x

Rendra

Iklan

atmojo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 2 November 2022 18:41 WIB

Drama Rendra: Catatan Harian Seorang Penipu

Agar bisa menjadi kaya secara cepat, seorang pemuda menggunakan segala cara untuk bisa masuk ke dalam lingkungan terhormat dan menipu mereka semua. Tapi ia juga gelisah. Maka seperti keharusan, ia menuliskan semua yang ada di hatinya ke dalam buku harian. Buku inilah yang akhirnya membuat heboh dan dia “diadili” di depan semua orang yang ada di buku tersebut.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Drama ini terinspirasi oleh sandiwara karya Alexander Nikolayevich Ostrovsky (1823-1886), seorang dramawan realis Moskow, Rusia, yang sangat terkenal. Dalam drama ini, dikisahkan seorang pemuda tampan berusia 30 tahun, bernama Mulyono Pratomo. Ia seorang broker yang jatuh bangun tidak menentu. Ia cerdas, licin, berani, dan kreatif. Tampangnya cakap, cepat menimbulkan simpati orang, bahkan kadang kelihatan halus, dan tidak bersalah. Penampilannya bersih, rapi, kelihatan terpelajar, sopan, berkelakuan baik, dan simpatik.  Pada saat yang lain, ia bisa berubah menjadi licin dan berbisa seperti ular.

Mulyono ditinggal mati ayahnya, seorang direktur sekolah SMA yang jujur. Karena sifat jujurnya itu, ayahnya mengajak keluarganya untuk hidup sederhana. Tetapi keluarganya menyalahkan ayahnya yang terlalu jujur, sehingga membuat mereka miskin. Kini ia berniat menipu beberapa orang penting dan kaya di lingkungannya.

Mulyono – juga ibunya-- merasa sikap jujur dalam masyarakat sekarang tidak ada gunanya. Karena masyarakat menggunakan kecerdasannya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Maka, dibantu oleh ibunya (Nyonya Pratomo), dan supirnya (Pak Saleh), ia  menyusun rencana untuk mendapatkan kekayaan secara instan. Jalan yang ia pilih adalah dengan menikahi Woro Sulastri, pewaris keluarga kaya, Nyonya Busono Jiwo, yang percaya mistik, dan selalu menghubungkan segala sesuatu dengan primbon serta tanda-tanda alam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Woro Sulastri yang diincar Mulyono ini adalah gadis berusia antara 18-20 tahun. Berparas cantik rupawan. Tata riasnya sederhana dan berpakaian wajar-wajar saja. Nampaknya dia pribadi yang berhati-hati, dan gampang khawatir. Dia tidak kuat mendertita dan gampang putus asa. Dia selalu berperilaku sopan dan halus. Tetapi kelihatan lemah kepribadiannya.

Mulyono memanfaatkan paman jauhnya, Kocohutomo, yang suka memberi nasihat kepada semua orang. Lalu Kleopatra, istri pamannya yang maniak seks. Juga Kartomarmo, Sekwilda yang gila hormat dan ambisius. Mereka semua dimanfaatkan untuk “membiayai” rencananya. Meski rencananya lancar dalam waktu yang cepat, hal itu membuat hati Mulyono gelisah. Di dalam hatinya ada semacam pemberontakan. Maka setiap hari ia menuliskan perasaannya yang gelisah itu di buku harian. Juga kisah tentang orang-orang yang berhasil ia tipu. Di buku harian itu ia mengungkap perasaanya dan juga  mengejek semua orang yang tidak sadar dengan tipuannya. Meski akhirnya kebohongannya terbongkar karena Kleopatra membaca buku hariannya. Di akhir cerita, ia seperti diadili di depan semua orang yang dia tipu dan tercatat di buku harian itu.

***

Begini drama ini dimulai:

Rumah Mulyono Pratomo. Di sebuah ruang dengan potret Bapak dan meja tulis berlaci. Waktu menunjukkan pukul 10.00 pagi. Di ruang duduk keluarga, tiga orang berkumpul. Mulyono duduk di depan meja tulis, menulis catatan harian.

Ibunya, Nyonya Pratomo, bertolak pinggang di depan foto almarhum suaminya yang terpasang di salah satu tembok, di atas televisi. Dia mendelik marah memandang potret itu. Sedangkan Pak Saleh duduk di kursi meja makan dalam keadaan mengantuk. Di depannya terdapat tiga buah map.

                                                               NYONYA PRATOMO

                                                 (Kepada foto almarhum suaminya)

Seenaknya saja kamu tinggal kami mati. Dan, lihat apa yang kamu wariskan! Uang pensiunanmu sebagai direktur SMA kalah besar dengan gaji sopir bis malam. Lantas apa hidupku mesti merosot?! Dasar lelaki cupet pikiran! Kamu ini moralis yang kaku. Kamu menolak hadiah karena tidak mau dibilang korupsi. Korupsi itu ‘kan mencuri! Apakah menerima hadiah itu mencuri? Kamu sok jujur dan sok pahlawan. Kamu pikir dunia ini masih seperti taman firdaus? Ternyata kamu tidak jujur dalam membuat gambaran keadaan di pikiranmu. Inilah sekarang akibatnya.

Aku dan anakmu hidup dalam serba kekurangan. Tidak bebas bersenang-senang secara wajar, karena terbatas oleh kemiskinan. Dunia makin maju, ada supermarket, ada shopping centers. Tapi, itu semua hanya menjadi mimpi bagi aku dan anakmu.

                                                                       PAK SALEH

                                                       (nyeletuk dalam mengantuk)

Dan, sejak bapak wafat sampai sekarang saya belum juga dibayar.

                                                                 NYONYA PRATOMO

Kamu jangan ikut ngomel. Kami sudah mengangkat derajat kamu. Dari orang goblok menjadi orang yang cukup pengetahuan. Sekarang mau ikut ngomel lagi, hanya karena terlambat digaji beberapa bulan ini.

                                                                         PAK SALEH

Terlambat enam bulan, Nyonya! Itu setengah tahun!

                                                                  NYONYA PRATOMO

Lantas, mau apa kamu? Jangan kuatir kami tidak akan bayar. Nah, Pratomo, kamu lihat sekarang. Inilah keadaan rumah tanggamu.

                                                                        MULYONO

Sudah, Bu! Saya akan mengubah semua ini. (duduk di kursi meja makan). Mari, Bu, duduk di sini. (seteah ibunya bergabung duduk di meja makan). Mulai hari ini kita ikuti permainan dunia. Jangan banyak cing-cong lagi.

Dalam permainan ini kita harus menang. Harus top! Inilah dorongan moril kita mulai saat ini! Karena kita tidak punya modal dan tidak punya kesempatan, kita harus memakai akal. Bila ini mau disebut tipu-daya, boleh saja.

Pendeknya kita mesti mengubah keadaan. Pak Saleh, bagaimana dengan tugas mengumpulkan info yang saya serahkan kepada kamu?

                                                                      PAK SALEH

Kan sudah dulu-dulu beres semua. Bapak saja yang ngulur-ngulur waktu, sehingga saya jadi bosan.

                                                              NYONYA PRATOMO

Jangan kamu terlalu banyak omong berprinsip dan berkonsep seperti bapakmu! Sudah lebih dari seminggu kamu suruh kami menunggu menyusun rencana.

                                                                     MULYONO

Baik! Baik! Hari ini juga kita mulai beroperasi. Jangan ibu mengutuk bakat omong saya. Karena justru itu modal yang akan saya pakai untuk operasi ini. Habis, modal apalagi yang kita punya? (kepada Pak Saleh). Nah, sekarang masih berapa uang tabunganmu?

                                                                      PAK SALEH

Lho, kok begitu.

                                                                      MULYONO

Kenapa? Ragu-ragu? Saya modal otak. Ibu modal watak. Dan, kamu mau modal apa?

                                                                      PAK SALEH

Lho, ini uang warisan orangtua ditambah dengan uang tabungan, saya maksud...

                                                                       MULYONO

Ragu-ragu? Tegas saja! Saya cuma mau pinjam. Saya catat semua di sini. Nanti hasilnya akan berlipat ganda.

                                                                       PAK SALEH

Bagaimana sih,  Pak, rencananya?

                                                                        MULYONO

Pertama, saya akan mencari istri yang kaya. Inilah cara yang paling aman untuk menguasai kekayaan.

                                                                   NYONYA PRATOMO

Itu lebih baik daripada selama ini kamu main-main dengan selusin perempuan gombal!

                                                                         MULYONO

Setelah saya teliti semua perempuan di kota ini, maka sasaran yang paling ideal Woro Sulastri, kemenakan Ibu Busono Jiwo, janda yang kaya raya itu.

                                                                  NYONYA PRATOMO

Lho!

                                                                         MULYONO

Kurang cerdas. Lemah pendirian. Belum pernah miskin. Agak malas. Selain suka olahraga, dia tidak punya pengetahuan yang berarti.

Tetapi dia cukup cantik dan kaya. Dialah ahli waris yang sah dan satu-satunya dari bibinya, Ibu Busono Jiwo. Kelemahan pribadinya justru memungkinkan dia untuk menjadi korbanku yang gampang.

                                                                  NYONYA PRATOMO

Tetapi dia kan tunangan Kurniawan, saudara sepupumu sendiri.

                                                                           MULYONO

Lantas? Harus saya batalkan niat ini atau bagaimana?

                                                                     NYONYA PRATOMO

Maksud saya, apa tidak ada calon lain?

                                                                        MULYONO

Tidak ada yang sekaya dia dan selemah dia.

                                                                 NYONYA PRATOMO

Ooooo!

                                                                      MULYONO

Oooo itu bagaimana?

                                                                 NYONYA PRATOMO

Terserah kamulah.

                                                                       MULYONO

Baiklah. Tunangannya Kurniawan, saudara sepupuku. Saya akan menyingkirkan dia. Ia yang pertama-tama harus saya temui untuk bisa menaksir dan menentukan detail langkah selanjutnya. Bagaimana cara yang terbaik?

                                                                             ***

Pak Saleh kemudian memberi informasi rinci mengenai Kurniawan kepada Mulyono. Intinya mereka menyusun strategi. Mulyono menulis surat kaleng kepada Ibu Busono Jiwo yang isinya memfitnah Kurniawan. Setelah rencana dianggap beres, Mulyono bersiap pergi.

                                                                      MULYONO

Amin. Sekarang aku pergi, Ibu. (berhenti di muka foto ayahnya). Sekarang kita bersimpang jalan, Ayah. Kami tidak tahan lagi. Kalau memang jamannya jaman edan mau apa lagi, Apa gunanya bersikap sok pahlawan? Yang wajar sajalah! (berjalan ke luar).

                                                                         PAK SALEH

Saya harus segera mengurus uang, Bu. Saya permisi dulu.

                                                                   NYONYA PRATOMO

Ya. Pergilah. (Pak Saleh pergi. Ibu berjalan ke depan foto). Mulai sekarang kami mau hidup secara wajar. Semua orang sudah punya video dan kami hanya kamu tinggali TV tua ini! Tidak berwarna lagi!

                                                                                    ***

Kisah selanjutnya, pertemuan Mulyono dengan Kurniawan di restoran “Larasati”. Di salah satu gazebo, tampak Kurniawan bersama Pandito yang ditemani oleh Siti Melur, gadis cantik anak pemilik restoran. Kurniawan, 30 tahun, juga seorang pemuda yang gagah dan tampan, Ia pernah menjadi juara tenis se-Kotamadya. Kini ia bekerja sebagai kepala gudang perusahaan milik Kocohutomo. Ia berkumis  rapi dan berpanampilan “sporty”. Tapi pikirannya sekadar tidak bodah alias lumayan saja. Ia kemenakan Kocohutomo dan tunangan Woro Sulastri. Jadi ia adalah calon menantu Ibu Busono Jiwo.

Sedangkan Pandito, juga berusia 30 tahunan, berbadan gemuk, muka bundar, dan berkumis. Matanya memancarkan gairah hidup. Kelihatan suka makan enak. Pakaiannya berkualitas mahal, tetapi kurang rapi dan kurang serasi di badannya. Warna celananyan teralau menyolok. Warna bajunya tidak cocok dengan celananya. Sepatunya darim kulit yang berwarna putih. Ia memakai kalung dan medali emasx yang terlihat norak.

Dari pembicaraan ngalor-ngidul di restoran itu Mulyono mendapat beberapa informasi penting, baik dari Kurniawan maupoun Pandito.. Misalnya, bahwa istri Kocohutomo, Ibu Kleopatra,  tidak setia pada suaminya. Bahkan pada waktu pemakaman ayah Mulyono, Ibu Kleo banyak bertanya kepada Kurniawan soal dirinya. Menurut Pandito, Ibu Kleopatra itu sempat berpacaran dengan Joko Sembodo, Sekretaris Daerah setempat. Lalu sekarang Pak Kocohutomo sedang gemar mencari batu merah delima untuk kekebalan. Mulyono mengaku bahwa dia memiliki batu merah delima peninggalan ayahnya. Padahal sebenarnya ia tidak punya. Nantinya Mulyono akan membeli batu merah delima ini dari seorang pedagang kaki lima. Kurniawan mengusulkan agar Mulyono menawarkan batu itu melalui Susilo, tangan kanan Kocohutomo.

 Kocohutomo ini pria berusia 60 tahun, seorang pedagang besar. Penampilannya sehat dan tampak makmur. Wayahnya tampan. Rambutnya yang beruban selalu tersisir rapi. Penampilannya mewah dengan selera yang bagus. Di tangannya ia memakai dua cincicn, berlian dan ruby. Apabila ia berbicara mengenai siasat tipu-daya, matanya kelihatan bersinar-sinar penuh kegembiraan. Selain memancarkan wibawa kekayaan, ia juga memancarkan wibawa kekuasaan.  Ia punya banyak kenalan orang penting.

Sedangkan Kleopatra atau Ibu Kleo, berusia 33 tahun. Wajahnya cantik, sensual, cerdik, dan selalu manja. Dia nampak selalu hidup dalam kemewahan. Suaranya halus, kadang kedengaran  seperti suara orang mengantuk. Tata riasnya termasuk sederhana. Pakainnya menunjukkan seleranya bagus. Perhiasannya mahal tetapi tidak mencolok. Alisnya yang asli sudah dicukur dan diganti dengan alis yang dilukis. Kalau melirik, dia kelihatan punya watak yang nakal. Lafalnya dalam berbahasa Inggris sangat bagus.

                                                                                  ***

Singkat cerita, dengan segala perbuatan dan akal-bulusnya, Mulyono-Ibunya-Saleh, berhasil mengambil hati banyak orang. Mulyono berhasil masuk ke dalam lingkungan orang-orang kaya dan mendekati Woro Sulastri. Aneka peristiwa terjadi.

Tetapi Mulyono juga gelisah. Ia merasa seperti harus menuliskan semua kegeklisahannya itu ke dalam buku harian. Buku harian Mulyono ini isinya macam-macam. Ada pendapat, penilaian, ejekan, rahasia orang, dan ungkapan perasaan. Tentu saja juga kegelisahannya, ungkapan suara hatinya.

Suara hati memang fenomena khas manusia dan pangkal otonomi manusia. Suara hati yang berasal dari kedalaman hati manusia itu biasanya menegaskan benar-salahnya atau baik-buruknya suatu tindakan berdasarkan prinsip atau norma moral tertentu. Suara hati mengetahui perbuatan moral kita sekaligus menjatuhkan penilaian terhadapnya. Jadi suara hati menjadi saksi sekaligus hakim yang menjatuhkan penilaian atas perbuatan kita.

Secara ringkas, suara hati merupakan kesadaran manusia akan kewajiban moralnya dalam situasi konkret atau penegasan tentang benar-salahnya suatu tindakan manusia dalam situasi tertentu berdasarkan hukum moral. Sebagai suatu kesadaran, suara hati mengandalkan adanya pertimbangan akal budi, dan bukan sekadar ungkapan perasaan spontan belaka.

Tentang kemutlakan suara hati, potensi keleiruan suara hati, keraguan suara hati, pendidikan suara hati, dan rasionalitas suara hati,  untuk sementara tidak saya terangkan kebih lanjut di sini. Sebab akan terlalu panjang.

                                                                              ***

Suatu hari, Kleopatra berhasil mengambil buku harian Mulyono itu dari laci mejanya. Dan inilah yang membuat heboh. Kleopatra membuat beberapa copy dan membagikannya kepada bheberapa orang. Maka, di akhir cerita, Mulyono menghadapi semacam “pengadilan” oleh orang-orang yang disebut dalam buku harian tersebut.

Adegan ini cukup panjang. Tapi, agar pembaca punya gambaran bagaimana drama ini diakhiri, saya kutipkan bagian akhir tersebut.

                                                                              ***

                                                                      CIPTO JATI

Edaaann! Saya bukan begundal! Saya protes! Saya bukan begundal seperti yang kamu sebutkan di sini.

                                                                       ROSO JATI

Setaaann! Kamu memfitnah! Kamu katakan saya latah dan punya penyakit sawan! Setaaaan!

(Keduanya memaki dan menuding Mulyono yang duduk di depan mereka. Mereka berada di ruang duduk keluarga, rumah Kocohutomo. Di dalam ruangan itu ada pula Kartomarmo, Joko Sembodo, Busono Jiwo, Woro Sulastri, Kocohutomo, dan Kleopatra. Semunya membawa sebuah foto copy buku harian Mulyono. Mulyono tidak menjawab. Ia nampak siap, tahu apa yang akan ia perbuat).

                                                                    KARTOMARMO

(mengacungkan foto copy buku harian). Ini serius! Ini bisa menjadi persoalan hukum.

                                                                     JOKO SEMBODO

Dan, menarik perhatian wartawan? Apa kita kuat menjadi gosip?

                                                                      KARTOMARMO

Di mana buku hariannya yang asli?

                                                                            KLEOPATRA

Di tangan saya. Saya ambil dari laci meja tulisnya. Begitulah maka terbongkar segala tipunya yang keji. Pendeknya jelas sudah bahwa keterlibatan Mulyono dengan kita semua yang hadir di sini hanyalah untuk kepentingan taktiknya saja. Yaitu: taktik untuk menjadi kaya.

                                                                        KARTOMARMO

Biadab! Kamu bergaul dengan kami semua di sini hanya untuk mengejar kekayaan. (dengan keprihatinan yang dalam). Padahal sebenarnya saya sudah menganggap kamu sebagai anak sendiri.

                                                                     NYONYA BUSONO JIWO

Ia mengejek saya  habis-habisan di dalam buku hariannya. Tetapi nyatanya Tuhan itu adil. Pada akhirnya kami dilindungi dari tipu dayanya yang kejam.

                                                                         WORO SULASTRI

Kasihan Mas Kurniawan!’

                                                                  NYONYA BUSONO JIWO

Betul, kasihan. Tetapi sekarang mata saya terbuka. Jangan kamu pikir saya ini kerbau atau batu. Saya juga punya hati nurani. Dan sekarang hati nurani saya minta maaf kepadamu, Nak! Mulai sekarang pilihlah jodohmu sendiri. Saya tidak akan campur tangan, apalagi mendikte. Siapa pun yang kamu pilih akan saya restui. Dan kamu akan tetap menjadi ahli waris tunggalku.

                                                                         KARTOMARMO

Kembalikan mobil yang kamu pakai. Paling lambat besok siang. Sayang, semua rencana yang saya bina untuk kamu sekarang gagal berantakan.

                                                                              KLEOPATRA

Pepatah mengatakan” “Sepandai-pandainya tupai melompat, sekali akan gagal juga”.

                                                                            KOCOHUTOMO

Saya tidak menyangka bahwa kamu bisa begitu linglung sehingga menulis buku harian semacam itu. Apa gunanya untuk kamu?

                                                                                   KLEOPATRA

Saya ingin kamu bertanggung jawab di hadapan kami semua. Apa kamu akan berubah menjadi patung di atas kursi itu?

                                                                                      MULYONO

Sekarang saya mau berbicara. (Sepanjang pembicaraan expose ini Mulyono selalu duduk tidak beranjak dari kursinya). Sebenarnya saya bisa bicara singkat: Ya, saya telah memanipulir Anda semua! Lantas Anda sekalian mau apa? Apakah tidak mungkin saya punya satu copy buku harian lagi, yang saya titip di sebuah surat kabar, yang setiap saat bisa dipublisir, dan hanya saya yang bisa mencegah publikasi itu! (semua terdiam). Tentu saya juga akan mendaoat nama buruk dari publikasi itu. Tetapi pribadi saya lebih kuat dari pribadi Anda sekalian. Saya bisa meremehkan tahayul “nama baik” yang mapan. Ketentraman batin Anda semua sangat tergantung kepada tahayul yang berjudul “nama baik” itu.

                                                                                    KARTOMARMO

Siapa yang kalah, siapa yang menang, semuanya akan menderita. Jadi harus kita cari jalan keluar yang baik. Nak Mul, marilah kita telusuri kembali semua ini dengan teliti.

                                                                                    MULYONO

Ditelusuri kembali? (tersenyum). Anda semua sudah membaca buku harian ini dari mula sampai akhir. Semuanya sudah saya tulis di situ. Saya ingin kaya dengan cara manipulasi. Saya anggap inilah permainan yang lumrah di zaman edan ini. Dan, Anda semua yang ada di sini mempunyai kelemahan yang memungkinkan untuk saya manipulir..... saya tipu.

                                                                             KARTOMARMO

Bagaimana maksudmu, Nak?          

                                                                                MULYONO

Saya akan berbicara terbuka saja sebagaimana kalau saya menulis buku harian. Bapak ini kolot. Apakah ada anak muda yang mendekat kepada Bapak? Padahal banyak orang tua yang didekati oleh anak muda karena pandangan mereka yang maju. Tetapi Bapak? Anak muda menjauh dari Bapak. Teman Bapak hanya orang tua dan orang mapan yang hidupnya sudah macet. Di antara anak muda hanya saya, hanya saya, yang memuji-muji pendirian Bapak. Hal ini tidak menimbulkan kecurigaan Bapak, tetapi justru malah menimbulkan kekaguman Bapak pada diri saya! Dan Bapak menganggap saya cerdas! Masya Allah! Seandainya saya ini seekor kerbau yang dungu, asal saya setuju dan memuji-muji pendirian Bapak, maka Bapak akan menganggap saya sebagai makhluk yang cerdas! (menghela napas)

Bapak tidak jujur kepada diri sendiri. Bapak membutuhkan orang seperti saya. Maka itu Bapak sangat memanjakan saya, dan menganggap saya sebagai anak Bapak sendiri. Saya tidak pernah menipu harta Bapak. Saya hanya mencuri hati Bapak.

Apakah saya pernah minta apa-apa kepada Bapak? Tidak, bukan? Tetapi Bapak sendiri yang secara spontan memberi saya uang, mobil, dan pekerjaan di dalam Yayasan. Bapak berusaha betul untuk membuat saya kerasan berada di samping Bapak. Jadi sebenarnya kita saling memanipulasi, bukan?

                                                                    KARTOMARMO

Waktu itu saya benar-benar merasa sayang kepadamu, Nak.

                                                                       MULYONO

Tentu saja,  Dalam hati saya pun lama-lama timbul rasa sayang kepada Bapak. Ini manusiawi sekali. Bapak tidak punya anak, dan saya tidak punya bapak lagi. Secara spontan kita saling mengisi kekosongan jiwa masing-masing. Tetapi pada mulanya kita ini saling manipulasi.

Dan, apabila kita benar-benar saling menyayang, kita harus berani berbicara secara terbuka begini ini secara spontan, tanpa kepepet seperti sekarang ini.

                                                            NYONYA BUSONO JIWO

Permainanmu sangat kejam bagi saya dan kemenakan saya.

                                                                      MULYONO

Seandainya Ibu tidak membaca buku harian itu, Ibu tidak merasa saya tipu. Apa ada kekasaran yang saya lakukan kepada  keluarga ibu sejak kita berkenalan? Apakah ada kelakuan saya yang menyakitkan hati Ibu selama ini? Tujuan saya hanyalah untuk ikut menikmati kekayaan Ibu.

(keduanya saling memandang dan menduga jiwa masing-masing). Ibu, sebenarnya saya sendiri heran kenapa Ibu bisa dengan muda percaya kepada dukun pemabuk yang kalimatnya berantakan? Kenapa Ibu tidak mengujinya dengan pertanyaan yang mendesak? Saya kira, seandainya dukun itu sampai terpeleset sehingga membuat kesalahan, pasti Ibu sendiri yang akan membenarkan kesalahannya.

(keduanya saling bertatapan lagi).  Ibu seperti korban saya yang lain: tidak tertarik kepada kebenaran, tetapi hanya berminat untuk membenarkan diri.

(Nyona Busono Jiwo menarik napas panjang). Paman juga seperti itu. Paman seharusnya merasa curiga ketika saya menunjukkan rasa kagum kepada nasehat Paman. Bukankah orang lain tidak tahan dan menghindar dari nasehat itu. Bahkan Kurniawan sampai membuat karikatur? Kelakuan saya yang menjilat dan tidak wajar itu justru Paman anggap sebagai wajar. Bukanah Paman sendiri yang menjadi pembantu saya di dalam menipu Paman?

                                                                KOCOHUTOMO

Terus terang, Mul, saya tidak merasa kamu rugikan apa-apa, kecuali setelah buku harian ini diketemukan Kleopatra dan dia membuat onar dengan buku harian ini. Buku harian inilah yang menghancurkan semua rencanamu.

                                                               WORO SULASTRI

Ketika membaca buku harian ini hati saya sangat terluka. Saya sudah terlanjur membina suatu gambaran yang muluk mengenai hubungan kita berdua. Sebetulnya banyak poemuda yang tertarik pada saya karena harta yang bakal saya warisi. Saya sendiri suka sekali kepada harta. Harta membuat saya tentram. Tetapi pacar saya yang dulu terlalu terpaku kepada harta, bahkan sampai kepada kelakuan sehari-harinya. Sampai-sampai mereka melupakan kewanitaan saya, kecantikan saya. Bukankah saya tidak jelek?

                                                                  MULYONO

Kamu cantik. Dan, berhati baik. Tetapi hatimu lemah.

                                                                WORO SULASTRI

Ya, Mas Mul selalu berkata begitu. Mas Mul sebenarnya memang lain dari mereka. Mas tidak semata-mata kelihatan mengejar harta. Mas punya perhatian kepada saya sebagai manusia, kepada darah, dan daging saya. Mas mau membimbing saya maju. Saya menikmati dengan baik hari-hari saya bersama Mas, tetapi buku harian itu memang telah meruntuhkan segalanya. Kenapa kamu mesti memakai cara menipu?

                                                                   MULYONO

Saya menipu hanya untuk masuk ke dalam hidupmu dan dengan begitu juga masuk ke dalam jaringan kekayaan yang bakal kamu warisi. Tetapi cara bagaimanapun bukankah itu hanya taktik? Sayang taktik saya terlalu kasar. Tetapi sepertti kamu katakan, semua hal ini baru kalian ketahui hanya berkat buku harianku. Saya sendiri merasa sayang akan akibat seperti ini. Yah, sungguh sayang. Tetapi apa boleh buat. Sebab saya memang tidak bisa mencegah diri untuk menulisnya. Harus. Harus. Harus. Baru setelah menulis semuanya hati saya bisa tentram. Dan, anehnya, di samping merasa sayang akan akibatnya, saya juga merasa lega karena Anda semua telah tahu isi hati saya yang sebenarnya. Dan, semua akibat ini akan saya terima dengan rela. Bibi Kleo, mudah-mudahan dendam Bibi kepada saya sudah terlampiaskan dengan lega sekarang. Buku harian yang Bibi siarkan itu sudah menunaikan tugasnya.

                                                                     KLEOPATRA

Kalau dari semula kamu katakan bahwa kamu ingin kaya, tentu tak perlu kamu harus berjalan berputar-purar dan menendang perasaan orang di kanan-kirimu.

                                                                       MULYONO

Pertama: kalau saat ini muncul seorang pemuda dari jalan ke ruang ini dan berkata “Bapak-bapak dan Ibu-ibu saya ingin kaya”, apakah segera ia akan menjadi kesayangan Anda semua lalu akan diberi kesempatan untuk kaya? Jangan-jangan ia hanya akan diberi pekerjaan sebagai sopir atau malahan akan diusir dan dianggap gila.

Kedua: sejak saya berkenalan dengan Anda semua saya tidak pernah menendang perasaan orang di kanan-kiri saya. Buku harian sayalah yang menyepak ke sana ke mari. Itu pun belum tentu ia lakukan kalau tidak disiarkan oleh Bibi.

KLEOPATRA

Tidak. Tendangan terhadap saya tidak hanya dilakukan oleh buku harianmu, tetapi juga oleh perbuatan kamu bersekongkol dengan Mas Koco, diam-diam melamar Woro Sulastri tanpa setahuku.

JOKO SEMBODO

Persis seperti yang dilakukan oleh Bibimu Kleopatra terhadap diriku. Dia kelabui diriku dan diam-diam berpacaran dengan kamu.

MULYONO

Janganlah hal ini diperkembangkan tanpa perlu. Bibi Kleo, kalau memang di dalam percintaan gelap dusta itu selamanya ada, maka yang Bibi persoalkan di sini pastilah bukan soal kebenaran dan keadilan tetapi persoalan ego dan harga diri. Dengan runtuhnya semua rencana saya ini, mudah-mudahan ego Bibi puas dan harga diri Bibi pulih kembali;.

KLEOPATRA

Oh, saya kepingiiiin betul menangis. Tetapi tidak bisa.

MULYONO

Ya, jangan menangislah!

KLEOPATRA

Saya memang dendam kepadamu dan dendam itu sudah saya lampiaskan. Tetapi akibatnya mengenai diri saya juga. Sekarang semua orang tahu rahasia hidupku.

JOKO SEMBODO

Dan, rahasia hidupku

KARTOMARMO

Juga rahasia hidupku

KOCOHUTOMO

Demikian juga rahasia hidupku. Skandal! Skandal! Itulah yang sebenarnya selalu saya hindarkan.

KLEOPATRA

(berlutut di muka suaminya). Suamiku, saya telah berdosa besar kepadamu karena peristiwa buku harian itu. Janji untuk tidak membuat skandal itu telah saya langgar. Aduhhhh! Sungguh mati saya ingin menangis. Kenapa tidak bisa! Suamiku, saya rela menerima apa saja akibatrnya. Saya rela dicerai asal cukup jaminannya.

KOCOHUTOMO

Siapa yang akan menceraikan kamu? Berdirilah, dan marah-marahlah yang wajar saja.

KLEOPATRA

Oh, Mas Koco! (duduk di samping suaminyan sambil akan memeluk dan lain sebagainya). Oh, suamiku!

KOCOHUTOMO

Cukup, Kleo! Kalau kamu tidak bisa mengontrol perasaan terharumu saya malah merasa malu. Sudah! Kehiduoan antara kamu dan aku berjalan tanpa perubahan seperti semula.

JOKO SEMBODO

(Bertepuk tangan sendirian). Bravo! Bravo! Keberanian hidup Anda berdua di dalam kewajaran yang tidak wajar memang eksentrik. Tetapi merupakan keutuhan yang mengagumkan.

MULYONO

Bapak Sekwilda, dari tadi Bapak belum mengutarakan apa-apa. Maksud saya, Bapak belum mengutuk saya.

JOKO SEMBODO

Dari mula kita berjumpa, Saudara tidak pernah salah menduga saya. Apakah sekarang Saudara, karena tekanan keadaan, lalu mulai salah menduga terhadap saya? (keduanya saling bertatapan). Saya masih punya keutuhan. Maaf, saya tidak sombong. Tetapi peristiwa buku harian ini tidak merusak keutuhan saya. Antara saudata dan saya tidak timbul persoalan apa-apa.

MULYONO

Jadi?

JOKO SEMBODO

Semua rencana yang sudah kita rancanakan akan terlaksana. Saudara akan bekerja pada saya dan kita akan bekerja sama melaksanakan ambisi kita.

MULYONO

(lemas) Lho!

JOKO SEMBODO

Awas! Jangan lemah karena terharu. Tetap wajar saja. Semua yang Saudara katakan tentang saya di buku harian itu betul. Saudara katakan saya buaya gombal di sana-sini. Betul! Saya berambisi untuk jadi menteri. Betul! Apa lagi? Dan, lagi saya mampu meletakkan buku harian ini kepada kedudukannya. Bapak dan Ibu sekalian, apakah Anda tidak bisa melupakan buku harian itu? Bukankah tanpa buku harian itu ia pemuda ideal kita?

MULYONO

Janganlah Bapak terlalu membela saya. Saya bisa membela diri saya sendiri, (berdiri untuk pertama kalinya dari kursi). Bapak dan Ibu, Anda semiua sudah tahu kemampuan diri saya dan watak saya. Bapak-bapak dan Ibu-ibu, saya ingin kaya. (hening). Bisakah Anda sekalian melupakan buku haris saya? (hening).

- Semua orang termenung dan kelihatan berpikir

- Joko Sembodo melemparkan copy buku harian ke lantai.

- Kleopatra melemparkan copy-nya ke lantai lalu menatap Sulastri.

- Kocohutomo melemparkan copy kemlanti lalu memegang tangan Kleopatra.

- Kartomarmo melemparkan copy-nya ke lantai

- Sulastri melemparkan copy-nya ke lantai. Dia menatap Kleopatra yang terssenyum kepadanya. Dia membalas senyuman itu. Lalu tiba-tiba dia berpaling menatap bibinya. Wajahnya membayangkan rasa khawatir. Tegang.

- Nyoba Busono Jiwo melemparkan copy-nya ke lantai. Merenung sejenak, lalu tersenyum kepada Sulastri. Suasana lega.

- Cipto Jati melemparkan copy-nya ke lantai.

- Roso Jati melemparkan copy-nya ke lantai.

- Kleopatra membuka tasnya, mengambil buku harian Mulyono yang asli dan melemparkan ke lantai

- Mulyono memandang Kleopatra dengan penuh rasa terima kasih.

Lalu memungut buku itu. Kemudian berjalan menghampiri Sulastri dan menyerahkan buku itu kepadanya. Sulastri menerima buku itu, tetapi segera wajahnya berpaling kepada bibinya. Tegang. Bibinya tersenyum dan memegang tangannya. Suasana bahagia,

    - Sulastri dan Mulyono saling bertatapan.

TAMAT

  • Atmojo adalah penulis yang meminati bidang filsafat, hukum, dan seni.

###

 

Ikuti tulisan menarik atmojo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler