x

Suasana Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, 30 Mei 2017. Rapat Paripurna ini membahas pandangan Fraksi atas materi Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) RAPBN 2018. TEMPO/Dhema

Iklan

gunoto saparie

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mewaspadai Defisit di RAPBN 2018

Pemerintah memperkirakan defisit anggaran tahun depan mencapai 2,19% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh Gunoto Saparie

Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu menyampaikan pidato pengantar nota  Rencana  Anggaran Belanja Negara (RAPBN) 2018 di depan Rapat Paripurna DPR. Jokowi menyebutkan, belanja negara yang dialokasikan dalam RAPBN 2017 sebesar  Rp 2.204,4 triliun. Belanja tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.443,3 triliun dan alokasi transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 761,1 triliun.

Adapun  pendapatan negara dalam RAPBN 2018 ditargetkan Rp 1.878,4 triliun. Dari jumlah tersebut, penerimaan perpajakan direncanakan Rp 1.609,4 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 267,9 triliun. Defisit belanja terhadap pendapatan mencapai Rp 325,9 triliun atau 2,19 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto). Pada RAPBN 2018, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen, inflasi 3,5 persen. Untuk  nilai tukar rupiah dipatok Rp 13.500 per dolar AS, suku bunga surat perbendaharaan negara (SBN) 5,3 persen, harga minyak US$ 48 per barel, lifting minyak 800.000 barel per hari, dan lifting gas 1,2 juta barel setara minyak per hari.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemerintah memperkirakan defisit anggaran tahun depan mencapai Rp 325,94 triliun atau 2,19% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Perkiraan tersebut lebih rendah dibanding tahun ini yang ditetapkan sebesar Rp 397,24 triliun atau 2,97% dari PDB. Berdasarkan nota keuangan 2018 yang diserahkan pemerintah kepada DPR, belanja negara ditetapkan sebesar Rp 2.204,4 triliun dan pendapatan Rp 1.878,4. Postur belanja tersebut meningkat dibandingkan tahun ini yang hanya Rp 2.133,3 triliun.

Tingkat keseimbangan primer di tahun 2018 direncanakan juga mengalami penurunan, dari perkiraan sebesar minus Rp144,3 triliun dalam tahun 2017 menjadi minus Rp78,4 triliun. Untuk membiayai defisit anggaran pemerintah akan memanfaatkan sumber pembiayaan dalam negeri maupun dari luar negeri dalam bentuk utang. Utang ini akan digunakan untuk kegiatan yang produktif mendukung program pembangunan nasional, di bidang pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, infrastruktur, serta pertahanan dan keamanan.

Setelah mencatatkan defisit selama beberapa tahun terakhir, pemerintah memperkirakan dalam RAPBN 2018 mendatang keseimbangan primer masih akan mencatat defisit. Namun, angka defisit tersebut tentunya tidak lebih dari 3% sesuai dengan amanat undang-undang.

Defisit keseimbangan primer menjadi hal yang perlu diwaspadai, selain defisit anggaran. Sebab, struktur defisit neraca keseimbangan primer menggambarkan kemampuan anggaran untuk menutup besarnya utang. Keseimbangan primer adalah total pendapatan negara dikurangi belanja tanpa menghitung pembayaran bunga utang. Jika berada dalam kondisi defisit, berarti pendapatan negara tidak bisa menambal pengeluaran sehingga membayar bunga utang dengan menggunakan pokok utang baru.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, pemerintah berkomitmen menjaga defisit anggaran di bawah Rp 100 triliun mulai tahun depan. Keseimbangan primer akan dikurangi makin lama mendekati positif. Angka defisit anggaran dan defisit keseimbangan primer itu hanya sedikit membaik dibanding target dalam APBN 2017 yang masing-masing sebesar 2,41% dari PDB dan Rp 109 triliun.

Target pertumbuhan ekonomi 2018 dipatok 5,4% atau lebih optimis dibandingkan target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2017 yang hanya 5,2%. Berdasarkan nota keuangan RAPBN 2018, optimisme tersebut sejalan dengan perbaikan ekonomi global dan domestik yang didorong oleh investasi dan ekspor.

Dalam kaitan dengan investasi, pemerintah masih berharap tuah implementasi pengampunan pajak yang berakhir Maret lalu bisa menggenjot investasi di sektor rill. Di satu sisi, pembangunan infrastruktur yang dilakukan di berbagai daerah diharapkan mampu menaikkan daya saing dan perbaikan konektivitas.

Target pertumbuhan ekonomi 2018 dipatok 5,4% atau lebih optimis dibandingkan target APBN Perubahan 2017 yang hanya 5,2%. Berdasarkan nota keuangan RAPBN 2018, optimisme tersebut sejalan dengan perbaikan ekonomi global dan domestik yang didorong oleh investasi dan ekspor.

Menggenjot Sektor Riil

Dalam kaitan dengan investasi, pemerintah masih berharap tuah implementasi pengampunan pajak yang berakhir Maret lalu bisa menggenjot investasi di sektor rill. Di satu sisi, pembangunan infrastruktur yang dilakukan di berbagai daerah diharapkan mampu menaikkan daya saing dan perbaikan konektivitas.

Postur anggaran yang dirancang pemerintah dalam RAPBN 2018 harus diakui memang cukup optimistis. Salah satunya tecermin dari asumsi makro pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%.  Akan tetapi, sesungguhnya target tersebut tergolong ambisius. Pasalnya, beberapa indikator perekonomian masih menunjukkan tren yang menurun.

Inflasi, misalnya, ditarget sebesar 3,5% pada 2018. Target ini lebih rendah dibanding APBN Perubahan 2017. Target inflasi sangat mungkin mencapai 3,5%, apabila pengendalian harga bahan pangan bisa lebih dioptimalkan. Akan tetapi, tekanan inflasi dari sisi harga yang diatur pemerintah (administered price) tetap perlu dicermati karena proyeksi harga minyak dunia memiliki kecenderungan naik di atas 50 dolar AS per barel pada awal tahun depan.

Asumsi makro ekonomi lainnya yang perlu kita cermati adalah nilai tukar rupiah, di mana ditargetkan sebesar Rp13.500 per dolar AS. Padahal angka tersebut rentan mengalami perubahan melihat faktor eksternal seperti kenaikan Fed rate, penyesuaian balance sheet bank sentral AS, serta kondisi geopolitik yang kurang stabil seperti meningkatnya ketegangan di semenanjung Korea. Hal ini kemungkinan akan memberikan sentimen negatif terhadap kurs rupiah di tahun mendatang.

APBN memang tidak hanya berperan dalam memacu pertum­buhan ekonomi. Ia juga berperan dalam menjaga stabilitas ekonomi, relokasi sumber­-sumber ekonomi, pengelolaan unit­-unit usaha milik negara, dan mengurangi kesenjangan kemakmuran, baik antarlapisan penghasilan maupun antarwilayah.

*Gunoto Saparie adalah Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Jawa Tengah

Ikuti tulisan menarik gunoto saparie lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler