Cembrengan, Pesta Ketika Musim Giling TebuTiba

Jumat, 31 Maret 2023 06:48 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Perahu Otok-otok
Iklan

Cembeng atau Cembengan atau ada yang menyebutnya Cembrengan adalah merupakan kegiatan ritual dan perayaan keselamatan sebelum pabrik gula mengadakan musim giling. Hampir semua pabrik gula di Jawa terutama yang pabriknya berasal dari peninggalan Belanda mengadakan acara Cembeng. Kalo di daerah kawasan Solo dan sekitarnya ada yang menyebutnya ritual selamatan giling. Konon muasalnya, sejarah Cembengan, berasal dari budaya China “Cin Bing” yang berarti hari ziarah. Pada jaman penjajah Belanda, pekerja pabrik keturunan Tionghoa melakukan ritual ziarah kepada leluhur

Cembrengan merupakan akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa yang hingga kini masih eksis dilakoni. Ritual ini tak hanya  diperingati untuk ritual ziarah kubur. Karena tradisi  budaya Cembeng  hinggga kini di beberapa Pabrik Gula di pulau Jawa tetap digelar sebagai pesta  penanda dimulainya musim giling tebu.Biasanya Cembrengan digelar antara bulan April – Juni, ketika musim giling tebu tiba.

Cembeng atau Cembengan atau ada yang menyebutnya Cembrengan adalah merupakan kegiatan ritual dan perayaan keselamatan sebelum pabrik gula mengadakan musim giling. Hampir semua pabrik gula di Jawa terutama yang pabriknya berasal dari peninggalan Belanda mengadakan acara Cembeng. Kalo di daerah kawasan Solo dan sekitarnya ada yang menyebutnya ritual selamatan giling. Konon muasalnya, sejarah Cembengan, berasal dari budaya China “Cin Bing” yang berarti hari ziarah. Pada jaman penjajah Belanda, pekerja pabrik keturunan Tionghoa melakukan ritual ziarah kepada leluhur

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Cembrengan di Pabrik Gulo Mojo

Di Sragen, tak jauh dari Pasar Bunder masih berdiri kokoh Pabrik Gula (PG) Mojo.Pabrik ini didirikan pada tahun 1883 hingga kini masih menghidupi rakyat sekitar Sragen. Ini tentunya sesuai dengan pesan Mangkunegoro IV dalam prasasti yang tertulis di depan gerbang PG Mojo.

Pabrik iki openono, sanajan ora nyugihi, nanging nguripi.  (Pabrik ini urusi, biar tidak membuat kaya, tetapi menghidupi).

Demikian pesan singkat Mangukunegoro IV yang tertulis di depan gerbang Pabrik Gula (PG) Mojo, Sragen, Jawa Tengah. Pesan itu masih melekat dan menjiwai para pegawai Pg Mojo Buktinya pabrik yang didirikan pada tahun 1883 ini masih tegak berdiri dan bisa menafkahi para penduduk dan petani tebu di kabupaten Sragen.

Bianglala di Cembrengan

 

Aktivitas penggilingan tebu dan tradisi Cembrengan menjemput musim giling tebu masih berlangsung lestari. Dalam perkembangannya, rangkaian tradisi Cembengan juga digelar di PG Mojo , Sragen, Jawa Tengah. Di PG Mojo, Sragen, Cembeng biasanya dilakukan bulan April atau Mei biasanya perayaan berlangsung sekitar 15 hari.  Sudah menjadi tradisi, setiap awal musim giling tebu, pabrik gula (PG) Mojo, Sragen, menggelar pesta cembrengan. Pesta selamatan giling tebu itu digelar beberapa hari sebelum giling dimulai. Selamatan cembrengan itu digelar di bekas emplasemen lori yang berdekatan dengan PG Mojo yang berada di pusat kota. Acara ini juga diadakan untuk perayaan panen raya tebu. 

Areal seluas sekitar 10.000 m2 itu disulap menjadi pasar tiban yang sarat dengan berbagai hiburan, juga penjaja barang dan jasa. Kegiatannya meliputi;  ziarah ke makam mbah Paleh, dan mbah Krandah. sebuah makam yang terdapat di sekitar pabrik gula Sragen. Mbah Paleh dan mbah Krandah sendiri menurut sejarah merupakan  pengikut Kyai Adipati Djaengrana dari Surabaya (Jawa Timur) yang ditakuti oleh Belanda sebelum pabrik Gula Mojo, (PG Mojo) Sragen dibangun.

Pada kegiatan Cembengan  selain ziarah ke makam mbah Paleh dan Mbah Krandah, juga diadakan selamatan  giling yang dilakukan di pabrik gula dan biasanya ditaja kesenian tradisional seperti; kuda kepang atau reog. Sedangkan pada malam harinya  digelar pertunjukan  wayang kulit.  

Dalam puncak acara dalam ritual selamatan giling tersebut dilakukan kegiatan  methik (pemetikan) tebu temanten sampai dengan penggilingan tebu temanten.Tebu temanten tersebut terdiri dari tebu lanang (laki-laki) dan tebu wedok (perempuan) yang dipethik dari kebun tebu. Kemudian tebu tersebut diletakkan di kantor tebang angkut yang terletak di kompleks PG Mojo.

 Selanjutnya, setelah uborampe (perlalatan) upacara selamatan lengkap, dipanjatkan doa bersama yang dipimpin oleh seorang modin dengan ujub (niat) diberikan keberhasilan sehingga memperoleh keuntungan dan keselamatan karyawan dan mesin-mesinnya agar pelaksanaan giling (proses produksi) berjalan lancar dan selamat, sehingga dapat mencapai target produksi.

Pasar Malam dan Kenangan

Perayaan ini ditujukan untuk buruh pabrik dan masyarakat sekitar. Perayaannya dimeriahkan dengan pasar malam berupa hiburan berupa wahana-wahana permainan komedi putar, bianglala, ombak banyu, kora-kora, tong setan, kereta-keretaan, permaianan air dan banyak lagi. Sedangkan untuk pasar rakyat selain tersedia sandang murah, aksesoris juga tersedia kuliner jadul hingga kuliner modern seperti kerak telor, kue terang bulan, dawet, pentol, cilok,harum manis, es dawet, hingga humburger, cappuccino cincau, pizza dan hot dog.

Wahana Tong Setan

Di Cembrengan juga bisa kita temukan penjual mainan jadul yang jadi memorilibia dan kenangan masa kanak-kanak  seperti; kapal air, mobil-mobilan dan pistol-pistolan dari  kayu, wayang,  dan aneka celengan dari tanah liat.Ada hiburan pentas dangdut, para penjaja barang kerajinan sampai warung makan.

''Itu pesta rakyat yang menawarkan berbagai hiburan dan makanan dengan harga murah,'' tutur Ny Siwi Harjani (50), warga Kampung Mojo yang sudah puluhan kali menikmati cembrengan. Ditambahkannya, para pedagang makanan, pakaian, ataupun jasa hiburan datang dari berbagai kota seperti Semarang, Salatiga, Solo, dan Ngawi (Jatim).

Kirab Pengantin Tebu

Ada hal yang unik dalam ritual Cembeng ini yaitu mengarak pengantin tebu. Pengantin tebu ini diibaratkan pasangan Batara Kamajaya salah satu tokoh dalam wayang purwa sosok lelaki yang terkenal tampan, jujur, berhati lembut dan mengasihi istrinya. Sedang dewi Ratih sosok perempuan yang cantik dan juga berbudi luhur.

Dalam filosofi Jawa pasangan pengantin diharapkan untuk hidup rukun ,damai dan setia seperti pasangan Ratih – Kamajaya. Ada kisah lain dari Kediri soal asal muasal tradisi pengantin tebu. Konon sejarah mantenan tebu, bermula dari kebiasaan Raden Sardono yang sangat mencintai tumbuh-tumbuhan. Salah satunya adalah tebu. Dalam hidupnya Raden Sardono tak pernah berhenti untuk mensyukuri hasil bumi ini. Dan, bentuk syukur itu bermacam-macam wujudnya. Tergantung warga yang mau tetap melestarikannya.

 

Hingga suatu saat Raden Sardonhttps://www.indonesiana.id/admin/foto#o berpesan pada sang Istri Dewi Sri, sebagai lambang kesuburan, dirinya harus terus melestarikan segala jenis tumbuhan maupun tanaman. Karena dengan merawat dan menjaga dengan baik, niscaya Sang Kuasa memberikan hasil bumi yang melimpah ruah. Karena itu, untuk menghargai jasa Raden Sardono dan Dewi Sri. Masyarakat petani tebu di Mojoroto Kediri menggelar upacara adat mantenan tebu.

Kirab pengantin tebu dengan dipimpin tokoh adat setempat diarak keliling kampung menuju ke mesin penggilingan. Tradisi ini dilakukan juga sebagai ucapan rasa syukur atas hasil dari penanaman tebu dan juga symbol permohonan berkah keselamatan untuk menggiling tebu jadi gula agar hasil panen melimpah.

Tradisi kirab pengantin tebu ini masih dilakukan di daerah Klaten, Karanganjyar, Cirebon, Sragen, Kediri, Tegal, Kendal, Yogyakarta dan lainnya. Kalau di Klaten dinamakan Kirab Penganten Tebu, di Lumajang Mantenan Tebu, di Kediri Mantenan Tebu  dan di Cirebon KawinTebu. Muara harapannya budidaya tebu dapat berjalan lancar, hasil panen senantiasa melimpah, dan semua orang yang terlibat selamat.

Beberapa harapan inilah yang dijadikan alasan digelarnya acara cembrengan dan mantenan tebu. Yang kiranya dapat menjadi bukti asmara di balik kisah mantenan tebu. Rasa syukur dan harapan warga akan tebu yang dihasilkan dari lahan garapan, melebur menjadi panjatan doa dan berkah dari pada Allah Yang Maha Kuasa.

*) Christian Heru Cahyo Saputro, suka motret, tukang tulis dan suka berbagi kisah tinggal di Semarang

Bagikan Artikel Ini
img-content
Christian Saputro (Christian Heru Cahyo Saputro)

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler