x

Iklan

Helwa Najmy Azkya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Oktober 2023

Kamis, 21 Desember 2023 08:04 WIB

Menakar Dampak Ekonomi Pemilu 2024

Pemilu 2024 diprediksi akan mempengaruhi dinamika perekonomian nasional secara temporer. Di satu sisi pola konsumsi akan naik. Tapi di sisi lain investasi akan melambat. Pemilu damai menjadi kunci terhindar dari dampak permanen yang negatif.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemerintah telah mengalokasikan dana perhelatan pemilu sebesar Rp. 11,52 triliun pada 2023 dan Rp.  15,87 triliun pada 2024 yang utamanya diperuntukan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

Kucuran dana tersebut memberikan dampak langsung berupa meningkatnya konsumsi pemerintah dan dampak tak langsung yakni konsumsi masyarakat.

Konsumsi pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) diperkirakan naik 0,75% di 2023 dan 1% di 2024. Sementara Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) juga diproyeksi naik 4,72% di 2023 dan 6,57% di 2024 sebagai dampak dari pengeluaran calon legislatif (caleg).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Angka tersebut berdasarkan perhitungan kasar dari asumsi pengeluaran caleg DPR sebesar Rp. 1 miliar per orang dan caleg DPRD di kisaran Rp. 200 juta. Dengan perkiraan total caleg sebanyak 8.037 untuk memperebutkan 500 kursi DPR RI, 12.372 kursi DPRD Tingkat I, dan 17.510 kursi DPRD Tingkat II.

Kenaikan konsumsi LNPRT dan menurunnya investasi pemerintah secara agregat akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kenaikan konsumsi LNPRT akan berkontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, turunnya investasi pemerintah akan menggerus pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia telah bangkit dari keterpurukan pasca pandemi Covid-19. Setelah sempat terkontraksi hingga minus 2,1 persen di tahun pertama pandemi pada 2020, ekonomi Indonesia bangkit ke angka pertumbuhan sebesar 5,3 persen pada 2022. Kini, faktor Pemilu 2024 membayangi pertumbuhan di 2023.

 

Ekonomi melambat

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko mengasumsikan periode pemilu serentak bisa menambah sekitar 0,1 persen ke proyeksi pertumbuhan ekonomi tahunan yang diperkirakan masih sebesar sekitar 5 persen. Namun, pada saat bersamaan, perlambatan atau menurunnya kinerja investasi bisa menjadi faktor pengurang.

”Mungkin saja konsumsi naik, tetapi investasi turun drastis sehingga memang tahun depan enggak bisa 5,1 persen, bisa jadi tahun depan turun jadi 4,9 persen,” ucapnya.

 

Rendahnya investasi akan dipengaruhi situasi ekonomi dan geopolitik global serta meningkatnya dampak perubahan iklim. Saat ini, dunia dihadapkan pada risiko inflasi tinggi yang membuat suku bunga akan tetap tinggi dalam kurun waktu cukup lama, dengan prediksi hingga 2025.

Isu ekonomi global dan geopolitik membuat investasi mahal karena tidak bisa mendapat hasil yang paling efisien. Lalu, karena isu perubahan iklim, investasi juga akan lebih mahal karena harus mengadopsi atau mengadaptasi perubahan iklim. Karena aspek-aspek itu, investasi akan menyusut signifikan, pasokan investasi ke negara berkembang juga akan terganggu.

Perlambatan investasi juga dipengaruhi situasi politik dalam negeri. Para ekonom sepakat bahwa besarnya ketidakpastian politik di pemilu kali ini dapat memengaruhi iklim usaha di Indonesia.

 

Ketidakpastian politik

Sementara itu, para pelaku usaha menghitung faktor-faktor ketidakpastian yang muncul menjelang dan selama Pemilu 2024. Ketidakpastian ini terutama muncul karena suburnya kebijakan populis dan kebijakan yang didasari oleh transaksi politik di masa Pemilu 2024.

Kebijakan politis bisa menciptakan kerugian dalam bentuk kehilangan peluang usaha (opportunity cost). Pada saat yang sama, kebijakan politik menjelang Pemilu 2024 bisa menjadi beban perusahaan untuk menciptakan kepatuhan (compliance cost) terhadap kebijakan baru.

Kendati sifatnya sangat subyektif namun dapat dipersepsikan sangat luas, hingga memengaruhi keseluruhan ekosistem. Akibatnya, perhitungan dampak opportunity cost-nya atau dampak compliance cost-nya menjadi sulit dilakukan atau membutuhkan waktu lama.

Proses demokrasi ditentukan oleh arah ideologi partai. Namun, partai-partai di Indonesia kini tidak memiliki komitmen dalam mengimplemtasikan ideologi yang bisa dipahami publik. Masalah ini tidak hanya berimplikasi secara jangka pendek, tetapi juga jangka panjang.

Sesungguhnya reformasi itu tidak hanya bisa dikerjakan oleh partai politik, tetapi bisa dimulai dari masyarakat yang ikut berpartisipasi menentukan pilihan yang tepat dalam Pemilu 2024.

 

 

Helwa Najmy Azkya, Mahasiswa Universitas Pembangunan Jaya

Ikuti tulisan menarik Helwa Najmy Azkya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu