x

Sumber gamber: https://images.app.goo.gl/agNUzeXDVzssNeaeA

Iklan

Theresia Monika Yanwarin

Ree Yan
Bergabung Sejak: 10 November 2021

Kamis, 11 November 2021 11:12 WIB

Luyten B

Zio sering kali mencari perhatian dan mengganggu dua gadis remaja yang sekelas dengannya. Ketika kelas sepi, Zio menghampiri kedua gadis itu. Dia ingin menjahili mereka tetapi kecerobohannya membuat mereka masuk ke dunia lain. Apa yang terjadi di dunia itu? Akankah mereka berteman? Inilah kisah mereka bertiga di Luyten B.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Waktu terus berjalan, anak remaja perempuan berusia 16 tahun berlari terburu-buru. Dia sudah terlambat ke sekolah, dia sempat membantu ibunya membersihkan rumah sebelum ke sekolah. Itu memang sudah menjadi rutinitasnya setiap hari. Inilah yang menjadi penyebab gadis remaja itu selalu terlambat.

"Fey, ayo cepat!" teriak temannya dari dalam gerbang sekolah. "Pak tunggu dong, kasihan Fey sudah berlari tapi ditutup gerbangnya," ucapnya membujuk Satpam.

"Terima kasih, Pak." Fey akhirnya tiba di sekolah walaupun terlambat 2 menit. "Rani, ayo kita ke kelas!" ajak Fey yang berjalan santai di ikuti Rani, teman dekatnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kedua gadis itu sudah berteman sejak pertama kali mereka mendaftar di sekolah itu. Mereka sering belajar dan bermain bersama. Apa pun kegiatannya akan menyenangkan bila dilakukan bersama teman. Begitulah isi pikiran mereka tentang satu sama lain.

Saat tiba di kelas, biang masalah selalu menghampiri mereka. Zio, anak laki-laki yang selalu cari masalah karena tidak punya aktivitas selain tidur dan melamun. Zio adalah anak yang pemalas belajar, tetapi dia cukup pintar, hanya saja dia memang pemalas.

"Halo Fey, Rani!" seru Zio memanggil mereka dari tempat duduknya. Fey dan Rani mengabaikan sapaan itu, mereka pura-pura tidak mendengar. "Apa salahku?" Zio mendengus kesal.

Beberapa menit kemudian, kelas di mulai. Jam pertama, anak-anak semangat belajar tapi di jam berikutnya semua tampak kelelahan. Otak mereka seperti diperas karena harus berpikir dan belajar berjam-jam lamanya. Yang lain mengantuk, tidak tahan dengan kejenuhan itu.

"Kenapa kita harus belajar berjam-jam? Ini tidak akan buat kita makin pintar malah kita akan melupakan semua pelajaran," ujar Rani yang setengah berbisik pada Fey.

"Aku setuju, ini sangat membosankan. Apalagi tugas-tugas yang sangat banyak, kita harus terus berpikir. Sedangkan jam istirahat saja sedikit." Fey ikut memprotes, tetapi mereka hanya bisa melakukan itu dengan berbisik.

"Sudahlah, ayo kerjakan! Nanti kita akan dimarahi." Rani dan Fey kembali mengerjakan tugas yang diberikan guru.

Mereka mengerjakan tugas hingga waktunya jam istirahat. Zio menghampiri Fey dan Rani yang sedang membuka bekal makan siang mereka. Anak laki-laki itu tidak bicara, dia hanya memperhatikan kedua gadis remaja itu. Semua teman sekelas mereka sudah pergi ke kantin dan bermain di lapangan sekolah.

"Aku lapar." Zio duduk di depan Fey dan Rani yang saling memandang.

"Ya makanlah!" balas Rani dengan ketus.

"Ayo kita makan bersama, aku dan Rani akan bagi dua bekal kami untukmu." Fey mengambil penutup tempat makanannya lalu membagi dua bekalnya.

Rani yang melihat itu ingin memproteketu. "Tapi Fey, dia kan—"

"Apa salahnya? Kita tidak sejahat itu, dia lapar dan makanan kita cukup untuk bertiga." Rani yang mendengar jawaban Fey langsung terdiam dan mengangguk. Dia tidak seharusnya bersikap seperti itu.

"Terima kasih!" Zio tersenyum lebar, dia sendiri tidak menduga mereka akan memberinya makanan. "Aku akan mengambil ini." Zio merampas sendok ditangan Rani lalu berlari ke belakang kelas. Rani yang tampak kesal mengejarnya, mereka saling kejar-kejaran hingga Zio terjatuh dan hal yang menakjubkan terjadi.

Cahaya putih yang sangat terang bersinar di ruangan kelas mereka. Suara berisik dari luar kelas, tiba-tiba tidak terdengar lagi. Kelas menjadi hening, Fey dan Rani menutup mata mereka karena tidak sanggup melihat cahaya itu.

Ketika cahaya itu menghilang, Fey dan Rani membuka matanya. Mereka terkejut saat melihat dinding kelas mereka berubah menjadi lemari-lemari setinggi empat meter yang berisi buku-buku. Ubin lantai yang berwarna putih berubah menjadi lantai yang bercorak garis-garis, lingkaran, persegi dan kubus.

Meja dan kursi menghilang sedangkan di depan mereka ada satu sofa berwarna keemasan. Fey dan Rani saling memandang satu sama lain, mereka mencari keberadaan Zio.

"Aku minta maaf," Zio muncul dari balik pintu. "Ini ruanganku, aku bukan berasal dari bumi."

"Jangan bercanda, Zio!" Rani semakin kesal dengannya.

"Aku tidak akan meyakinkan kalian. Aku menemukan kelas itu saat aku menguji coba tentang dunia paralel. Duniaku bersisian dengan dunia kalian, hanya saja waktunya yang berbeda," jelas Zio kepada mereka.

"Aku tidak peduli tentang semuanya, aku ingin pulang!" teriak Rani.

Fey menarik napas dalam. “Aku belum ingin pulang. Apa kami bisa tinggal sebentar di sini?"

Zio tersenyum kecil. “Aku tidak bisa membawa kalian keluar rumah, tapi kalian bisa berkeliling di rumahku."

Rani hanya bisa pasrah, dia tidak bisa menolak keinginan Fey. Kedua gadis itu berkeliling dengan di pandu oleh Zio.

"Aku pikir ini hanya terjadi di novel, tapi lihatlah semua ini. Aku di dunia yang aku imajinasikan." Fey mengintip keluar dari balik jendela yang berbentuk segitiga.

Aktivitas di luar rumah begitu padat, tidak ada jalanan beraspal. Benda-benda terbang berbentuk kotak dan persegi berlalu-lalang di atas tanah. Zio menjelaskan, benda terbang itu merupakan kendaraan transportasi umum dan pribadi. Benda terbang itu tidak memiliki bola dan dari luar hanya tampak kotak dan persegi yang berwarna putih.

"Ini sangat luar biasa! Aku pikir bumi adalah tempat termaju, tapi ternyata ada dunia lain yang jauh lebih maju." Rani terpesona dengan benda terbang serta bangunan-bangunan di tempat itu.

"Aku yakin, di luar sana masih ada dunia yang jauh lebih maju. Mungkin rumah dan bangunan-bangunan serta benda-benda lain bisa terbang dengan sendirinya." Zio tampak antusias dengan perkataannya sendiri.

"Apa nama tempat ini?" tanya Fey yang sudah penasaran.

Zio terdiam sejenak membuat kedua gadis itu menoleh kepadanya. "Klan ... eh Luyten B," jawabannya ragu-ragu.

Fey dan Rani mengangguk tetapi penasaran mereka tidak sampai di situ saja.

"Aku ingin keluar!" Rani berjalan mendekati pintu. Namun tangannya langsung dicegat oleh Zio.

Zio menatap Rani dalam, "aku mohon jangan keluar," pintanya.

Rani menepis tangan Zio, dia adalah anak yang keras kepala. Dengan langkah cepat ia menuju pintu dan membuka pintu itu. Zio dan Fey terlambat mencegah anak keras kepala itu. Rani berjalan keluar dengan santai tetapi tiba-tiba suara trompet berbunyi dengan keras.

Zio menjadi panik, ia berlari keluar menarik Rani untuk masuk ke dalam rumah. Menutup pintu dan menguncinya dengan keamanan tingkat tinggi.

"Fey pergi ke ruanganku dan ambil kotak putih di atas meja!" seru Zio yang semakin panik.

Fey yang melihat kepanikan Zio segera berlari menuju ruangan sebelumnya. Fey mengambil apa yang disuruh Zio. Kotak itu sedikit berat padahal itu hanya kotak putih yang kecil. Suara trompet itu tidak berhenti. Zio mengajak mereka untuk masuk ke ruang bawah tanah. Rani dan Fey tidak sempat bertanya apa yang terjadi sekarang. Mereka hanya paham kalau mereka dalam keadaan gawat darurat.

Zio menyuruh kedua gadis itu masuk ke dalam sebuah kotak terbang yang terparkir di ruang bawah tanah itu. Di dalam benda terbang, Rani dan Fey tercengang akan isi di dalam benda terbang itu. Ada empat kursi di dalamnya, satu kursi pengemudi dan tiga kursi di belakangnya. Ada berbagai tombol di dinding-dinding benda terbang itu. Di dalam benda terbang itu sangat sejuk seperti menghirup udara alam.

Di lantai atas, terdengar suara dobrakkan dan suara langkah kaki. Zio menarik napas dalam-dalam lalu menyalakan benda terbang itu dan mengendarai secara otomatis.

"Aku minta tidak mendengarkan," ujar Rani menundukkan kepalanya. Zio tidak menjawab, wajahnya datar dan fokus mengendarai benda terbang.

"Aktifkan sabuk pengaman!" seru Zio. Sabuk pengaman muncul dari balik kursi, kemudian melajukan benda terbang dengan kecepatan tinggi.

Di belakang benda terbang mereka, ada empat benda terbang berbentuk kerucut mengejar mereka. Benda terbang itu sangat gesit dan cepat. Beberapa saat kemudian, benda terbang kerucut itu hampir menangkap mereka dengan jaring-jaring besi yang di keluarkan oleh benda terbang itu.

Zio menekan salah satu tombol di dinding. Dalam sekejap keluarlah asap hitam dari benda terbang miliknya. Benda terbang mereka melesat ke bawah, di antara bangunan-bangunan dengan berbagai bentuk. Lalu memasuki hutan sekitar, benda terbang kerucut yang tadi mengejar sudah tidak kelihatan.

"Aku akan mengirim kalian pulang, di sini bukan tempat kalian!" Zio berkata dengan ketus.

"Maaf kami sudah membuat kekacauan, Zi." Fey menyentuh bahu Zio tetapi tangannya di tepis.

"Harusnya aku biarkan kalian di tangkap, tapi aku tidak sekejam itu!" Fey dan Rani saling memandang, mereka tidak pernah melihat sikap Zio yang seperti itu.

Suasana kembali hening, tidak ada yang berniat berbicara. Semua sibuk dengan isi pikiran masing-masing. Apalagi Zio, suasana hatinya sangat buruk. Dia hanya membawa benda terbang melintasi hutan tanpa menentukan tujuan mereka.

"Ke mana aku harus membawa mereka?" pikir Zio. "Profesor Luis? Benar! Dia bisa membantu mereka pulang." Benda terbang itu dibelokkan ke arah selatan menuju kediaman Profesor Luis.

Selama sejam melewati hutan lebat, di depan sana sebuah bangunan hitam berbentuk lingkaran berdiri dengan kokoh di atas satu tiang setinggi 5 meter dari permukaan tanah. Di bawah sana seorang kakek tua sedang membelah kayu bakar. Benda terbang mereka mendarat sempurna di atas tanah. Zio keluar terlebih dahulu, di ikuti oleh Fey dan Rani.

"Selamat siang, Profesor Luis." Zio tersenyum ramah saat Kakek tua itu menoleh ke arah mereka.

"Ada yang bisa aku bantu, Anak muda?" tanya Profesor Luis.

"Tolong kirim mereka ke bumi, Profesor. Portalku rusak dan sekarang pasukan elite sedang mencari keberadaan mereka." Zio terlihat khawatir dengan keadaan yang menimpa mereka.

"Aku tidak bisa! Serahkan saja mereka kepada pasukan elite!" Kakek tua itu kembali membelah kayu bakar.

Fey mendekati Profesor Luis, dia menarik napas perlahan. "Kakek, tolong bantu aku dan Rani. Kami ingin pulang, apa pun yang Kakek minta akan kami penuhi." Fey berusaha membujuk Kakek itu.

Sejenak Profesor Luis menghentikan aktivitasnya dan memandang Fey dengan saksama. "Aku sudah tidak punya uang dari bumi. Bisakah kalian membelikan aku makanan dari sana? Aku sangat suka bakso dan seblak, itu makanan yang sangat enak."

Mereka bertiga tersenyum lebar. "Akan kami penuhi, Kek!"

Profesor Luis membawa mereka ke dalam bangunan berbentuk lingkaran. Di dalam sana ada berbagai monitor dan benda-benda yang tidak mereka ketahui. Seperti peralatan penelitian Kakek tua itu. Profesor Luis membuka salah satu pintu baja dari empat pintu yang ada di dalam bangunan.

"Masuklah ke dalam, ini adalah portal yang sangat mulus di klan ini," ujar Kakek itu sambil tersenyum bangga. "Ada pesan terakhir?" tanyanya memandang ketiga remaja itu satu persatu.

"Sampai bertemu di sekolah, Zio!" Rani tersenyum menatap Zio yang ikut tersenyum.

"Aku akan merindukanmu!" Mata Fey bertemu dengan Zio, mereka bertatapan cukup lama.

"Bisakah kita menjadi teman?" tanya Zio.

BHUMM BUMMM!

Mereka terkejut dengan suara dentuman keras yang terdengar dari bawah sana.

"Kalian sudah tidak punya waktu, aku dan Zio akan menangani perkara di sini!" Profesor Luis segera menekan salah satu tombol dan pintu baja itu tertutup rapat.

Cahaya terang yang sangat menyilaukan keluar dari setiap sudut ruangan di mana Fey dan Rani berada. Beberapa menit, getaran kecil terasa di sekujur tubuh mereka. Fey dan Rani membuka mata mereka dan melihat sekeliling.

"Ini bukan rumah Kakek tua," bisik Rani.

"Kedai kopi yang tersedia bakso." Fey menunjuk kedai yang ada di depan mereka.

"Ayo pulang!"

Mereka segera pulang ke rumah masing-masing karena sudah sehari mereka tidak pulang. Di dalam hati, mereka sangat mengkhawatirkan keadaan Zio dan Profesor Luis. Mereka ingin menghubungi tapi tidak tahu bagaimana caranya.

Sebulan berlalu dengan sangat cepat. Fey dan Rani kembali bersekolah seperti biasanya. Namun berita itu datang seminggu yang lalu. Zio pindah sekolah dan tidak ada yang ia ke mana. Bahkan Zio tidak mampir berpamitan pada mereka. Sedangkan Rani sangat marah, banyak kali dia mencoba memukul dinding-dinding kelas jika tidak ada seorang pun di kelas kecuali Fey.

Malam itu, Rani menginap di rumah Fey karena tugas mereka semakin menumpuk. Saat mereka ingin tidur, jendela kamar Fey di ketuk dengan pelan. Awalnya mereka tidak ingin membukanya, tetapi Fey penasaran dengan hal itu.

Fey membuka jendela dengan perlahan dan alangkah terkejutnya sebuah benda terbang berbentuk kubus yang berwarna hitam ada di depan jendela kamarnya.

"Hai, Fey!" sapa anak laki-laki yang sangat mereka rindukan. Rani yang mendengar suara Zio segera menuju jendela kamar.

"Kamu! Kenapa datang ke sini? Pergi!" Rani mengusir Zio begitu saja dan ingin menutup jendela tapi di tahan oleh Fey yang melotot padanya.

Zio tersenyum kecil, "aku minta maaf, aku dan kakek tua harus mengurusi banyak hal makanya aku tidak sempat mengabari."

"Tak apa, apa keadaan di sana baik?" tanya Fey yang terlihat khawatir di wajahnya.

"Kemarin tidak baik, tapi sekarang semuanya sudah beres. Apa aku bisa jadi teman kalian?" Wajah Zio menjadi serius. Pertanyaan yang sama bulan lalu.

"Tidak!" Rani menjawab cepat, "kita adalah sahabat," ucapnya dengan senyum lebar.

Zio tidak percaya dengan perkataan Rani. "Hari ini aku dan kalian bersahabat?"

Rani dan Fey mengangguk mantap.

"Sahabat hari ini sampai selama-lamanya!" ujar Fey dengan lantang dan mereka semua tertawa bahagia.

Tamat.

 

Ikuti tulisan menarik Theresia Monika Yanwarin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu