x

Iklan

The Conversation

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Rupiah Tetap Akan Stabil Menjelang dan Sesudah Pemilu

Pergerakan rupiah menjadi isu ekonomi penting menjelang pemilu dan pilpres serentak tahun ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh Tommy Soesmanto, Griffith University

Pergerakan rupiah menjadi isu ekonomi penting menjelang pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres) yang akan dilaksanakan serentak 17 April tahun ini.

Baik calon presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo maupun lawannya, Prabowo Subianto, bisa memanfaatkan isu ini untuk menarik dukungan suara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di artikel ini saya memprediksi pergerakan rupiah akan cukup stabil, menjelang maupun sesudah pemilu dan pilpres berlangsung.

2018: tahun pergolakan rupiah

Rupiah bergejolak pada pertengahan pertama 2018. Pada Mei, rupiah menembus level psikologis Rp14.000 per dolar Amerika Serikat. Rupiah terus bergejolak dan menembus angka Rp15.000 pada Oktober.

Hal ini terjadi seiring pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang berada di bawah level yang diharapkan. Di saat yang bersamaan, bank sentral Amerika Serikat (the Fed) secara agresif menaikkan suku bunga di negara tersebut dan memicu tekanan eksternal bagi rupiah.


Baca juga: Rupiah's rough ride – when will it stop?


Namun pada November rupiah bergerak menguat. Pada akhir Desember, rupiah naik ke level Rp14.560 per dolar.

Ada beberapa faktor yang mendukung penguatan rupiah tersebut. Pemerintah menerbitkan kebijakan untuk menopang rupiah. Salah satunya adalah menaikkan pajak impor pada barang-barang tertentu. Upaya ini dilakukan untuk memperlambat laju permintaan domestik terhadap dolar. Di samping itu, meredanya perang dagang Amerika Serikat-Cina juga membantu menguatkan rupiah.

Pergerakan rupiah pada 2019

Rupiah ada di level yang baik di awal tahun baru dengan nilai tukar Rp14.120 per dolar pada pertengahan Januari.

Beberapa analis memprediksi kemungkinan rupiah terus naik meski ada sentimen ketidakpastian akibat kondisi ekonomi di Amerika dan Cina.

Pada akhir Januari, rupiah kembali ke angka Rp14.000 per dolar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani melihat perkembangan positif pada ekonomi Indonesia telah memicu para investor untuk memilih Indonesia dibandingkan negara berkembang yang lain.

Dia menyatakan penerimaan pajak pada akhir 2018 lebih tinggi dibanding perolehan pajak pada periode yang sama pada 2017, merupakan sentimen positif yang berdampak pada penguatan rupiah.

Bagaimana gerakan rupiah dua bulan ke depan?

Saya optimis rupiah akan cukup stabil pada kisaran Rp14.000 per dolar pada beberapa bulan ke depan. Ada tiga alasan utama yang mendasari perkiraan ini.

Pertama, Indonesia mempunyai catatan yang baik dalam penyelenggaraan pemilu yang damai. Saya percaya hal serupa akan terjadi pada pemilu tahun ini. Kestabilan iklim politik berkontribusi signifikan terhadap kestablian nilai tukar rupiah.

Kedua, dalam waktu dekat, kecil kemungkinan the Fed menaikkan suku bunganya. Hal ini seiring dengan perkembangan di Amerika yang tidak lagi mengalami kenaikan inflasi yang tinggi pada kuartal pertama 2019.

Ketiga, komitmen Bank Indonesia untuk mengintervensi nilai tukar rupiah melalui penjualan cadangan devisa juga akan menahan pergerakan rupiah di level yang baik.

Rupiah dan pemilu

Jokowi sebagai calon presiden incumbent akan diuntungkan bila rupiah stabil. Pelemahan mata uang sering menimbulkan sentimen negatif dan dianggap sebagai kemerosotan ekonomi suatu negara.

Penguatan rupiah juga akan menguntungkan posisi utang pemerintah Indonesia. Hal ini akan membantu Jokowi dalam menanggapi argumentasi Prabowo mengenai kenaikan utang pemerintah.


Baca juga: Indonesia's government debt ahead of 2019 presidential election: a real economic concern?


Semua mata di Indonesia akan tertuju ke acara-acara debat presiden yang diselenggarakan menjelang pemilu. Saya menunggu babak terakhir dalam debat presiden dengan penuh antisipasi. Debat tersebut akan menyoroti isu-isu ekonomi di Indonesia.The Conversation

Tommy Soesmanto, Lecturer, Economics and Business Statistics, Griffith Business School. Tommy is also affiliated with the APEC Study Centre, Griffith University

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Ikuti tulisan menarik The Conversation lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler