x

bendr

Iklan

Bacho 98'Net

ex-student movement activist 98'
Bergabung Sejak: 21 Juni 2023

Selasa, 15 Agustus 2023 12:58 WIB

Perayaan 17 Agustus di Amerika dan Gerakan Kebangsaan untuk Globalisasi

Mari kita lewati batas-batas internasional tidak lagi dengan bambu runcing dan diplomasi meja bundar, tapi dari tekad bersama untuk membangun bangsa, kegigihan, gotong royong, juga etos kerja. Dan yang terpenting: pantang menyerah! Merdeka atau mati!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Akankah tingginya pengibaran Sang Saka Merah-Putih menjadi ukuran nasionalisme dan kecintaan terhadap kemerdekaan serta cita-cita luhur perjuangan revolusi 1945? Atau nasionalisme adalah darah kita, detak jantung kita dan cucur keringat yang tak lagi perlu diperdebatkan dalam perjalanan mewujudkan cita-cita kemerdekaan 1945?

Hari ini putra-putri bangsa Indonesia melakukan pengibaran bendera Merah-Putih di Balai Kota Philadelphia, Amerika-Serikat. Acara itu dihadiri Wali Kota Philadelphia dan para undangan. Hadir juga konsulat Indonesia di New York dan masyarakat Philadelphia. Sayangnya bapak duta besar belum bisa bergabung karena belum melewati masa pelantikan.

Upacara pengibaran bendera macam ini bukan kali pertama dilakukan oleh teman- teman yang bermukim di Philadelphia.  Mayoritas yang hadir adalah mereka yang telah tingagal di Philadelphia satu dekade atau lebih. Namun perbedaannya, upacara tahun ini adalah milestone pencapaian yang diraih. Upacara bendera bersama warga dan walikota Philadelphia tidak lagi dijadikan sebagai acara formalitas, namun sebuah gerakan kebangsaan yang mempromosikan nilai-nilai budaya, dan falsafah kebangsaan Indonesia: Bhineka tunggal ika.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Deretan acara-acara perayaan kemerdekaan dimulai dari pengibaran bendera di balai kota, pesta rakyat dan budaya, lomba anak-anak dan olahraga, dan berbagai panggung seni. Ada juga bazar beragam jajanan kulinari Indonesia selama Agustus hingga September. Ini menjadi wujud kesungguhan masyarakat menjunjunjung nasionalisme mereka dan berbagi nilai-nilai budaya kepada sesama atau generasi penerus.

Gegap gempita pesta rakyat menyambut kemerdekaan bangsa di luar negri bisa menuai banyak opini baik, positif maupun negatif. Karena kesadaran kebangsaan kita masih kerap diwarnai ketakutan hadirnya kekuatan asing yang lebih dominan dari kekuatan rakyat. Akibatnya segala bentuk relasi dengan asing sering disalah-artikan sebagai pengabdian pada kekuatan asing. Kadang juga diartikan sebagai pengkhianatan terhadap cita-cita bangsa. Juga ada yang berpendapat lunturnya nasionalisme bagai kisah Malin Kundang mengkhianati Ibu Pertiwi.

Aktifnya Indonesia dalam pergaulan internasional telah mengadopsi wacana-wacana globalisasi dan melahirkan gelombang perpindahan penduduk dari Indonesia ke manca negara. Perpindahan yang bersifat sementara maupun permanen. Perpindahan penduduk keluar negri berlangsung secara berkala, dan penetapan pengambilan keputusan untuk menetap biasanya melalui proses panjang dan penuh pergulatan wacana di benak mereka masing-masing. Hampir diyakini pergulatan itu tidaklah mudah karena sampai detik ini perdebatan tentang dwi-kewarganegaraan maih terus berlangsung bak tiada berujung.

Berbeda dengan pergerakan program organisasi dua tahun belakangan ini, selama lebih 20 tahun kita terjebak dalam pembangunan opini yang formalisme. Pendapat itu diprakarsai segelintir kelompok yang dekat dengan sistem kekuasaan dan mereka-mereka yang pernah menjabat dan mencoba melestarikan kekuasaan.  Ada juga yang berharap pemerintahan baru nantinya menghadiahi mereka posisi kehormatan sebagai duta-besar di manca negara.

Kelompok-kelompok semacam ini tidak mampu menjadi bagian dari gerakan masyarakat Indonesia di manca negara. Mereka hanya mampu menghitung persatuan masyarakat dengan mengukur jumlah forum-forum Facebook. Semua pihak mengaku mmeiliki legitimasi tinggi untuk mewakili suara-suara masyarakat di luar negeri. Lalu mereka menawarkan menjadi lobbyist di gedung rakyat bagi yang berkeinginan memiliki kewarganegaraan ganda.

Pola-pola gerilya sosial media dan berbagai tindak-tanduk yang diperuntukan penggalangan dukungan, baik yang bersifat opini atau sumbangan dana pelumas atas mandeknya usulan dwi-kewarganegaraan, merupakan isu-isu usang yang kerap dimainkan untuk kepentingan sesaat. Hal itu membekukan banyak permasalahan-permasalahan warga diaspora Indonesia di luar negri hingga terbengkalai, terlupakan, tertinggal dan terus terseret waktu, tergerus dalam arus perubahan.

Dan ketika tumpukan masalah kita dibuat seolah sirna, bermunculanlah aktor-aktris yang mengaku community leader. Mereka mengaku mewakili kota-kota besar dunia dan mencoba menegosiasikan nasib masyarakat diaspora. Komposisi diaspora ini kira-kira lima juta WNI pemegang paspor dan delapan juta mantan WNI dan keturunan yang tak lagi memegang paspor berlambang garuda. Tanpa cross-check panjang, prihal asal-usul dan berbagai klaim-klaim yang di paparkan, seringkali pemerintah atau pengambil kebijakan memberikan ruang jajak dan dengar pada aspirasi artifisial buatan mereka.

Trauma-trauma ini akan menjadi kendala bagi berbagai gerakan masyarakat di masa mendatang yang mencoba dengan sungguh-sungguh membangun jembatan antara masyarakat Indonesia di luar negeri dengan tanah airnya. Padahal mereka berupaya membangun sinergi dan kolaborasi dengan masyarakat Indonesia luar negri untuk menciptakan gerakan kebangsaan, gerakan budaya, gerakan kemanusiaan dalam platform globalisasi. Kita sebagai bangsa akan turut berpartisipasi menciptakan dan membangun masyarakat global untuk kemajuan bersama di masa yang akan datang.

Selama 25 tahun pasca krisis dan gelombang besar perpindahan penduduk, penting kiranya kita merenungi perjalanan sebagai putra-putri Ibu Pertiwi. Kita perlu membantu menggeser persepsi bahwa mereka yang menempuh pendidikan di luar negeri, atau bekerja di luar negeri, akhirnya teradopsi dengan dengan proses asimilasi atau sistem yang memberi kemudahan bagi mereka. Para dispora ini berkarya, baik itu di industri pesawat terbang atau sebagai pekerja perkebunan, ataupun ibu rumah tangga.

Di tengah gegap gempita perayaan kemerdekaan ini, songsong perjuangan masa depan tidak dengan angkat senjata tapi angkat bicara. Lukiskan dan yakinkan masayarakat di Indonesia bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang tak akan terelakan, dan kita akan bersinergi dan berkolaborasi untuk membangun masa depan Indonesia lebih baik. Generasi A sampai Z memiliki porsi sama memanggul nasionalisme ke masa yang akan datang untuk Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.

Bagi teman-teman sekalian yang berharap tanpa henti untuk terciptanya kebijakan dwi-kewarganegaraan, mari belajar dari kesalahan memilih tim-advokasi. Mari belajar memperjuangkan nasib kita bersama tanpa politisasi. Mari sumbangsih kepada bangsa bisa dimulai dari kesungguhan di titik 0 tanpa menunggu retorika dan komando mereka yang mengaku lobbyist.

Mari kita tunjukan jiwa-jiwa nasionalisme kita, mari kita mulai dengan berbagi dan memberikan yang terbaik untuk bangsa kita, baik sanak famili, kerabat, kaum dhuafa, institusi pendidikan, perkembangan ekonomi, jaringan internasional. Atau bisa juga dimulai dengan membantu mereka-mereka di organisasi Gapura, yang melakukan proyek percontohan gerakan kebangsaan di Philadelphia.

Mari kita semua memulai gerakan global; mempromosikan nilai-nilai terbaik bangsa kita di berbagai bidang, baik itu di bidang industri maju, teknologi, sumber daya manusia baik di bidang profesi kesehatan, IT, pertambangan, kerajinan, pertanian, seni, dan sebagai nya.

Kita lewati batas-batas internasional tidak lagi dengan bambu runcing dan diplomasi meja bundar, tapi dari tekad bersama untuk membangun bangsa, kegigihan, gotong royong, juga etos kerja. dan yang paling terpenting: Pantag menyerah! Merdeka atau mati!

Salam cita-cita Revoulusi 1945.
Terinspirasi dari suara hati nurani rakyat, Agustus 2023.

Ikuti tulisan menarik Bacho 98'Net lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB