x

Calon Presiden Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP), Joko Widodo (kiri) berjabat tangan dengan Calon Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam sesi foto bersama seusai mendeklarasikan diri sebagai Capres dan Cawapres di Gedung Joeang 1945, Jakarta Pusat, (19/5)

Iklan

Alifurrahman S Asyari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Republik Mimpi Setengah Nyata

Terpilihnya JK jelas menabrak logika politik dagang sapi selama ini

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Jokowi-Jusuf Kalla maju sebagai calon presiden dan wakil presiden. Jokowi kader PDIP, sementara JK Ketua Dewan Masjid Indonesia dan PMII. Semua ketua umum partai pendukung, Megawati (PDIP) Gus Imin (PKB) Surya Paloh (Nasdem) Wiranto (Hanura) bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi bekerjasama membantu jagoanya untuk memimpin Indonesia 2014-2019. Mereka melepas egonya untuk tak maju sebagai capres/cawapres meski kesempatan itu ada dan sangat boleh. Mereka cukup sadar diri dan mau mendengar apa yang diinginkan rakyat. Ini jelas nuansa baru, karena sebelumnya yang kita tau biasanya pasangan capres/cawapres adalah ketua umum partai politik.

Pasangan Jokowi-JK selain sama-sama bukan ketua umum partai, keduanya dikenal sebagai pengusaha dan sikap sederhana. JK selalu pamer sepatu dalam negeri, dan Jokowi bajunya cuma warna putih dan mobilnya cukup Innova. Memang Jokowi ga akan mau bagi-bagi kursi, karena beliau adalah pengusaha mebel. Kalo dibagi-bagi, nanti ga ada yang beli kursinya. Jadi macet deh usahanya. Haha

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Gagal bergabungnya Golkar dengan PDIP -atau katakanlah Mega menolak ARB- seolah memberi tahu kita bahwa "kami ga main-main, ga ada jatah mentri. Jangan samakan sama partai lain!". Alhasil pada masa injury time Golkar merapat dengan kubu Prabowo dan mensukseskan koalisi tenda besar, kalau ga mau dibilang politik dagang sapi. Karena tanggapan dari beberapa elit partai Golkar adalah "ga mungkin kami bergabung dengan partai yang mensejajarkan perolehan 15 dengan 5% suara" bisa dicek di banyak berita yang akhir-akhir ini memuat tanggapan serupa.

Awalnya banyak yang meragukan Megawati mau memberi kesempatan kepada Jokowi untuk maju sebagai calon presiden dari partai keluarga Soekarno PDIP. Namun Mega menyentak dan menjawab suara sumbang tersebut dan mendeklarasikan Jokowi sebagai Calon Presiden PDIP. Banyak yang masih menyangsikan, karena beredar isu liar bahwa tulis tangan dan penggunaan bahasa pada surat Mega sangat bisa diperdebatkan. Disalah tafsirkan. Tapi PDIP tetap kompak mendukung Jokowi, jadi isu Mega atau Puan akan mengambil alih posisi Capres pasca pileg tidak terjadi. 

Untuk menentukan posisi cawapres Jokowi, lagi-lagi PDIP dan semua teman partainya sepakat untuk diam. Mediapun akhirnya berimajinasi dengan berita-berita prediksi. Puan Maharani dikabarkan akan menduduki posisi Cawapres. Menurut nalar dan logika, hal tersebut sangat mungkin terjadi karena posisi tawar Mega dan PDIP sangat tinggi berbanding mitra koalisinya. Namun lagi-lagi, Megawati menunjukkan sikap politiknya yang layak ditiru oleh politisi yang lain. Puan Maharani tidak dipaksakan untuk menjadi Cawapres, Megawati dan Puan Maharani membiarkan Jokowi berserta Nasdem, Hanura dan PKB untuk berdiskusi.

Terpilihnya JK jelas menabrak logika politik dagang sapi yang selama ini dihembuskan oleh media mainstream. Menarik ditunggu apakah nantinya serangkaian kejutan ideologi serta idealisme untuk Republik ini benar-benar terjadi? Karena sampai sekarang publik masih meragukan tentang konsep "ga ada bagi-bagi kursi"

Bagaimanapun inilah Republik mimpi setengah nyata. Sebagian sudah terjadi dan menabrak kebiasaan (buruk) politik. Kalau boleh bermimpi lebih jauh, berikut ini yang mungkin akan terjadi.

1. Posisi mentri terbuka untuk umum: Seperti yang sudah dilakukan Jokowi di Jakarta, posisi pejabat pemerintah dilelang. Semua memiliki kesempatan yang sama untuk jadi kepala sekolah, lurah, dan sebagainya. Niat Megawati yang ingin membuat kombinasi 70% profesional dan 30% politisi di kabinet sepertinya terinspirasi dari kebijakan Jokowi di Jakarta. Atau malah mungki ide tersebut dari Mega dan Jokowi menjalankanya dengan sangat baik.

2. Lowongan daftar kerja jadi mentri dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi dan melewati proses seleksi yang nantinya akan dipilih yang terbaik. Wah kalau ini terjadi, saya juga akan melamar. Setidaknya untuk jadi staff ahli, kalau ga tembus jadi mentri. Sehingga staff ahli bukan lagi orang yang kebetulan kenal dengan pejabat, tapi terpilih karena kemampuanya.

3. Tidak ada lagi mentri sapi: di pemerintahan SBY, ada pejabat yang sangat lucu sekali. Menkominfo, keputusanya menutup salah satu web video menuai kritik. Tak lama setelah itu dia membuka lagi karena diserang pengguna twitter. Pernah juga beliau bertanya "internet cepat buat apa?" Karena menurutnya internet cepar hanya akan membuat pengguna nyaman mengakses web porno. Haha ya pantas saja nalarnya begitu, karena sebelumnya saat dia ketahuan memfollow akun porno, dengan entengnya dia bilang "salah pencet". Semoga mentri hasil dagang sapi seperti itu tidak ada lagi.

4. Terbentuknya poros oposisi. Selama ini pemerintah tak terlalu disibukkan dengan kritik partai oposisi. PDIP, Nasdem, Hanura dan Gerindra tidak bergabung. Karena saat ini sudah terbentuk dua kubu, jadi siapapun yang kalah nanti sebaiknya menjadi kelompok partai oposisi agar kritikan dan kontrol terhadap pemerintah bisa menghasilkan kebijakan yang pro rakyat. Tidak sekedar cari sensasi dan pencitraan seperti politik basa-basi PKS. Yang dengan lebaynya menyebar spanduk "PKS menolak kenaikan BBM". Jadi mirip skenario Opera Van Java, Sule dan Andre tengkar di panggung, di belakang sama-sama dapat uang. Tengkar hanya tuntutan skenario.

Ya sudah 4 dulu, selebihnya tambahkan sendiri dan mari bermimpi untuk Indonesia yang lebih baik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Alifurrahman S Asyari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler