x

Banjir Semarang

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 25 Februari 2021 16:26 WIB

Bro, Sis., Apa Bedanya Banjir di Jakarta, Kalimantan, Semarang, dan Tempat Lain di Indonesia?

Kok, Semarang bisa banjir separah itu? Kok, banjir di Indonesia merata? Ini loh, Peringatan dini cuaca di Indonesia dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang menyatakan ada sejumlah wilayah di Tanah Air berpotensi banjir.Sabtu, 6 Februari 2021 melalui laman resminya BMKG memprediksi banjir bakal terjadi di 25 provinsi terhitung mulai hari Minggu (7/2/2021) hingga Senin, 8 Februari. Kondisi ini disebabkan hujan lebat yang turun di wilayah tersebut. Bahkan dilaporkan ada lima provinsi telah berstatus siaga banjir, yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kira-kira, bagi para tukang nyinyir dan bikin gaduh di negeri ini, membaca atau mendengar atau menonton informasi resmi dari BMKG itu tidak?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kok, Semarang bisa banjir separah itu? Kok, banjir di Indonesia merata? Ini loh, peringatan dini cuaca di Indonesia dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang menyatakan ada sejumlah wilayah di Tanah Air berpotensi banjir.Sabtu, 6 Februari 2021 melalui laman resminya BMKG memprediksi banjir bakal terjadi di 25 provinsi terhitung mulai hari Minggu (7/2/2021) hingga Senin, 8 Februari.

Kondisi ini disebabkan hujan lebat yang turun di wilayah tersebut. Bahkan dilaporkan ada lima provinsi telah berstatus siaga banjir, yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Kira-kira, bagi para tukang nyinyir dan bikin gaduh di negeri ini, membaca atau mendengar atau menonton informasi resmi dari BMKG itu tidak?

Sedih masih ada manusia yang nyinyir

Sedih rasanya melihat dan membaca masih ada manusia di Indonesia yang terus nyinyir karena Jakarta banjir. Sepertinya, manusia-manusia ini bukan hanya gelap mata, gelap hati, dan gelap pikiran. Namun lebih tepatnya mungkin bisa disebut buta mata karena tak membaca sejarah peradaban Jakarta sejak awal lahirnya.

Bisa juga disebut buta hati, karena yang ada di hatinya hanya rasa iri dan dengki karena yang kini menjadi penguasa Jakarta lawan dan seteru politiknya, hingga buta pikiran, nyinyir menjadi pekerjaan tanpa ada kesadaran akal dan budi pekerti.

Lihat, sebelum Jakarta yang jadi langganan banjir, Kalimantan banjir. Lalu  berbagai daerah di Indonesia saling susul menyusul dan kompak sama-sama banjir. Terbaru Semarang pun ikut-ikutan banjir sejak awal Februari hingga sekarang. Yang buta mata, hati, dan pikiran, lihatlah itu? Itu bukan Jakarta.

Coba yang "sok-sok-an" menyikapi dan mengomentari banjir Jakarta, seperti anak-anak kecil yang belum pernah bersekolah dan belum pernah membaca sejarah.
Bisanya "omdo" menyalahakan, menyudutkan, mencari kambing hitam, dan ujung-ujungnya hanya dimanfaatkan oleh pihak-pihak berkepentingan demi tujuan partai politiknya untuk saling menjatuhkan dan menggembosi lawan.

Bila para elite partai politik ini, sejatinya sangat paham mengapa Jakarta memiliki tradisi dan budaya banjir, tidak demikian bagi rakyat biasa yang seolah tetap buta dan tuli menyoal sejarah Jakarta yang sangat bersahabat dengan banjir.
Maka, di setiap sikap dan komentarnya yang terapung ke media massa maupun media sosial, jadi hanya sekadar berisi "sampah-sampah komentar yang tak cerdas."

Lihatlah Indonesia terkini secara utuh. Bandingkan dengan daerah lain di Indonesia, yang sangat jelas masih penuh hutan, ladang, dan sawah, yang semuanya penuh resapan air, daerah-daerah itupun tak urung dilanda banjir.

Jadi, bagi rakyat yang cerdas, mulai sekarang pakailah tolok ukur, mengapa daerah lain, selain Jakarta dan di luar pulau Jawa juga turut terimbas banjir. Apa pasalnya? Karena musim hujan dan curah hujan yang ekstrim. Pun ada kerusakan alam, resapan dan sistem drainase yang juga sudah tak sesuai.

66 Gubernur tak merasa bersalah

Bagi yang hingga kini masih buta mata, hati, dan pikiran serta tak pernah membaca sejarah tentang banjir di Jakarta, ayo melek mata, hati, dan pikiran. Sebab menyoal ini sudah tertulis juga dalam sebuah buku karya Alwi Shahab, bejudul "Jakarta Kota Banjir".

Sangat jelas, dalam buku tersebut, banjir di Ibu Kota sebenarnya sudah terjadi sejak lama dan selalu memusingkan para Wali Kota dan Gubernur untuk mengendalikannya. Sejak Wali Kota Suwiryo sampai Sudiro, Gubernur Dr Sumarno sampai Sutiyoso.
Lebih jauh, juga diungkap bahwa saat Belanda masih menduduki Batavia, nama Jakarta kala itu. Banjir juga memusingkan para gubernur Jenderal Belanda. Dari JP Coen sampai AWL Tjarda van Starkenborgh Stachoewer juga gagal mengatasi banjir di Batavia.

Malah tercatat ada 66 Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkuasa di Batavia, tapi tidak ada yang pernah merasa bersalah atas terjadinya banjir di kota ini. Mengapa? Karena Jakarta yang mulanya bernama Batavia, memang daerah rawa-rawa.

Bagi yang masih buta mata hati pikiran dan terus nyinyirin banjir Jakarta dengan tujuan merendahkan pemimpinnya karena kepentingan politik dan sudah putus urat simpati dan empati serta tak berbudi pekerti, lihat dan tengoklah! Apakah ada rakyat Indonesia lainnya yang nyinyirin mengapa Kalimantan sampai Semarang banjir, padahal bukan daerah rawa seperti Jakarta yang jelas menjadi daerah tujuan air mengalir dari daerah lain.

Tanpa hujan pun, asal aliran air dari daerah lain volumenya besar, Jakarta pasti banjir, dan itu sudah terjadi sejak zaman Hindia Belanda. 66 Gubernur yang menjabat di Batavia pun tak pernah merasa bersalah atas banjir itu.

Bagaimana dengan Semarang? Kok bisa banjir? Apa karena Gubernurnya? Atau karena daerah rawa seperti Jakarta? Atau sungainya tak dikeruk, drainasenya jelek. Atau hanya karena curah hujan yang ekstrim?

Wahai para manusia yang sepertinya dibutakan mata hati pikirannya karena dikalahkan oleh akal budi kepentingan politik, ayo mumpung masih ada waktu dan kesempatan hidup di dunia, sembuhkanlah mata hati pikiran Anda-Anda, demi kepentingan hidup Anda dan keluarga. Setop menjadi pengikut dan kaki tangan pihak yang gemarnya memicu disintegrasi bangsa. Sebab, meskipun di Indonesia ada Presiden yang menjadi penguasa tertinggi, ada rakyat Indonesia yang bertanya, sebenarnya Indonesia siapa yang berkuasa?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler