x

Jati diri Sunda adalah saling menghormati dan memaafkan

Iklan

dudi safari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Februari 2023

Minggu, 19 Maret 2023 08:21 WIB

Peran Bahasa Sunda di Komunitas Suku Sunda

Dalam perkembangan selanjutnya, Bahasa Sunda juga telah memiliki sistem tulisan dan tata ejaan sendiri yang disebut Aksara Sunda. Sistem tulisan ini telah digunakan sejak abad ke-14, dan digunakan hingga saat ini dalam penulisan Bahasa Sunda. Peranan Bahasa Sunda bagi Suku Sunda adalah sebagai perekat antar warga, lebih dari itu bahasa Sunda asli adalah bahasa yang egaliter dan demokratis.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bahasa Sunda adalah salah satu bahasa yang digunakan di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya. Bahasa ini memiliki sejarah dan asal-usul yang panjang, dan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor sejarah dan budaya di wilayah tersebut.

Menurut beberapa ahli, Bahasa Sunda berasal dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, yang juga menjadi dasar dari bahasa-bahasa lain di Indonesia seperti Bahasa Jawa, Bahasa Bali, dan Bahasa Melayu. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa Bahasa Sunda memiliki pengaruh yang kuat dari bahasa-bahasa lain seperti bahasa Sanskerta, Jawa Kuno, dan bahasa Arab.

Asal-usul Bahasa Sunda bisa ditelusuri dari masa Kerajaan Sunda yang pernah berdiri di wilayah Jawa Barat pada abad ke-4 hingga ke-16. Bahasa Sunda pada masa itu digunakan sebagai bahasa kerajaan dan bahasa perdagangan, dan memiliki pengaruh yang kuat dari bahasa Sanskerta.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain itu, pengaruh bahasa Jawa juga sangat kuat pada Bahasa Sunda. Hal ini disebabkan oleh adanya hubungan dagang dan politik antara Kerajaan Sunda dan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur pada masa lampau. Pengaruh bahasa Jawa terlihat dari kosakata dan tata bahasa yang digunakan dalam Bahasa Sunda.

Pengaruh agama Islam juga memengaruhi perkembangan Bahasa Sunda. Pada abad ke-16, Islam mulai masuk ke wilayah Jawa Barat dan menjadi agama yang dominan. Hal ini menyebabkan pengaruh bahasa Arab pada Bahasa Sunda, terutama pada kosakata yang terkait dengan agama.

Pada masa kolonial Belanda, Bahasa Sunda mengalami pengaruh yang signifikan. Bahasa Belanda digunakan sebagai bahasa resmi, dan Bahasa Sunda dianggap sebagai bahasa yang kurang penting dan hanya digunakan sebagai bahasa sehari-hari. Hal ini menyebabkan pengaruh bahasa Belanda pada Bahasa Sunda, terutama pada penggunaan istilah-istilah dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan.

Meskipun demikian, Bahasa Sunda tetap menjadi bahasa yang penting dan banyak digunakan oleh masyarakat di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya. Bahasa Sunda memiliki keunikan dan kekayaan budaya yang tersimpan dalam kosakata dan tata bahasanya, dan menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat di wilayah tersebut.

Dalam perkembangan selanjutnya, Bahasa Sunda juga telah memiliki sistem tulisan dan tata ejaan sendiri yang disebut Aksara Sunda. Sistem tulisan ini telah digunakan sejak abad ke-14, dan digunakan hingga saat ini dalam penulisan Bahasa Sunda.

Dengan demikian, Bahasa Sunda memiliki sejarah dan asal-usul yang panjang, yang dipengaruhi oleh banyak faktor sejarah dan budaya di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya. Bahasa ini tetap menjadi bahasa yang penting dan menjadi bagian dari identitas budaya.

Awal Mula Undak Usuk Basa Sunda

Sebelum abad ke -17 Urang Sunda belum mengenal apa itu Undak-Usuk Basa. Namun saat beberapa kerajaan Sunda dijajah oleh kerajaan Mataram maka akulturasi budaya terkhusus dalam bahasa sangat drastis sekali perubahannya.

Pada masa pra penjajahan tatar Sunda, masyarakat sunda kala itu masih hidup dalam kebiasaan no maden atau biasa dikenal dengan istilah ngahuma yang menyebabkan masih terbatasnya interaksi sosial antar masyarakat.

Urang Sunda kebanyakan bermukim di pegunungan-pegunungan dan membentuk komunitas sosial terbatas.

Saat Mataram menyerang beberapa kerajaan Sunda di antaranya kerajaan Galuh tahun 1595 M dan kerajaan Sumedang Larang Tahun 1620 M, mulailah ada perubahan signifikan dalam ragam budaya termasuk berbahasa.

Mulai terlihat perbedaan status sosial yang diaplikasikan dalam berbahasa. Bagaimana kita berlaku, dengan siapa kita berbicara semua mulai diatur.

Ada kata-kata kasar, sedang dan halus. Semua penerapannya harus jelas dan jangan salah jika salah maka telah melanggar strata sosial yang telah ditentukan.

Undak-Usuk Basa Sunda (UUBS) sejatinya menyadur gaya berbahasa orang-orang Jawa karena orang Jawa sudah mengenal lebih dahulu tata bahasa yang tertera dalam Unggah Ungguh Boso Jawa.

Bukti bahwa orang Sunda belum mengenal undak usuk basa saat sebelum datangnya para penjajah ke tatar Sunda adalah pada sebuah teks carita Parahyangan yang ditulis pada abad ke-16 M.

Teks tersebut berbunyi, “Sadatangna sang apatih ka Galunggung, carék Batara Dangiang Guru, “Na naha béja siya, sang apatih?”. “Pun kami dititah ku Rahyang Sanjaya ménta piparintaheun adi Rahyang Purbasora.”

Jika orang-orang Sunda sudah mengenal Undak Usuk Basa dari dulu tentu saat menceritakan narasi di atas UUBS itu sudah diberlakukan. Namun nampaknya hal itu belum ada karena ada beberapa kosakata yang jika dilafalkan menurut UUBS akan banyak pertentangannya. Antara lain kata carék yang merupakan dialek kasar dan tidak pantas untuk diterapkan pada seorang berkasta Batara.

Kata kasar lainnya yang terdapat pada teks di atas adalah kata Siya, dititah, ménta dan piparintaheun. Semua kata tersebut sangatlah kasar menurut UUBS. Jadi jelaslah bahwa sebelum abad ke-17 M Urang Sunda masih berdialek dengan bahasa bebas.

Masih banyak teks-teks lainnya yang merujuk kebebasan dalam berbahasa di kalangan Urang Sunda yang menandakan orang sunda yang egaliter dan demokratis.

Lantas siapakah yang memulai dalam penerapan bahasa Sunda dengan memakai Undak Usuk Basa ini? Tiada lain adalah para ménak (pejabat) dan para Bupati yang waktu itu harus séba (memberi upeti) setiap tahunnya ke kerajaan Mataram.

Dari sinilah para Bupati dan ménak itu berinteraksi langsung dengan adat budaya Jawa Mataram. Lebih jauhnya para ménak Sunda itu menganggap bahwa bahasa Sunda adalah bahasa kelas rendah, bahasanya rakyat jelata sehingga tak pantas dipakai untuk kalangan ningrat.

Dalam hal surat-menyurat pun mereka lebih senang menggunakan bahasa Jawa dengan memakai Unggah Ungguh Boso Jawa.

Stratifikasi kasta bermula dari akulturasi budaya termasuk di dalamnya bahasa dari ajaran Hindu ke masyarakat kala itu.

Stratifikasi itu tergambar melalui kasta dalam ajaran Hindu yakni Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra.

Pengaruh stratifikasi ini terbawa saat Mataram Islam menyerang kerajaan Sunda di abad ke-17. Pengaruh budaya Mataram sangat kental memengaruhi budaya lokal pemerintahan Sunda dan rakyatnya, tak terkecuali dalam hal bahasa. Bahasa Jawa dan istilah-istilah Islam mulai membaur dengan bahasa Sunda.

Esensi Bahasa Adalah Egaliter dan Demokratis

Pengaruh bercampurnya kosakata bahasa asing dengan bahasa Sunda sedikit banyak merabut akar dari bahasa Sunda itu sendiri.

Sebelumnya bahasa Sunda adalah bahasa yang penuh dengan egaliter yakni berlaku kepada siapa saja tanpa pandang bulu apakah dia berkasta rendah atau tinggi.

Setelah adanya penyerangan militer asing dan membawa budaya baru bahasa sunda pun mulai memakai Undak Usuk Basa.

Perbedaan strata sosial ini lebih menganga saat pemerintah Belanda menginvasi Nusantara tak terkecuali tanah Sunda.

Rakyat Sunda menjadi budak dari tuan-tuan penjajah, kaki tangan kolonial pun tak segan memosisikan dirinya sendiri sebagai tuan tanah terhadap rakyatnya.

Sampai akhirnya masa penjajahan pun berakhir dan ménak-ménak yang ada di Nusantara menggabungkan diri dalam satu Nation State yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekat-sekat status sosial itu masih tetap saja ada.

Bahasa halus yang saat awal perkenalannya digembar-gemborkan oleh para ménak sebagai penghormatan rakyat jelata kepada mereka seakan mereka berkata: “Yeuh, Aing ménak. Lo jangan ngomong sembarangan sama Gue! Lo kudu punya tatakrama! Mulai sekarang, ngomong sama Gue harus dibedain dengan ngomong sama binatang! Ngerti?” (pamulihan.wordpress.com).

Sampai kapankah Undak Usuk Basa Sunda akan bertahan? Selama mode produksi yang ada tetap melahirkan segregasi antar kelas sosial dalam kehidupan manusia, maka selama itu pula seluruh aspek kebudayaan masyarakat (termasuk bahasa) akan terus memisahkan relasi manusia berdasarkan sekat-sekat status sosial ekonomi tertentu. (berdikarionline.com).

Bagi Urang Sunda khususnya bahasa Sunda adalah bahasa pemersatu suku Sunda, tidak bisa digeneralisir bahwa masyarakat Sunda mempunyai pemahaman yang sama terhadap Undak Usuk Basanya. Sebagian masyarakat Sunda pesisir dan pedalaman justru masih perlu dilakukan banyak sosialisasi tentang UUBS ini.

Antar penduduk Sunda pun belum tentu memahami kata perkata dari semua wilayah yang ada di kawasan Sunda yang kini terkonsentrasi dalam sebuah provinsi Jawa Barat.

Di satu tempat bisa jadi kata manéh (kamu) itu biasa saja atau standar, tapi di tempat yang lain bisa saja kata manéh itu terkesan kasar. Urang Sunda harus tetap belajar ngamumulé (memelihara) bahasa ibunya sendiri agar tidak tergerus zaman. Saling menghormati dan memaafkan adalah watak asli Urang Sunda.

Wallahu’alamu.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik dudi safari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler