x

Iklan

Bachtiar R. Pudya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Mei 2023

Kamis, 15 Juni 2023 08:01 WIB

Sahabat Emas

Cepat-cepat ku bereskan semua pakaian dan peralatan pribadiku ke dalam ransel kesayanganku. Aku sadar, tidak lama lagi akan ada orang yang mencariku dan itu akan dapat membahayakan orang-orang yang aku sayangi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Masih terngiang di telingaku akan sumpah serapah, tamparan dan makian pedas dari bapak. ku lirik kakak dan adik perempuanku pun tampak ketakutan, menyaksikan amarah bapak. Sementara ibu yang melahirkan aku hanya mampu menangisi memintakan maaf dan ampun kepada bapak, Diam dan tunduk hanya itu yang bisa aku lakukan.

Cepat-cepat ku bereskan semua pakaian dan peralatan pribadiku ke dalam ransel kesayanganku. Aku sadar, tidak lama lagi akan ada orang yang mencariku dan itu akan dapat membahayakan orang-orang yang aku sayangi.

 Saat aku keluar, tiba-tiba ibu memelukku, sambil terus menangis, ia memasukkan amplop dan kantong kecil ke dalam ranselku, “Ton, gunakanlah sebaik mungkin, hanya ini yang bisa ibu berikan, ingat Ton, bapakmu sangat menyayangimu, semoga Tuhan melindungimu.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ku anggukkan kepala dan langsung pergi setengah berlari menuju sepeda motor yang sengaja aku sembunyikan. Seiring azan subuh, cepat-cepat ku tinggalkan kota yang telah melahirkan aku, hanya satu tujuanku Jakarta.

 

Setelah 8 jam menyusuri jalur pantura, aku pun tiba di Jakarta, kususuri jalan dengan google map menuju rumah Hengky, sahabatku. Sudah 5 tahun lebih kami tak bertemu langsung, facebook menjadi media silaturahmi yang mempertemukan sahabat sejak di masa SMP dulu.

Sesampainya di rumah Hengky, aku hanya diberi kesempatan untuk mandi dan segera diajak pergi menuju ke tempat kerjanya di Jakarta Utara. karena aku tidak tahu mesti kemana lagi, maka mau tidak mau aku pun mengikutinya saja.

“Ton, sementara lu kerja di sini dulu kaya gue, lu juga bisa kok tinggal di sini sementara, sambil nanti cari kos-kosan dekat-dekat sini. Gue yakin di sini lu bakalan aman. “ ucap hengky menenangkan aku.

Aku sadar, nggak akan mungkin Hengky menyembunyikan aku, semetara keadaan keluarganya juga tidak beda jauh dengan kehidupan ku selama ini. Maka, aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum, “Thank bro! aku benar-benar berterima kasih”

 

Dan semenjak saat itu aku mulai bekerja menjadi badut di Dufan, Ancol. Keadaan memaksa aku untuk cepat beradaptasi,  selain untuk  bertahan hidup juga ditempat ini aku bisa melupakan peristiwa yang mengakibatkan aku harus pergi meninggalkan kota kelahiranku.

Tidak terasa aku sudah 2 tahun lebih bekerja menjadi badut  di Dufan Ancol. Hingga pada suatu ketika terjadi peristiwa penyerangan seorang tamu di tempatku bekerja oleh sekelompok orang yang dikenal sebagai gerombolan kapak merah.

Awalnya aku tidak memperdulikan peristiwa penyergapan dan penyerangan tersebut. Tapi saat kulihat sahabatku Hengky yang pada awalnya hendak melerai, malah menjadi bulan-bulanan gerombolan tersebut. Aku pun terpaksa terlibat dan ikut berkelahi menyelamatkan sahabatku.

Tak berapa lama kami pun berhasil mengusir gerombolan kapak merah tersebut, meski harus dengan babak belur. Beberapa orang pun mulai mendekati kami untuk memberikan pertolongan.

 

Kami bertiga segera ke rumah sakit untuk mengobati luka-luka yang sudah terasa perih, akibat sayatan senjata tajam yang cukup dalam. Kurang lebih 15 menit kami bertiga sudah dalam perawatan dokter. Meskipun dokter menyarankan untuk rawat inap, akhirnya kami bertiga pun memutuskan untuk berobat jalan saja.

Kemudian kami bertiga pun saling berkenalan, yang kemudian kami ketahui tamu yang kami bantu tersebut bernama Jason Kusuma Atmaja, seorang putra dari salah satu konglomerat kenamaan di Indonesia.

Tak berapa lama datang beberapa orang yang dengan cepat mengawal Jason untuk segera keluar dari rumah sakit, setelah sebelumnya member kami kartu nama dan segepok uang, sambil berucap, “Terimakasih abang berdua sudah selamatkan saya, mohon diterima. saya akan menemui kalian secepatnya di tempat kalian bekerja, sekali lagi terimakasih.”

 

Setelah Jason pergi, kami pun juga cepat-cepat meninggalkan rumah sakit. Hengky langsung mengusulkan untuk menginap saja dulu di hotel, untuk membersihkan diri sebelum pulang ke rumah. Sesampainya di hotel, Hengky pun langsung menelpon seseorang, “bang, ada kejadian darurat, segera ke hotel Anggrek, tolong bawakan aku 2 stel pakaian lengkap ya! …… aku tunggu di lobby”

Sementara Hengky mengurus administrasi hotel, aku pun duduk dan mulai memperhatikan situasi dan kondisi di sekitar hotel Anggrek. Kewaspadaan pun mulai kami tingkatkan, mengingat bahwa kami sekarang ini menjadi salah satu orang yang kemungkinan besar akan terus diburu oleh gerombolan kapak merah.

Di lobby hotel kami pun duduk dan menunggu kedatangan bang Rudi, sambil menikmati minuman jeruk panas kesukaanku. Ditengah-tengah asyik kami membicarakan kejadian tadi sore, kulihat bang Rudi datang bersama Maya, adik bungsunya Hengky.

Dengan cepat Hengky memberikan kode kepada kami semua untuk segera masuk kamar. Tanpa banyak tanya, bang Rudi dan Maya pun mengikuti langkah kami hingga tiba di depan pintu kamar, Kami semua pun langsung masuk ke dalam. Bang Rudi yang sedari tadi diam langsung bertanya, “Kenapa lu-lu pada hah, bikin repot gua aja, ini baju lu. Sekarang siapa yang mau cerita sama gue duluan, Hengky apa lu Ton?”

“Gini bang, tadi sore ada tamu di tempat kerjaan kami, yang diserang gerombolan kapak merah. yah, terpaksalah kami berantem menyelamatkan tamu, yang ternyata anaknya konglomerat Bayu Kusuma Atmaja.” jawab Hengky sambil menahan sakit di beberapa bagian tubuhnya.

“Maya, lu bantuin si Anton gi, kalau ngga ada dia udah mampus abang lu ini!” ujar Hengky kepada Maya yang bingung melihat abangya dan Anton temannya babak belur.

“Iya bang” jawab Maya cepat dan langsung menghampiri aku

‘Ton gua keluar dulu sama bang Rudi…. ada sesuatu yang mau kami urus. gue jamin lu aman kok di sini.” lanjut Hengky sambil berdiri dan berjalan keluar kamar, diikuti bang Rudi

 

Dengan cepat Maya mulai membantuku melepaskan baju yang sudah compang camping dan terkena banyak noda darah. Aku hanya bisa menahan napas ketika, maya membersihkan luka dan darah yang ada di punggungku.

“Sakit yang bang” tanya Maya dengan cepat, saat melihat aku meringis, menahan perih akibat terkena cairan  pembersih luka dan olesan obat.

Aku hanya bisa menganggukan kepala sambil terus menahan perihnya luka terkena sabetan pedang, lumayan dalam dan panjang, yang cukup membuat aku banyak kehilangan darah. 34 jahitan terpaksa aku terima, efek obat sudah mulai menyerang, sehingga aku tidak mampu menahan rasa kantuk dan tertidur….

Saat terbangun, kulihat Hengky dan bang Rudy masih duduk mendiskusikan sesuatu yang asing sambil terus memandangiku. Melihat aku mulai coba bergerak, Hengky pun dengan cepat memberikan kode supaya aku tetap diam dan tenang.

Kulirik di sampingku Maya tertidur sambil memegang tangan kananku. Di saat aku kebingungan dengan apa yang harus akau lakukan, kurasakan Maya mulai bergerak, reflek aku pura-pura masih tidur.

Sedikit kaget ketika kurasakan tanganku basah, terkena air mata maya yang jatuh menetes di punggung tanganku.. Aku membiarkan saja hingga Maya mulai mencium tanganku. Hingga kemudian terdengar suara bang Rudi, “Eh mendingan lu berdua nikah aja gi.”

 

“Bangun lu Ton! teriak Hengky sambil lempar handuk basahnya.

Terpaksa ku buka mata sambil melempar balik handuk basah ke Hengky. Sementara Maya langsung kabur entah kemana. Aku pun langsung bertanya, “Maksudnya gimana.”

“Gini, Ton dulu waktu lu datang ke rumah gue, lu kagak gue kasih nginep. Alasannya gue takut si Maya yang semenjak ingusan udah kesenagsem ame lu. Jadi sama bang Rudi disaranin kalian berdua nih mesti berjauhan. kalo emang lu ame maya berjodoh pasti ada jalan buat kalian. Nah, gue mo tanya ame lu sekarang, mau nggak lu nikah ame si Maya, ngga perlu sungkan ame gue dan bang Rudi?” tanya Hengky tanpa basa-basi lagi.

“Baik, aku akan nikahin Maya, kalo dia mau dan ikhlas menerima pernikahan ini.” jawabku sedikit gugup.

“Nah, gimana lu May, udah denger sendiri kan, sekarang terserah lu?” sahut bang Rudi sambil menuntun Maya ke arah kami.

Sedikit menunduk Maya pun menganggukkan kepalanya.

“Ok,Sekarang kita pulang ke rumah!” Lanjut bang Rudi meminta kami untuk segera berkemas meninggalkan hotel.

 

Sesampainya di rumah, Hengky langsung mengajak aku ke kamarnya, “Ton, gue percaya ame elu, gue tahu lu laki-laki yang baik dan sangat cocok buat ngejagain Maya. Dengan begini kita bukan orang lain lagi yang hanya sekedar sahabat, tapi saudara yang saling menjaga.”

“Iya, aku juga senang dan siap jadi laki-laki yang baik buat Maya.” Jawabku dengan tegas.

“Eh, ngomong-ngomong lu dah ada mas kawin buat nikahin maya.” ucap Hengky.

“Ada, ini pemberian nyokap, waktu aku kabur dulu, kata nyokap ini akan menjadi sahabat terbaik, karena emas ini yang akan menjadi penolongmu di saat ada kesulitan.” ucapku sambil mengeluarkan perhiasan emas dan beberapa emas batangan dari kantong tas.

“Ok, bang Rudi mau lu ama Maya nikahnya hari ini juga. Makanya, tadi lu langsung gue tarik ke kamar, Nyokap gue pasti setuju, semenjak bokap meninggal, semua urusan keluarga diserahkan ke bang Rudi. Jadi, sekarang lu siap-siap aja, lu bakal dipanggil kalo penghulunya sudah datang.”  ucap Hengky yang semakin membuat aku terbengong-bengong.

 

Setelah hampir 2 jam menunggu, Hengky pun segera membantu aku berbenah diri. Di ruang keluarga sudah banyak orang yang datang, hanya beberapa orang yang aku kenal, nyokapnya Hengky, bang Rudi dan Maya. Aku hanya bisa menganggukan kepala sambil mengucapkan salam kepada semua orang yang hadir.

Singkat waktu akhirnya aku dan Maya resmi menikah. meski semuanya berlangsung dengan cepat namun pernikahan kami disahkan oleh agama dan negara. Dan semenjak hari itu aku tinggal bersama Maya di rumah Hengky. Meski aku dan istriku berniat mandiri, tetap tidak diijinkan keluar dari rumah, dengan alasan istriku Maya adalah adik perempuan satu-satunya yang akan mereka jaga seumur hidup mereka, sesuai dengan janji mereka, kepada bapaknya Hengky, yang sekarang menjadi bapak mertuaku.

 

Selanjutnya, aku mulai ikut-ikutan berbisnis dengan bang Rudi, sambil mencoba peruntunganku di usaha kuliner, seperti ibu kandungku. Aku cukup bersyukur karena sering diminta ibu untuk membantu meracik berbagai resep istimewanya.

Meski pada tahun-tahun pertama usaha kuliner jatuh bangun dan terseok-seok. Dukungan dan doa dari Maya, istriku lah yang terus memotivasi aku untuk terus berjuang lebih keras lagi. Mengingat sudah ada 2 orang anak buah pernikahan kami.

Hingga pada tahun ketiga usaha kulinerku pun mulai menampakkan hasil. Ilmu bisnis yang diajarkan bang Rudi terus membuat usahaku terus berkembang. Atas  saran bang Rudi dan sahabatku Hengky, maka aku kembangkan menjadi franchise.

 

Peran istriku, Maya yang mengelola keuangan usaha franchise sungguh luar biasa. Sebab dalam setahun kami sudah memiliki 50 gerai yang tersebar di beberapa kota besar di Indonesia. Apalagi ketika Maya, istriku mulai terlibat ke dalam bisnis emas bersama Public Gold.

Kemampuan istriku dalam mengelola keuangan keluarga kami pun semakin berkembang positif. Hingga usaha dan aset kami terus tumbuh berkembang dengan memiliki beberapa apartemen yang sengaja kami sewakan. Selain sebagai investasi masa depan, juga menjadi salah sumber penghasilan pasif kami.

Kami percaya semua kenikmatan dunia yang kami peroleh saat ini karena berkat yang luar biasa dari Tuhan, Sang Maha Kaya. Seperti yang selalu diajarkan para bijak, “Setiap harta dunia yang kita miliki, ada sebagian kecil yang menjadi hak orang lain yang sengaja Tuhan titipkan kepada kita. Maka, jangan lupa berikan hak tersebut melalui zakat sebagaimana yang Tuhan tentukan untuk kita.”

 

Tidak terasa sudah 7 tahun berlalu begitu saja semenjak aku tinggalkan kota kelahiranku. Kabar kesehatan ibu yang memburuk tidak sengaja akubaca lewat media sosial kakak dan adikku. Rupanya ibu mencemaskan aku yang selama ini belum pernah memberikan kabar apapun kepada mereka.. Terimakasih Tuhan masih Engkau ingatkan aku untuk pulang menjenguk ibu dan bapak serta saudara-saudaraku

Rasa syukurku pun semakin bertambah, ketika Maya istriku menyetujui rencanaku menjengauk ibu dan bapak di kampung. Aku akan pulang membawa istri dan anakku, semoga nanti ibu dan bapak menerima dan memafkan kami..

Ikuti tulisan menarik Bachtiar R. Pudya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu