x

cover buku Biografi A.R. Baswedan

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 21 Januari 2021 13:41 WIB

Biografi A.R. Baswedan; Membangun Bangsa Merajut Keindonesiaan

A.R. Baswedan berhasil membawa orang Arab di Indonesia untuk menjadi bagian dari Indonesia. Ia sangat berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Biografi A.R. Baswedan – Membangun Bangsa Merajut Keindonesiaan

Penulis: Suratmin dan Didi Kwartanada

Tahun Terbit: 2018 (cetakan kedua)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Penerbit Buku Kompas                                                                         

Tebal: xliv + 308

ISBN: 978-602-412-533-2

 

Indonesia itu sangat indah. Sebab kelahirannya digagas oleh banyak pihak. Kemerdekaan Indonesia diprakarsai oleh berbagai suku/etnis yang sudah ada di wilayah ini sebelum NKRI lahir. Termasuk mereka-mereka yang datang lebih kemudian, seperti orang Belanda dan Indo Belanda, etnis Tionghoa dan Arab. NKRI lahir dari kebhinnekaan!

Kita patut bangga - meski agak terlambat, akhirnya Indonesia mengakui kontribusi etnis Tionghoa dan Arab dengan mengangkat Pahlawan Nasional dari dua etnis tersebut. Laksamana John Lie dari etnis Tionghoa mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2009 dan A.R. Baswedan mendapatkan gelar yang sama pada tahun 2018. Pengangkatan John Lie dan A.R. Baswedan sebagai Pahlawan Nasional adalah berkat inisiatif dari Yayasan Nation Building yang dipimpin oleh Bapak Eddie Lembong yang didukung oleh berbagai pihak. Dalam upaya pengusulan A.R. Baswedan sebagai Pahlawan Nasional, Yayasan NABIL menyusun buku ini. Bukan hanya Menyusun biografi yang lengkap, Yayasan NABIL juga melakukan berbagai seminar untuk mendukung usulan tersebut.

Cetakan kedua buku A.R. Baswedan – Membangun Bangsa Merajut Keindonesiaan diterbitkan bersamaan dengan diangkatnya A.R Baswedan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo. Cetakan pertama buku ini terbit pada tahun 2014 setahun setelah A.R. Baswedan mendapatkan anugerah Bintang Mahaputra Adipradana. Buku yang memuat biografi A.R. Baswedan ini dikembangkan dari biografi A.R. Baswedan yang telah disusun oleh Sutarmin dari hasil wawancara langsung dengan tokoh Partai Arab Indonesia tersebut.

Siapakah A.R. Baswedan? Apa sumbangannya bagi Indonesia? Buku ini memuat lengkap siapa kakek dari Anies Baswedan dan perjuangannya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, serta sumbangannya yang besar dalam memelihara bayi NKRI. Buku ini tidak hanya memuat kehidupan A.R. Baswedan, tetapi juga memberi latar belakang yang sangat cukup untuk bisa menjelaskan mengapa Sang Pahlawan berperilaku dan bertindak demikian.

A.R. Baswedan dilahirkan di Surabaya pada tanggal 11 September 1908. Kakeknya adalah seorang Arab asal Hadramaut, sedangkan ayahnya sudah lahir di Indonesia. Ayahnya seorang pedagang. Ia menikah dua kali. Pernikahan pertama adalah dengan sepupunya sendiri yang bernama Syeichun. Dari istri pertama ia dikaruniai 9 anak (3 laki-laki dan 6 perempuan) Pernikahan kedua – karena istrinya wafat, adalah dengan Barkah, seorang pegiat PAI. Dari Barkah, A.R. Baswedan dikaruniai dua orang putra. (Tentang kehidupan keluarga A.R. Baswedan, lihat Lampiran 1 halaman 247.)

Dalam pengantar di buku ini Dr. A. Setyo Wibowo menjuluki A.R. Baswedan sebagai seorang “manusia utama” (hal. Xvii). Kehebatan A.R. Baswedan ini menurut Wibowo lebih disebabkan karena bakat dan ditunjang oleh pendidikannya, baik formal dan terutama nonformal. Ayahnya mendidiknya di toko dan di rumah. Ayahnya memberikan pandangan terbuka berbasis ajaran Islam. Karena sejak kecil dididik dalam suasana terbuka, maka A.R Baswedan sudah terbiasa untuk mempertanyakan sesuatu yang dianggap tidak pas dengan pandangannya. Bukan hanya dengan ayahnya, A.R. Baswedan juga sering berselisih paham dengan mertuanya yang sekaligus adalah pamannya.

Penjelasan tentang kehidupan masyarakat Arab di Indonesia sangat membantu. Buku ini menampilkan demografi dan persebaran orang Arab di Indonesia sebelum merdeka, pelapisan sosial, sosial ekonomi dan status hukum orang Arab dalam tata hukum Hindia Belanda. Adanya penjelasan tentang kelompok Arab Totok (wulaiti) dan Arab Peranakan (muwalad) serta bagaimana perseteruan antara kelompok sayid dan non-sayid (hal. 11), memberikan informasi sehingga lebih mudah bagi saya untuk memahami perjuangan A.R. Baswedan. Perseteruan antara orang-orang wulaiti yang membawa perseteruan etnis dari Hadramaut ke Indonesia, perseteruan antara totok dan peranakan, antara sayid dan non sayid membuat masyarakat Arab di Indonesia sangat sulit untuk dipersatukan. Dalam situasi seperti itulah A.R. Baswedan berupaya menyatukan masyarakat Arab supaya mendukung kemerdekaan Indonesia. Tentu saja usulannya ini adalah usulan yang tidak poluler sama sekali saat itu.

Saat itu A.R. Baswedan masih sangat muda. Pada usia 22 tahun dia mendirikan Perkumpulan Arab Indonesia (PAI) melalui konggres di Semarang pada tahun 1934. Perkumpulan ini kemudian berubah wujud menjadi Partai Arab Indonesia.

A.R. Baswedan memang sangat getol memperjuangkan supaya keturunan Arab, khususnya mereka yang peranakan untuk mendukung Indonesia merdeka. PAI adalah salah satu langkah untuk mewujudkan cita-citanya tersebut. Upaya politiknya ini tentu tak mudah. Banyak pihak yang menentangnya. Khususnya mereka dari orang-orang Arab totok dan orang-orang Arab yang kaya. Namun upaya kerasnya yang sampai mengorbankan ekonomi keluarganya akhirnya mendapat hasil.

Buku ini juga membahas serba sedikit persahabatan antara A.R Baswedan dan Liem Koen Hian yang oleh Buya Syafi’i Maarif mengomentari sebagai berikut: “Koen Hian adalah mentor AR Baswedan dalam dunia jurnalistik tahun 1930-an. Keduanya pernah tampil di antara bapak-bapak bangsa. “Lupakan itu daratan China, lupakan ap aitu Hadramaut. Tanah airmu bukan di sana, tetapi di sini. Di Indonesia.” Itulah filosofi keduanya.” (hal. 74). Persahabatan A.R. Baswedan dengan Liem Koen Hian ini juga sangat membantu saya untuk memahami mengapa A.R. Baswedan kemudian mendirikan Partai Arab Indonesia, setelah sebelumnya Koen Hian mendirikan Partai Tionghoa Indonesia.

A.R. Baswedan menjadi anggota BPUPKI saat persiapan kemerdekaan. Kemudian ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tahun 1945 (hal. 141). Setahun setelahnya ia terpilih menjadi Menteri Muda Penerangan di Kabinet Syahrir. Ia menjadi anggota Tim Haji Agus Salim dalam rangka mencari pengakuan internasional atas kemerdekaan Indonesia (hal. 148). Berkat jasanya, Mesir memberi pengakuan atas kedaulatan Republik Indonesia.

Setelah diperjuangkan sekian lama, akhirnya A.R. Baswedan ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional pada tanggal 10 November 2018. Beliau memang layak menjadi Pahlawan Nasional karena perjuangannya tidak hanya membawa masyarakat Arab di Indonesia mendukung Kemerdekaan Indonesia, tetapi juga membangun kebangsaan dan merajut keindonesiaan. (568) 

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler