x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tanah Lot: Pantai Batu Cadas Hitam di Bali

Tanah Lot adalah pulau batu kecil yang terpisah dari daratan Bali, berjarak 40-an meter dari bibir pantai yang dari jauh tempak sudah didesain seperti Pura

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Berangkat dari kawasan Nusa Dua sekitar pukul 08.30 WITA. Menurut GPS-nya Mbah Google, waktu tempuh menuju Tanah Lot mestinya hanya kurang dari satu jam. Tapi faktanya, diperlukan waktu sekitar 90 menit juga.

Artinya jalan-jalan antar Kabupaten dan/atau antar kecamatan di Bali sudah relatif padat. Kendaraan tidak mungkin lagi melaju dengan kecepatan rata-rata 60 km per jam. Selain relatif sempit, juga karena banyaknya kendaraan roda dua.

Sempit dan relatif padat memang. Namun salah satu yang menarik di Bali, jarang sekali ada jalanan berlubang apalagi sampai rusak. Minimal rute-rute yang saya lewati selama satu minggu berlibur di Bali. Sebagian besar jalan beraspal hotmix, nyaman dilintasi oleh kendaraan roda dua ataupun roda empat. Aspal beton jarang ada.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya jadi teringat bahwa salah satu indikator negara maju, yang peduli pada kenyamanan warganya, adalah pemerintahnya tidak akan membiarkan ada jalanan berlobang apatah lagi rusak. Di Malaysia saja, kita tidak lagi menemukan jalanan yang berlubang, sampai ke tingkat yang setara kecamatan di Indonesia.

Saya sempat membatin, kok gak ada lobang di jalanan yah? Soalnya beda banget dengan jalan-jalan di Pulau Jawa. Contoh paling sederhana, Pantura yang notabene kelas jalan nasional, dan merupakan urat nadi perekonomian nasional saja, nyaris tidak pernah tidak berlobang pada ruas tertentu, apalagi selama dan paska musim hujan.

Beberapa hari kemudian – setelah berkeliling ke Denpasar, Ubud, Tanah Lot, Uluwatu, atau menyusuri pantai sambil jogging di bilangan Kuta, Benoa, Sanur, Nusa Dua dan sekitarnya –  saya baru menyadari: tidak pernah melihat  kendaraan berat sejenis trailer kontainer atau truk bergandeng. Truk yang banyak melintas dominan roda enam saja atau pickup roda empat.

Artinya, jalan-jalan di Bali memang relatif “dimanjakan”, dalam arti tidak terbebani lebih dari kapasitas dan daya tahannya. Hasilnya, ya itu tadi: jalanan mulus, tak berlobang.

Tiba di lingkungan Tanah Lot sekitar jam 10.00 WITA. Turun dari mobil, berjalan kaki melewati kios-kios souvenir sepanjang 200-an meter, akhirnya tiba di Pantai Tanah Lot, yang sebenarnya lebih berupa pantai batu cadas warna hitam: menghadap ke laut lepas Samudera Hindia, laut selatan Indonesia. Pantainya bersih, nyaris tak terlihat kotoran berserakan di pinggir pantai ataupun di laut yang terjangkau mata.

Entah kebetulan atau sudah lazim, ketika berada di pantai Tanah Lot, pengunjung terlihat didominasi wisatawan asal Asia: Jepang, Korea Selatan, China, Hongkong, India. Dari Asia Tenggara: Malaysia dan Brunei. Satu-dua-tiga tampak orang bule.

Yang menarik di Tanah Lot adalah sebuah pulau batu kecil, yang terpisah dari daratan Bali, berjarak sekitar 40 meter dari bibir pantai, yang dari jauh tempak sudah didesain seperti pura. Ketika air laut surut, bisa diakses dengan berjalan kaki. Namun ketika di sana, air laut sedang pasang. Tanah Lot menawarkan kesempatan memanjakan mata, sambil berbisik syukur karena telah berkesempatan menikmati dan merenung tentang alam ciptaan Allah.

Syarifuddin Abdullah | Sabtu, 11 Maret 2017 / 13 Jumadil-akhir 1438H.

Sumber foto: arsip pribadi

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler