x

Iklan

Sulistiyo Suparno

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Juli 2023

Minggu, 30 Juli 2023 05:28 WIB

Hantu Bosan

Hantu itu muncul saat petang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Halte tua itu begitu kumuh. Dindingnya penuh coretan, empat tiangnya penuh karat, atapnya bolong-bolong, kursinya berdedu tebal, lantainya pecah-pecah, dan tercium bau pesing. Halte itu juga dihuni hantu wanita muda berambut lurus sebahu yang sering muncul saat petang.
Konon, hantu wanita itu adalah seorang ilustrator di sebuah penerbit di Jalan Kenanga. Kantor penerbit itu tak jauh dari halte tua. Setiap petang si wanita berdiri di halte menunggu bus yang akan mengantarnya pulang. 


Suatu petang, ketika si wanita berada di halte, muncul seorang lelaki bertato di lengan, merampoknya. Si wanita berontak, lalu lelaki bertato menusukkan belati ke perut si wanita. Wanita itu tewas dan konon menjadi hantu penunggu halte tua itu.
***
Petang ini, Marina berdiri di halte tua itu. Baginya, halte yang kini kumuh itu bersejarah. Sejak kecil Marina selalu menunggu bus sekolah di halte itu. Hati Marina telah tertambat erat dan apapun yang terjadi, ia tak akan melupakan halte itu.


Beberapa saat kemudian datang seorang lelaki muda, ia tersenyum ketika melihat Marina. Begitu pula Marina tersenyum dan dadanya berdebar melihat ketampanan lelaki muda itu. Ingin Marina berkenalan dengan lelaki muda itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan


Rupanya gayung bersambut. Lelaki muda itu menyapa Marina dan mereka pun berbincang-bincang, sambil menunggu bus datang.


“Kita belum berkenalan. Namaku Reynaldi,” ucapnya mengulurkan tangan. Tetapi Marina hanya tersipu dan menundukkan kepala. Reynaldi mengerti dan menyangka bahwa wanita di depannya itu pemalu. Reynaldi menarik kembali tangannya.


“Aku belum pernah melihatmu. Apa kamu tinggal di sekitar sini?” tanya Marina.


“Aku orang baru di kota ini. Aku bekerja sebagai ilustrator di sebuah penerbit di Jalan Kenanga,” kata Reynaldi.


“Oh, penerbit itu? Aku tahu,” sahut Marina.


Tak lama kemudian di kejauhan tampak bus bercat merah mendekat.


“Itu busku datang,” kata Reynaldi.


“Itu bukan busku,” sahut Marina.


Bus berhenti di dekat halte.


“Sampai jumpa. Semoga kita berjumpa lagi,” kata Reynaldi lalu bergerak ke pintu bus.


“Cepat naik!” seru kernet bus.


Rupanya kernet itu merangkap sebagai kondektur. Sembari meminta ongkos pada Reynaldi, kondektur itu bertanya, “Mas tidak takut di halte itu sendirian?”


“Tidak,” jawab Reynaldi.


“Halte itu berhantu, Mas.”


“Ya, saya tahu.”
***
Petang berikutnya, Reynaldi berdiri di halte tua itu sendirian. Ia tidak melihat Marina, padahal ia berharap bertemu dengan wanita cantik itu. Tak lama kemudian datang seorang lelaki bertato di lengan, merampok Reynaldi. Reynaldi berontak, lalu lelaki bertato itu menusukkan belati ke perut Reynaldi.


Reynaldi tewas. Saat itu pulalah Marina datang.


“Dari mana saja, kamu? Aku menunggumu sejak tadi,” tanya Reynaldi.


“Maaf, aku baru saja dari pesta. Ada temanku yang ulang tahun,” jawab Marina.


“Hantu juga ulang tahun?”


“Iya. Hihihihiiiiiii......”


“Indah sekali tertawamu. Aku suka,” kata Reynaldi tersenyum.


Marina menjulurkan tangan.


“Selamat datang di dunia hantu, Reynaldi yang tampan. Aku senang bisa bertemu kamu lagi,” kata Marina.


“Ya, aku juga senang bertemu denganmu. Mungkin kita bisa menjadi sepasang kekasih,” jawab Reynaldi.


“Dan kita akan membuat urban legend baru di kota ini. Hantu sepasang kekasih di halte tua. Hihihhiiiiii....” Marina tertawa panjang.
***
Halte tua itu makin menakutkan bagi banyak orang. Hantu sepasang kekasih sering muncul di sana, terutama saat petang. Sebenarnya hantu itu tidak mengganggu, hanya muncul saja, tidak melakukan gerakan-gerakan yang menakutkan. Hantu-hantu itu hanya ingin bernostalgia dengan halte tua itu.


“Aku bosan dengan halte ini. Kita pindah saja, yuk?” ajak Marina suatu petang.

“Pindah ke mana?” tanya Reynaldi.


“Ke kantor penerbit tempat kerja kita. Di sana aku punya banyak kenangan. Aku ingin bernostalgia di sana.”


“Aku juga punya kenangan di sana,” sahut Reynaldi. “Tapi aku tidak mau teman-temanku yang masih hidup takut dengan kehadiran kita.”


“Kita ke sana kalau kantor sudah tutup saja. Kukira sekarang kantor sudah tutup,” usul Marina.
“Oke. Aku setuju.”


Marina dan Reynaldi segera melayang di langit kelam menuju kantor penerbit, tempat mereka bekerja semasa hidup.


“Bye bye halte tua,” Marina dan Reynaldi melambaikan tangan pada halte tua itu.
***

Suatu petang, berhenti sebuah mobil van hitam bertuliskan Tim Pemburu Hantu di halte tua itu. Keluarlah seorang lelaki paro baya berambut gondrong, bercelana panjang hitam dan berkemeja hitam. Beberapa lelaki lain juga keluar dari mobil itu.


Mereka melakukan serangkaian persiapan di halte itu. Setelah semuanya siap, si gondrong berdiri di tengah halte, sedangkan seorang lain berdiri di depannya membawa kamera. Syuting siap dimulai.


“Pemirsa,” ucap si gondrong mengawali siaran. “Malam ini saya di halte yang terkenal angker. Konon, di sini tiap petang sering muncul hantu sepasang kekasih. Atas request beberapa subscriber kami, kami akan mengusir hantu-hantu itu.”


Si gondrong komat-kamit, kedua tangannya melakukan gerakan-gerakan naik-turun dan menyilang. Melompat ke sana, ke sini, berjongkong, menggeram, lalu mengambil botol. Si gondrong menaruh botol di lantai halte, lalu ia bergerak cepat ke sudut halte, kedua tangannya melakukan gerakan menarik sesuatu yang sangat berat.


Dengan napas terengah-engah, si gondrong menggerakkan kedua tangannya menuju botol. Lalu dengan gerak cepat ia menutup botol itu. Si gondrong berdiri dengan napas lega, menghadap kamera.


“Pemirsa,” kata si gondrong. “Halte ini sudah aman, tidak angker lagi. Tak ada lagi hantu sepasang kekasih, karena saya telah menangkap hantu-hantu itu. Jangan lupa klik like, comment, dan subscribe di channel kami. Sampai jumpa di perburuan hantu berikutnya.”
***SELESAI***
Sulistiyo Suparno, lahir di Batang, 9 Mei 1974. Karyanya tersebar di media lokal dan nasional. Bukunya yang telah terbit novel remaja Hah! Pacarku? (2006) serta antologi cerpen bersama Bahagia Tak Mesti dengan Manusia (2017) dan Sepasang Camar (2018). Bermukim di Limpung, Batang, Jawa Tengah.

#sulistiyosuparno

#cerpenindonesiana.id

Ikuti tulisan menarik Sulistiyo Suparno lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB