelayan-pelayan yang akan melayani pembali. Mbah Tum, hanya melayani penjulan dengan cara take away.

Menurut Ibu mertua saya, beliau sudah membeli bubur tersebut dari semenjak masih muda. Tahunnya tidak jelas betul. Namun, pola penjulannya masih tidak berubah. Beliau tidak pernah menambah porsi dagangannya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bubur yang dimasak Mbah Tum, termasuk istimewa buat saya. Jika dibandingkan dengan semua bubur yang pernah saya makan, ini jauh berbeda. Bubur Mbah Tum, tidak encer, seperti kebanyakan yang saya temui di Jakarta. Teksturnya padat, namun tidak keras seperti nasi, atau seperti lontong. Lebih lebut dari itu semua.

Jika didiamkan dalam waktu yang cukup lama, bubur yang dibeli di Jakarta, pasti akan berubah menjadi cair. Encer tidak terkira. Namun, bubur Mbah Tum akan menjadi lebih padat, mengeras namun tidak seperti ketupat. Teksturnya tetap lembut. Konon, ini karena proses pembuatannya yang harus diaduk lebih lama, dan hmmm... saya tidak yakin betul. Rahasia dapur si Mbah, nampaknya ..:)

Perbedaan kedua antara bubur Mbah Tum dengan bubur yang lain, yaitu sayur. Kalau bubur kebanyakan disajikan dengan suwiran ayam, kaldu ayam, irisan daun seledri, kacang goreng, kerupuk dan lain-lain, menjadi bubur ayam, bubur Mbah Tum di sajikan dengan sayur. Yah, sayur berisi tempe dan  krecek. Berkuah santan. Ada dua jenis sayur. Juga ada telur puyuh sebagai pelengkap. 

Makanan pendamping lain yang disajikan adalah bakwan sayur. Ukuran nya, pas untuk sekali kunyah. Mbah Tum berseloroh, "biar gak susah masuk mulut".

Bubur Mbah Tum, tidak hanya menjadi incaran warga Dusun Keniten, Kalasan Jogjakarta setiap hari, namun juga langganan dari warga dusun sekitar. Lokasinya hanya sekitar 500 meter dari Candi Prambanan.

Warung sederhananya, hanya buka pada pagi hari, dan selalu habis beberapa jam setelah penjualan pertama. Ada kalanya, beliau selalu mendapati antrian pembelinya mengular menunggu giliran. Begitu habis, beliau tak akan membuat bubur tambahan. Pembeli yang kehabisan harus datang lebih pagi esok hari. Di hari libur, kondisinya bisa lebih dramatis. Pembelinya akan membludak dan cepat sekali habis.

Pagi ini, kami beruntung karena datang membeli lebih pagi, jadi tak terlalu penuh, dan masih sempat ngobrol dengan beliau yang ramah.

Untuk harganya, jangan kuatir. Tak akan bikin kantong bocor. Satu pincuk bubur dibandrol Rp. 2.000. Bakwan sayur Rp. 200/pcs, dan sayur satu porsi Rp. 2.000, dengan telor puyuh @Rp 500/butir. 

Jika anda ke Prambanan pada pagi hari, cobalah mampir ke Dusun Keniten dan coba sendiri bubur Mbah Tum yang legendaris. [IBM/1016]

Ikuti tulisan menarik Etin Ibrahim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu