Eksploitasi Anak di Bawah Cahaya Bulan Kota Jambi
Kamis, 9 Mei 2024 17:27 WIBMasih banyaknya anak-anak yang berjualan di malam hari menjajahkan kerupuk, tisu dan semacamnya di Kota Jambi menunjukkan ada masalah yang kompleks. Ini memerlukan perhatian serta tindakan tegas pemerintah dan masyarakat.
Oleh: Bayu Anugerah (Ketua Umum BADKO HMI Jambi)
Kasus anak berjualan di malam hari menjajakan kerupuk, tisu dan semacamnya menunjukkan bahwa ada masalah yang kompleks. Perlu perhatian serta tindakan tegas pemerintah dan masyarakat guna menghentikan praktik ini. Mereka haus bersama-sama melindungi hak-hak anak.
Kepastian dan perlindungan terhadap anak, memenuhi hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar dan optimal, baik secara lahir dan batin maupun sosial, merupakan sebuah investasi jangka panjang demi terjaganya kualitas kehidupan masyarakat kini dan masa mendatang menjadi dasar utama kota layak anak.
Termaktub dalam Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 berbunyi “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Merujuk bunyi Pasal 34 ayat 1 tersebut, singkatnya UUD mengatur tanggung jawab negara dalam memelihara fakir miskin guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan.
Lalu, diatur lebih lanjut untuk pelaksanaan Pasal 34 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak di ubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Selanjutnya, penyelenggaraan dari pelaksanaan Undang-Undang tersebut di laksanakan oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota. Di tingkat Provinsi, Peraturan Daerah Provinsi Jambi nomor 7 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak. Di tingkat Kabupaten/Kota, Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak.
Pada tingkat provinsi, termaktub dalam Pasal 8 ayat (1), berbunyi “) Setiap Anak mempunyai hak dasar meliputi: a. hak sipil dan kebebasan terdiri atas: 1. hak Anak atas pencatatan kelahiran; 2. penghargaan terhadap pendapat Anak;dan 3. perlindungan Anak dari kekerasan dan diskriminasi. b. lingkungan Keluarga dan Keluarga pengganti; c. kesehatan dasar dan kesejahteraan; d. pendidikan, pemanfaatan waktu luang dst....”, dalam Pasal 8 ayat (2) ditegaskan kembali bahwa Hak dasar tersebut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijamin pemenuhannya oleh Pemerintah Daerah.
Kewenangan pemerintah daerah terhadap anak yang terekploitasi secara ekonomi dan seksual diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Perda Provinsi Jambi Nomor 7 Tahun 2019,dimana Pemerintah daerah memiliki peranan penting dan berkewajiban menata dan mengendalikan, melindungi dan memfasilitasi. (vide Pasal 29 (1), (2) dan (3) Perda Provinsi Jambi No.7/2019). Perda ini juga mengatur terkait Pembinaan dan Pengawasan terhadap Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindak Kekerasan, termaktub dalam Pasal 33 ayat (1), (2), (3) dan (4). Berkaitan dengan hal ini, melalui Perda melimpahkan kewenangan Mandatoris kepada Dinas Sosial Provinsi Jambi dan UPTD PPA Provinsi Jambi untuk melaksanakan Peraturan Daerah ini dan wajib melaporkan secara berkala kepada Gubernur mengenai Penyelenggaraan.
Pada tingkat Kota, termaktub dalam Pasal 2, “Pengaturan Penyelenggaraan perlindungan anak dalam Peraturan Daerah ini bertujuan untuk: a. menjamin pemenuhan hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan; b. mencegah segala bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah terhadap anak; c. melakukan upaya-upaya pengurangan risiko terjadinya kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah terhadap anak; d. melakukan penanganan terhadap anak sebagai korban, anak sebagai pelaku, anak sebagai saksi atas kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah; dan e. meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan, pengurangan risiko dan penanganan terhadap segala bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah terhadap anak.” Lalu di perjelas lagi dengan Pasal 14 dan Pasal 19.Pelaksanaan dari Perda ini ialah melimpahkan kewenangan mandatoris kepada Dinas Sosial Kota, dan SKPD.
Namun, kondisi Kota Jambi hari ini sangat bikin miris ketika kategori Nindya Kota Jambi Layak Anak akan tetapi masih berkeliaran anak-anak berjualan dan mengamen dimalam hari.Berjualan dimalam hari merupakan upaya eksploitasi anak yang sangat mengancam masa depan anak.
Seharusnya Dinsos Kota Jambi dan SKPD terkait berkewajiban dan bertanggung jawab unuk memberikan perlindungan. Pasal 20 dalam perda ini mengatur bahwa SKPD membidangi bidang pembinaan, dan perlindungan anak. Dalam Pasal 23, Dinsos dan SKPD melakukan layanan pencegahan, pengurangan resiko, dan penanganan kasus.Tetapi kenyataan nya, nihil dilakukan. Perintah Perda ini tidak di indahkan dan di laksanakan sebagaimana mestinya.
Hemat penulis, berbicara tentang pelayanan tidak jauh dari pelayanan publik. Kalau berbicara mengenai Pelayanan Publik, menggambarkan suatu Negara. Berbicara tentang administrasi negara hanya terfokus pada Kewenangan, Prosedural, dan Substansi. Hari ini Pemerintah Kota Jambi Cq. Dinsos Kota Jambi telah memperkeruh jernih nya amanat konstitusi, tidak menggambarkan good goverment, menghentikan detak jantung sebuah negara, dan tidak menjalankan substansi kewenangan yang diberikan.
Pelaku yang mempekerjakan anak di bawah umur dapat dikenakan sanksi pidana, sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Kitab Undang-undang Hukum Pidana/Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 dan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 perlindungan anak. Serta diatur juga pada Perda Kota Jambi No. 5/2017 berupa sanksi adminisratif (pelaku tertentu), dan sanksi pidana (setiap orang).
Kasus anak-anak yang berjualan di malam hari dengan menjajakan kerupuk, tisu, dan semacamnya menunjukkan adanya masalah kompleks yang memerlukan perhatian dan tindakan tegas dari pemerintah dan masyarakat. Anak-anak yang bekerja di jalanan ini rentan terhadap berbagai penyakit, seperti penyakit yang disebabkan oleh polusi udara di jalan raya, serta stres dan kelelahan yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan psikologis mereka.
Penulis merekomendasikan beberapa solusi kepada Pemerintah sebagai berikut ini,
Pengawasan yang Lebih Ketat: Pemerintah dan masyarakat harus melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik anak berjualan di malam hari dan menghentikan eksploitasi anak untuk menjual tisu serta praktik lain yang memprihatinkan lainnya.
Pendidikan dan Kesadaran: Masyarakat harus diberikan pendidikan dan kesadaran tentang pentingnya melindungi hak-hak anak dan menghentikan praktik yang memprihatinkan ini.
Alternatif Pekerjaan: Pemerintah dan masyarakat harus menyediakan alternatif pekerjaan yang lebih baik dan aman bagi anak-anak yang terlibat dalam praktik ini.
Perlindungan Kesehatan: Pemerintah dan masyarakat harus menyediakan perlindungan kesehatan yang lebih baik bagi anak-anak yang terlibat dalam praktik ini, termasuk pemeriksaan kesehatan rutin dan akses ke layanan kesehatan yang memadai.
Dapat disimpulkan bahwa Kasus anak berjualan di malam hari menunjukkan adanya masalah kompleks yang memerlukan perhatian dan tindakan tegas dari pemerintah dan masyarakat. Dengan melakukan pengawasan yang lebih ketat, pendidikan dan kesadaran, alternatif pekerjaan, dan perlindungan kesehatan, kita dapat melindungi hak-hak anak dan menghentikan praktik yang memprihatinkan ini. Mari kita bersama-sama untuk melindungi hak-hak anak dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi mereka
Bayu Anugerah (Mahasiswa Universitas Jambi)
0 Pengikut
Digitalisasi Rupiah dan Penggunaan Artificial Intelligence sebagai Solver Terhadap Fraud
Jumat, 20 September 2024 08:01 WIBEksploitasi Anak di Bawah Cahaya Bulan Kota Jambi
Kamis, 9 Mei 2024 17:27 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler