Lupa kata sandi Tempo ID anda?
Belum memiliki akun? Daftar di sini
Sudah mendaftar? Masuk di sini
Kebijakan Permendikbud 6/2021 dikhawatirkan justru akan menambah disparitas pembangunan pendidikan. Sekolah kecil semakin terjepit, dan pendidikan anak terancam, sehingga harus diselamatkan.
Kadindik Jatim Wahid Wahyudi menyatakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas menjadi pilihan. Alasannya, telah terjadi kemerosotan motivasi belajar pada anak ketika terlalu lama belajar jarak jauh di rumah masing-masing. Dan jika orang tua kurang siap dengan pendampingan anak menjadi rentan mengalami kekerasan verbal. PTM terbatas sepertinya bisa menjadi jalan keluar. Meski esensi pendidikan juga dimaknai belajar, yang bisa dilakukan dimanapun dan dalam kondisi apapun.
Draf RUU revisi UU 6/1983 KUP bisa memunculkan polemik baru. Dikhawatirkan aturan itu akan kontraproduktif terhadap komitmen pembangunan berkeadilan bagi rakyat nantinya. Salah satunya, membebankan PPN pada jasa pendidikan atau sekolah.
Penanganan pandemi covid-19 pun tak bisa terlepas dari pilkada pandemik yang digelar serentak 9 Desember lalu di sejumlah wilayah di Tanah Air ini. Ada potensi kasus yang masih tersisa terkait covid-19 dari pemilihan lalu. Kelar hajat demokrasi pemilihan pilkada, terkesan belum ada upaya serius kemunculan kasus terkait covid-19. Lebih sibuk menngejar partisipasi pemilih, bukan berarti jaminan pemerintah pada penanganan dan pengendalian kasus darurat kesehatan ini terlambat!
Para calon pemimpin daerah yang saling adu visi untuk kontestasi elektabilitas mereka dalam pilkada, menjadi tidak banyak berkoar dan panjang lebar soal pembangunan yang dijanjikan, terutama ketika target pembangunan mengerucut pada aspek yang berbasis dukungan keuangan daerah alias pendapatan asli daerah (PAD) sendiri. Seperti ada gamang dan ketidakberdayaan soal mendongkrak potensi pendapatan daerah sendiri?
Satir bisa memunculkan banyak hal positif untuk menjadi interes, atensi, bahkan sikap keprihatinan. Namun, akan menjadi tidak asyik, manakala satir politik cenderung dimanfaatkan untuk satu kepentingan, yang saling mendiskreditkan atau menjatuhkan antarkandidat.
Kotak suara yang penuh surat suara tercoblos pun bisa jadi nyatanya hanya berisi suara kosong. Ini terjadi manakala suara yang dimasukkan dalam kotak suara hanyalah asal coblos. Suara yang yang bukan merupakan pilihan sesuai hati nurani. Atau bahkan karena keterpaksaan dan hasil pilihan transaksional.
Tekad dan semangat bernilai sejarah yang diwujudkan menjadi Sumpah Pemuda ini memang bagian dari karakter ke-Indonesia-an. Ini harus selalu diwariskan dari generasi ke generasi. Ada harapan besar tentunya, bahwa bangsa Indonesia selamanya tetap satu dalam keberagamannya sampai akhir jaman.
Musim kampanye pilkada serentak sudah dimulai. Wahai calon pemimpin, janji-janji yangmana lagi yang tak ingin kalian ingakarkan? Ini bukan skeptisme dan kemuakan atas banyaknya janji pemimpin. Ini bisa saja satire untuk mengingatkan siapapun calon pemimpin, untuk tidak mudah mengucapkan janji basi dan segampang itu pula lupa janji.