x

Ilustrasi: agefotostock.com

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 2 Februari 2023 06:47 WIB

Babad Pancajiwa 4; Pertiwi di Puncak Tertinggi

Tak banyak khalayak tahu bahwa sesungguhnya penguasa de facto kerajaan raksasa Media Lima bukanlah tuan Sanchaka tapi gadis selikuran putrinya, Pertiwi. Tiwi—Pertiwi—nan mungil dengan lensa kembar kebesaran bertengger di hidung alit namun mancung gagang alloy super ringan menyangkut di rambut ikal diikat karet warna-warni.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tak banyak khalayak tahu bahwa sesungguhnya penguasa de facto kerajaan raksasa Media Lima bukanlah tuan Sanchaka tapi gadis selikuran putrinya, Pertiwi.

Tiwi—Pertiwi—nan mungil dengan lensa kembar kebesaran bertengger di hidung alit namun mancung gagang alloy super ringan menyangkut di rambut ikal diikat karet warna-warni.

Bersembunyi sebagai bayang samar di balik gemerlap kharisma ramanda, Tiwi mengelola tiap gigi roda sumbu dan pasak Media Lima menjadi monster gergasi tak tertandingi.

Kali ini Tiwi tak berada dalam kamar kerjanya yang lebih luas dari dua kapling tanah untuk rumah keluarga kecil menengah daerah urban masa kini.

Tidak juga di ruang strategi tempat penjual mimpi bertarung menawarkan ilusi untuk diproduksi segera hingga layak tayang di layar televisi musim depan nanti.

Di puncak tertinggi Menara Media Lima Tiwi berada merasakan angin sejuk membeku belulang membiru bibir tapi ia tak sudi menyingkir menunggu dengan sendiri.

Sinar terang menyorot lembayung langit senja dari sisi helipad seakan memanggil pahlawan rahasia menyambut kedatangan puma terbang jadi tanda titik henti.

Tiwi memantau lintas komunikasi waswas mencengkeram usus mengembang asam lambung yang tak dihiraukan karena desau radio serupa adanya sunyi.

Berputar perlahan menatap dari landasan heli Menara Media Lima labirin beton kaca laksana kurcaci-kurcaci diam mengepung puncak tertinggi.

Dan ketika sebuah noktah perak menjelma nyata di langit Timur kelabu asanya menguar genangan di sudut bola mata tengara lega meyakini hidup Bayu dan Geni.

Ada gejolak amarah cemas rindu mengaduk jadi satu mengudak isi perut tak henti-henti disiksa jadwal makan tak tentu alami sehari-hari bagi sang sibuk seperti Tiwi.

Heli mendarat empuk angin melepas karet kuning dari ikal kuncir Tiwi dan Bayu melompat turun membuka pintu untuk Geni dan seakan membaca Tiwi ujar sependek embun pagi: "ganti frekuensi...."

 

 

BERSAMBUNG

 

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu