x

Ilustrasi Olah Raga. Foto Tempo/Hilman Fathurrahman

Iklan

Zainal Putra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 September 2023

Kamis, 7 September 2023 16:49 WIB

Ayo Berolahraga


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Olahraga adalah kegiatan seseorang dengan sengaja meluangkan waktunya untuk melakukan satu atau lebih kegiatan fisik secara teratur, termasuk di dalamnya berbagai macam permainan, seperti senam, atletik, tenis meja, voli, sepak bola, dll (BPS, 2020). Pada dasarnya olahraga merupakan kebutuhan setiap manusia di dalam kehidupan, agar kondisi fisik tetap bugar sepanjang hari.

Kondisi terkini memperlihatkan banyaknya masyarakat kita yang mengabaikan pentingnya olahraga. Sebagian ada yang beralasan karena sibuk dengan pekerjaan kantor. Sehingga sepanjang hari mereka asyik berkutat dengan rutinitas pekerjaan, bahkan tidak jarang rela melanjutkan pekerjaan hingga larut malam. Padahal apabila mengacu pada pasal 77, UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, jumlah jam kerja dalam satu minggu adalah 40 jam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam artian apabila suatu organisasi menerapkan enam hari kerja dalam satu minggu, maka dalam satu hari memiliki 7 jam kerja. Sedangkan apabila menerapkan 5 hari kerja dalam satu minggu, maka maka dalam satu hari memiliki 8 jam kerja. Melihat ketentuan jam kerja tersebut, sebenarnya masih tersedia waktu luang satu jam sampai dua jam sehari untuk berolahraga.

Namun ironinya, apa yang kita saksikan sekarang adalah berbeda. Masyarakat kita lebih menyukai menghabiskan waktu luang mereka di warung-warung atau cafe. Baik kaum muda ataupun golongan tua. Baik itu siang, sore atau bahkan malam hari sekalipun. Menikmati secangkir kopi dan mengepulkan asap rokok bagi mereka adalah kenikmatan tiada tara. Tempat-tempat seperti itu penuh sesak dengan pengunjung. Bahkan di hari libur sekalipun. Sebaliknya, kini sarana olahraga malah menjadi jarang dimanfaatkan oleh publik.   

Dalam ‘scope’ global, peneliti Dr Pedro C Hallal dari Universidade Federal de Pelotas, pernah melakukan survei di 122 negara seluruh dunia. Ternyata negara yang penduduknya paling malas bergerak adalah Malta, di mana sekitar 71,9% penduduknya tidak aktif bergerak. Sedangkan negara yang penduduknya aktif adalah Bangladesh, karena hanya 4,7% penduduknya yang tidak aktif bergerak.

Survei tersebut juga menemukan bahwa semakin kaya dan sejahtera suatu negara, maka semakin banyak penduduknya yang malas bergerak. Selain itu di banyak negara, penduduk yang tidak aktif bergerak akan meningkat seiring dengan usia dan lebih banyak dialami oleh kaum perempuan, serta pada negara berpendapatan tinggi.

Bagaimana dengan keadaan di Indonesia? Diperoleh informasi bahwa penduduk Indonesia yang aktif berolahraga hanya mencapai 35,7%. Jumlah tersebut merupakan angka yang dimiliki Kementerian Pemuda dan Olahraga berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2018. Angka sebesar 35,7% tersebut masih tergolong minim. Saat ini populasi penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 267 juta orang. Berarti yang aktif berolahraga hanya sebanyak 93,45 juta orang. Sedangkan sebanyak 173,55 juta orang dikategorikan malas berolah raga.

Beberapa faktor penghambat masyarakat berolahraga telah diidentifikasi, diantaranya: (a) motivasi individu yang rendah; (b) faktor lingkungan keluarga atau lingkungan tempat tinggal yang tidak memiliki budaya olahraga; dan (c) belum tersedianya infrastruktur olahraga bagi masyarakat umum secara memadai.

Selama ini diketahui bahwa pemerintah baru sebatas memotivasi dan memfasilitas olahraga prestasi, terutama bagi mereka yang masih dalam masa sekolah/kuliah. Sejumlah biaya pembinaan dan reward telah dicurahkan kepada sektor olahraga prestasi ini. Namun relatif jarang terdengar perhatian pemerintah terhadap segmen masyarakat umum yang menggeluti olahraga tertentu.  

Sementara itu pakar pendidikan kesehatan, Yudik Prasetyo (2013), membeberkan sangat banyak manfaat berolahraga, yakni pertama, mencegah timbulnya penyakit jantung, diabetes, dan osteoporosis, kanker dan obesitas; kedua, mengurangi depresi, stres, kecemasan, meningkatkan kepercayaan diri, meningkatkan kualitas tidur, dan kemampuan untuk berkonsentrasi; ketiga, menjaga kebugaran tubuh dan meningkatkan kualitas kerja jantung dan paru-paru. Keempat, orang yang rajin berolahraga memiliki pergerakan yang lincah dan cepat, serta memiliki otot yang kuat, dan kelima, olahraga dapat meningkatkan kemampuan interaksi dan komunikasi dengan orang lain.

Fenomena Obesitas

Dengan rajin berolahraga bisa mencegah obesitas. Sesungguhnya orang dengan obesitas, organ dalam terutama jantungnya sangat tersiksa. Hal itu karena jantung harus bekerja tiga kali lebih berat dalam rangka menopang tubuh yang melebihi kapasitas. Untuk memompa darah keseluruh bagian tubuh memerlukan tenaga ekstra. Ibaratnya mobil truk yang mendaki Gunung Kapur dengan gigi satu. Sangat berat beban yang dipikulnya.

Sekarang fenomena obesitas telah menjadi epidemi kesehatan di dunia, karena hampir 30 persen penduduk bumi memiliki masalah obesitas. Hasil penelitian Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), Universitas Washington, yang penulis kutip dari https://kebijakankesehatanindonesia.net, melaporkan bahwa 28% orang dewasa dan 47% anak-anak di seluruh dunia mengalami obesitas. Di seluruh dunia terdapat 671 juta orang mengalami obesitas. Mereka tersebar di Amerika Serikat, Cina, India, Rusia, Brazil, Meksiko, Mesir, Jerman, Pakistan dan Indonesia. Indonesia masuk 10 besar negara dengan obesitas tertinggi di dunia.

Kementerian Kesehatan RI, dalam Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) 2018, memberikan pedoman mengenai kategori berat badan seseorang, apakah ideal atau tidak. Untuk kriteria tersebut Kemenkes berlandaskan pada indeks massa tubuh (IMT) atau dalam istilah WHO disebut body mass index (BMI). Apabila IMT < 18,5 kategori kurus, IMT ≥ 18,5 s.d. < 25,0 kategori normal, IMT ≥ 25,0 s.d. < 27,0 kategori berat badan lebih alias gemuk, dan IMT ≥ 27,0 kategori obesitas. Maka berdasarkan IMT, telah menerangkan secara jelas adanya perbedaan antara ‘gemuk’ dengan ‘obesitas’.

Adapun IMT dihitung dengan rumus berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan dipangkatkan dua dalam meter (IMT = BB ÷ TB^2). Cara lainnya adalah dengan pengukuran lingkar perut. Dikatakan obesitas jika ukuran lingkar perut lebih dari 90 cm bagi laki-laki dan lebih dari 80 cm bagi perempuan.

Hasil Riskesdas 2018 yang diterbitkan Kemenkes sangat memprihatinkan kita semua. Dilaporkan bahwa jumlah penduduk dewasa Indonesia yang mengalami obesitas mencapai angka 21,8%. Apabila dikali dengan 267 juta penduduk Indonesia, berarti terdapat sekitar 58 juta orang mengalami obesitas. Di Aceh dilaporkan angka obesitas mencapai 24,4%, melebihi dari angka obesitas nasional. Apabila dikali dengan penduduk Aceh sebanyak 5,3 juta orang, maka terdapat sekitar 1,3 juta orang Aceh yang mengalami obesitas.

Berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih banyak mengalami obesitas dibandingkan laki-laki (perempuan = 29,3%; laki-laki = 14,5%). Berdasarkan tempat tinggal, penduduk perkotaan lebih banyak yang obesitas dibandingkan dengan penduduk pedesaan (perkotaan = 25,1% dan pedesaan = 17,8%). Sedangkan berdasarkan jenis pekerjaan, pegawai lembaga pemerintah sangat tinggi angka obesitas yakni 33,7%, dibandingkan dengan pegawai swasta 21,8%.

Beberapa hasil studi yang dimuat di jurnal ilmiah internasional, menyebutkan bahwa posisi middle manager hingga top manager diberbagai organisasi, relatif mengalami gangguan kesehatan fisik, termasuk di dalamnya obesitas. Dikatakan, gangguan kesehatan fisik dikaitkan dengan ketidakhadiran, menurunnya semangat kerja dan tidak inovatif. Ada juga yang mengatakan perempuan atau pria dengan obesitas, telah memudarkan hampir setengah kecantikan atau ketampanannya. Dampaknya mereka agak terkendala dalam menemukan jodoh.

Sebagaimana disarankan para ahli bahwa memerangi obesitas yang paling baik adalah dengan cara berolahraga secara teratur tiap hari minimal satu jam hingga dua jam. Berolahraga seminggu sekali ternyata tidak ampuh dalam mereduksi obesitas. Jenis olahraga dapat dipilih dari yang berbiaya murah, seperti jogging, sepak bola, dan tenis meja, hingga yang berbiaya relatif mahal seperti golf dan tenis lapangan. Dengan rajin berolahraga, kendati berat badan tidak turun drastis, paling tidak orang dengan obesitas tetap bisa memelihara kebugaran tubuh dan memiliki kondisi fisik prima sepanjang hari.

Atas kerisauan fenomena yang terjadi selama ini, penulis memberikan sejumlah sumbang saran kepada pemilik otoritas, baik instansi pemerintah/BUMN/swasta, yakni pertama, supaya dapat merumuskan sebuah policy yang bersifat ‘memaksa’ pegawainya untuk berolahraga, serta kalau memungkinkan untuk dapat menduduki suatu posisi, wajib dipersyaratkan memiliki berat badan ideal. Hal ini sepertinya penting juga untuk dipikirkan demi melejitkan kinerja dan inovasi organisasi.

Kedua, pemerintah sudah seharusnya menggemakan isu mengolahragakan masyarakat. Implementasinya anggaran untuk sektor olahraga masyarakat umum harus menjadi perhatian. Bahkan disetiap desa sebaiknya wajib memiliki sport center dengan fasilitas memadai.

Untuk diketahui bahwa masyarakat yang rajin berolahraga identik dengan upaya kesehatan preventif. Apabila masyarakat gemar berolahraga, maka masyarakat menjadi sehat. Apabila masyarakat sehat, maka beban anggaran di bidang kesehatan (curatif) dapat ditekan. Banyak orang percaya ‘mencegah lebih baik daripada mengobati’. Mens sana in corpore sano, dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang sehat. Salam olahraga.

(Zainal Putra SE MM adalah CEO Putra Human Capital Learning Consultant. Pernah menekuni olahraga beladiri karate. Sekarang giat berlatih olahraga tenis meja)

Ikuti tulisan menarik Zainal Putra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB