Demi Apakah Harus Begadang?
3 jam lalu
Penurunan fungsi otak terlihat dari melemahnya daya ingat, menurunnya fokus, hingga pengambilan keputusan yang ceroboh.
***
Wacana ini ditulis oleh Taufik Hidayat Hasibuan, Luthfiah Mawar M.K.M., Helsa Nasution, M.Pd., dan Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si. Lalu diedit oleh Aisyah Umaira, Andieni Pratiwi, Andine Mei Hanny, Dwi Keisya Kurnia, dan Naila Al Madina dari IKM 6 Stambuk 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UIN Sumatera Utara.
“Sejak kuliah daring dimulai, saya hampir tiap malam tidur lewat jam dua. Awalnya terasa biasa, tapi lama-lama kepala sering pusing, konsentrasi buyar, dan emosi jadi lebih cepat meledak,” ungkap seorang mahasiswa yang saya wawancarai di sebuah kafe di Jakarta pada awal tahun 2024. Testimoni sederhana ini merefleksikan fenomena yang lebih luas dalam masyarakat modern: kebiasaan begadang yang dianggap remeh, tetapi sesungguhnya menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan fisik maupun mental.
Tidur merupakan kebutuhan biologis mendasar yang sejajar dengan makan dan minum. Ia bukan sekadar jeda dalam aktivitas, melainkan mekanisme vital yang menjaga keseimbangan tubuh, kestabilan emosi, serta keutuhan fungsi kognitif. Namun, kehidupan modern yang penuh tekanan membuat banyak orang lebih memilih begadang. Aktivitas ini sering dibenarkan dengan alasan akademik, pekerjaan, hiburan, bahkan sekadar berselancar di media sosial. Di balik itu, begadang sesungguhnya merupakan pengabaian terhadap salah satu fondasi kesehatan paling utama.
Kualitas tidur tidak hanya dipengaruhi oleh kebiasaan sehari-hari, tetapi juga oleh faktor lingkungan. Pencahayaan kamar yang berlebihan, suhu ruangan yang ekstrem, atau kebisingan yang mengganggu dapat merusak siklus tidur. Menciptakan ruang tidur yang kondusif menjadi langkah krusial dalam menjaga kualitas tidur. Demikian pula pola makan. Mengonsumsi makanan pedas, tinggi gula, atau terlalu berat menjelang tidur dapat menghambat pencernaan dan membuat tidur gelisah, sedangkan pola makan sehat justru mendukung tubuh agar lebih rileks.
Hidayat (2009) menegaskan bahwa tidur yang sehat berperan besar dalam menopang fungsi otak, metabolisme, sistem imun, serta kesehatan jantung. Kurang tidur yang disebabkan begadang mengganggu konsentrasi, menurunkan produktivitas, dan meningkatkan risiko penyakit kronis. Sebuah survei Katadata Insight Center (2023) bahkan mencatat bahwa lebih dari separuh masyarakat Indonesia hanya tidur 4–6 jam per malam, jauh dari standar ideal 7–8 jam. Fakta ini menandakan adanya masalah budaya istirahat yang perlu segera dibenahi melalui kesadaran kolektif.
Begadang yang dilakukan secara terus-menerus berdampak serius. Ia memicu stres, kecemasan, mudah marah, bahkan depresi. Penurunan fungsi otak terlihat dari melemahnya daya ingat, menurunnya fokus, hingga pengambilan keputusan yang ceroboh. Dari sisi kesehatan, begadang meningkatkan risiko hipertensi, diabetes, stroke, serta penyakit jantung. Pola tidur yang tidak teratur juga berhubungan dengan gangguan metabolisme, menyebabkan nafsu makan berlebihan dan meningkatkan risiko obesitas. Lebih jauh lagi, daya tahan tubuh menurun sehingga seseorang menjadi lebih rentan terserang infeksi.
Proses tidur itu sendiri adalah fenomena biologis yang kompleks. Ada dua fase utama yang menjadi penentu kualitas pemulihan tubuh. Fase Non-Rapid Eye Movement (NREM) adalah periode tidur dalam yang berfungsi memperbaiki sel-sel tubuh, memperkuat sistem kekebalan, dan mengembalikan energi. Sementara fase Rapid Eye Movement (REM) adalah periode ketika mimpi terjadi, penting bagi pengaturan emosi, daya ingat, serta fungsi kognitif. Gangguan akibat begadang merusak siklus ini sehingga pemulihan fisik dan mental tidak berjalan optimal.
Paruthi et al. (2016) menekankan bahwa tidur berkualitas bukan hanya soal durasi, melainkan juga konsistensi waktu, kenyamanan lingkungan, dan kedalaman tidur. Tidur sehat ditandai oleh cukupnya durasi (7–8 jam untuk orang dewasa), keteraturan pola tidur, minimnya gangguan terbangun di malam hari, serta rasa segar yang dirasakan saat bangun pagi.
Pada kelompok mahasiswa dan pekerja, begadang sering menjadi strategi instan untuk mengejar tenggat waktu atau menyelesaikan tugas. Namun, penelitian Wulansih et al. (2024) menunjukkan bahwa kualitas tidur yang buruk pada usia produktif berimplikasi langsung pada penurunan konsentrasi, meningkatnya kelelahan, serta risiko penyakit jangka panjang. Tidak jarang, kurang tidur berkontribusi pada turunnya produktivitas, pengambilan keputusan yang tidak rasional, serta meningkatnya risiko kecelakaan kerja maupun lalu lintas.
Untuk mencegah dampak buruk begadang, diperlukan strategi hidup sehat yang sederhana namun konsisten. Membiasakan diri tidur dan bangun pada jam yang sama setiap hari, mengurangi konsumsi kafein serta paparan gawai sebelum tidur, menciptakan ruang tidur yang nyaman dan gelap, serta melakukan relaksasi ringan seperti membaca atau berdoa, merupakan langkah yang efektif. Yang tidak kalah penting adalah pengelolaan beban kerja dan belajar, sehingga tidak ada kebutuhan untuk mengorbankan tidur secara berlebihan.
Pada akhirnya, begadang bukanlah sekadar kebiasaan terjaga hingga larut malam, melainkan ancaman serius bagi kesehatan dan kualitas hidup manusia. Tidur cukup dengan suasana kondusif harus dipandang sebagai investasi jangka panjang, bukan sekadar kebutuhan biologis sesaat. Tidur adalah hak tubuh yang wajib dipenuhi agar manusia dapat hidup produktif, sehat, dan berdaya.
Dialektika mengenai tidur pada hakikatnya adalah dialektika tentang bagaimana manusia menghargai tubuhnya sendiri. Jika tubuh terus dipaksa bekerja di luar kapasitas alaminya, maka peradaban kesehatan yang kita cita-citakan akan runtuh dari dalam. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk menjadikan tidur bukan sekadar pilihan, tetapi prioritas utama dalam pola hidup modern. Sebagaimana pepatah medis menyatakan, “tidur yang cukup adalah obat paling murah sekaligus paling mujarab yang tersedia bagi semua orang.”
Corresponding author: [email protected]

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Demi Apakah Harus Begadang?
3 jam laluBaca Juga
Artikel Terpopuler