x

Topeng

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 18 Februari 2020 15:32 WIB

Antara Aktor Betulan dan Aktor Bohongan di Sekitar Kita

Harus disadari bahwa di sekitar dan sekiling kehidupan kita banyak orang-orang "bertopeng".

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Di antara tujuan pendidikan adalah membentuk manusia pandai, pintar, cerdas, dan cerdik. Di dalam proses pendidikan, juga akan dijumpai manusia-manusia yang genius, polos, dan lugu. 

Lalu, bagaimana dengan manusia-manusia yang licik? Ternyata, licik adalah satu di antara makna dari cerdik. Pertanyaannya, di samping keluarga, siapakah orang-orang yang selama ini ada di sekeliling Anda, baik dalam pekerjaan, perkumpulan sosial, hingga lingkungan sosial? 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bila kita melihat perilaku para elite partai politik dan para pemimpin bangsa ini, yang kini menjadi tumpuan rakyat dalam hal menciptakan kesejahteraan, mengentaskan dari kebodohan, dan  kemiskinan, maka dapat dipastikan mereka adalah golongan orang-orang yang pandai, cerdas, pintar, dan cerdik. 

Namun, karena mereka bergelut dalam dunia politik, mau tidak mau, kehidupan sehari-hari mereka meski seharusnya mengemban amanah untuk rakyat, justru penuh dengan taktik dan intrik, sehingga rakyat tak henti disuguhi sandiwara politik mereka. 

Aktor betulan dan bohongan

Bagaimana dengan orang-orang di sekeliling Anda? Dalam kehudupan sehari-hari? Apakah mereka tetap menjadi aktor betulan atau malah menjadi aktor bohongan? Mengapa ada aktor betulan dan aktor bohongan? 

Aktor betulan adalah semua orang yang lahir ke dunia dan memerankan kehidupan aslinya. Sementara aktor bohongan adalah orang-orang yang bekerja menjadi pemain drama panggung atau pemain film dan sinetron. 

Adakah orang-orang yang dalam kehidupan sehari-hari memerankan dua tokoh sekaligus? Jawabnya ya, ada. 

Akibat dari proses pendidikan, atau akibat dari tak terdidik, maka banyak lahir orang Indonesia yang terus konsisten menjadi aktor betulan, pun banyak yang akhirnya "nyambi" jadi aktor bohongan, meski tidak menjadi aktor drama maupun film/sinetron. 

Sepanjang sejarah politik di Indonesia, para tokohnya, elite partai yang akhirnya menduduki kursi jabatan pemimpin di Indonesia, tak dapat mengelak, tak dapat menghindar untuk menjadi aktor betulan dan sekaligus aktor bohongan. 

Apa jadinya bila para elite partai politik, hanya terpaku menjadi aktor betulan, menjadi manusia Indonesia seutuhnya, yang kepadaian, kepintaran, kecerdasan, dan kecerdikannya, digunakan sebenar-benarnya untuk kemaslahatan (sesuatu yang mendatangkan kebaikan-keselamatan dan sebagainya,  faedah, guna) bagi umat, tentu akan mudah disikut oleh lawan politiknya. 

Karena itu para elite partai politik hingga saat duduk di kursi pempimpin, mau tidak mau, juga menjadi aktor bohongan semacam pemain sandiwara/film/sinetron, demi kejayaan diri dan partainya. 

Bagaimana dalam kehidupan nyata di luar kehidupan para elite partai politik dan pemimpin bangsa yang asalnya juga dari elite partai politik? Bagaimana dengan orang-orang di sekeliling Anda? Apakah Anda dikelilingi oleh orang-orang yang pandai, pintar, cerdas, dan cerdik yang senantiasa dalam arti positif, karena orang-orang tersebut melakukan proses kehidupan hanya sebagai aktor betulan? 

Atau apakah selama ini Anda dikelilingi oleh orang-orang yang nampak sebagai aktor betulan, namun sejatinya mereka adalah aktor bohongan yang licik dan bersandiwara hanya memanfaatkan dan mencari keuntungan selama dekat dan berada di lingkaran kehidupan Anda? 

Sebenarnya, untuk mengidentifikasi keberadaan dan sikap asli mereka sangat mudah. Langkahnya, pahamilah makna kata dari pandai, pintar, cerdas, dan cerdik. Lalu, Anda juga perlu memahami makna kata lain seperti, genius, polos, dan lugu. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna kata pandai adalah cepat menangkap pelajaran dan mengerti sesuatu, pintar, cerdas, rajin, dan jujur. Makna lainnya adalah mahir, cakap, terampil, cekatan. Pandai juga bermakna dapat dan sanggup. Sementara makna lainnya adalah  berilmu,  pandai menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan dalam lingkungan. 

Selanjutnya, kata pintar artinya pandai, cakap, cerdik, banyak akal, mahir (melakukan atau mengerjakan sesuatu). Berikutnya makna cerdas adalah sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan sebagainya), tajam pikiran, sempurna pertumbuhan tubuhnya (sehat, kuat). 

Kemudian, makna cerdik yaitu, cepat mengerti (tentang situasi dan sebagainya) dan pandai mencari pemecahannya dan sebagainya, panjang akal, banyak akalnya (tipu muslihatnya),  licik, dan licin. Itulah empat kata yang menjadi tolok ukur keberadaan manusia yang telah mengalami proses pendidikan. 

Lalu dalam proses pendidikan, kita juga akan menemukan manusia-manusia, pertama genius, maksudnya berkemampuan (berbakat) luar biasa dalam berpikir dan mencipta. 

Selain itu, akan selalu ada kita temukan orang yang polos, yaitu berwarna semacam saja (tidak dihiasi atau diberi berbunga-bunga dan sebagainya), sangat sederhana (sikap, tingkah laku, dan sebagainya), apa adanya, dengan sebenarnya, tidak bermaksud jahat,  dan jujur (tentang hati, pikiran). 

Ada juga orang yang lugu, maksudnya tidak banyak tingkah, bersahaja, sewajarnya, apa adanya, sopan, dan hormat kepada orang lain. 

Bila kini Anda sudah memahami makna kata-kata tersebut, maka dapat diidentifikasi, mana orang-orang di sekeliling Anda yang selama ini benar-benar menjadi aktor betulan, atau mana yang selama ini hanya mendompleng, memanfaatkan, mencari keuntungan, dan lain sebagainya dari diri Anda, karena berperan nyambi menjadi aktor bohongan seperti para elite partai politik dan pemimpin bangsa ini. 

Yang sangat perlu disadari dan diwaspadai, orang-orang pandai, pintar, cerdas, cerdik, genius, polos, dan lugu yang akan selalu setia berada di sekeliling Anda, apakah benar mereka berada di sekeliling Anda karena sesuai makna positifnya? 

Atau sebaliknya karena mereka cerdik yang bermakna licik? Lalu bagaimana pula bila di sekililing Anda, ada banyak orang yang tak pandai, tak pintar, tak cerdas, tak cerdik, dan tak jenius? Bahkan tak lugu dan tak polos? 

Celakanya, mereka juga golongan orang-orang yang tak mau belajar dari kesalahan, tak mau mengakui kesalahan, tak mau bertanggungjawab, maunya berada dalam zona nyaman, mudah tersinggung, mudah mengambil keputusan yang pendek akal, egois, mau menang sendiri, tak instrospeksi diri, dll. 

Bila ditarik benang merahnya, baik adanya orang terdidik dan tak terdidik, maka di sekeliling kehidupan kita, maka akan ada orang-orang terdidik yang pandai, pintar, cerdas, dan cerdik yang benar-benar mengaplikasikan dalam kehidupan nyata tetap sebagai aktor betulan, dan juga ada yang mengaplikasikannya sebagai aktor bohongan sesuai misi dan tujuan hidup mereka. 

Sementara, meski telah melalui proses pendidikan, tetap saja ada orang-orang yang tak pandai, tak pintar, tak cerdas, dan tak cerdik. 

Mereka akan terus berada di sekeliling kita, beserta topeng-topengnya. Kamuflase. Waspadalah!

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu