BYD Menyengat Pasar Mobil Tanah Air, Sinyal Bahaya untuk Mobil Jepang?

Rabu, 14 Agustus 2024 11:54 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

BYD membukukan pemesanan kendaraan nyaris 2.000 unit sepanjang Juli lalu atau bulan kedua merek asal Tiongkok ini tercatat dalam data resmi Gaikindo.

JAKARTA-Produsen asal Tiongkok, BYD (Build Your Dream), mencatat penjualan yang menurut saya cukup positif di awal kiprahnya di Indonesia. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penjualan BYD dalam dua bulan terakhir melampaui merek-merek yang sudah lama mengisi pasar Tanah Air. 

Di bulan Juni, BYD mencatat pemesanan (wholesales, pengiriman ke dealer) sebesar 1.596 unit. Menempatkannya di posisi 10 terlaris di bulan pertama penjualan. Posisi ini bahkan lebih tinggi dibanding Wuling, merek sesama asal Tiongkok yang sudah berjualan di Indonesia sejak 2017 dengan total pengiriman 964 unit. 

Pengiriman BYD juga menggeser merek asal Tiongkok lainnya, Chery (864 unit), dan nyaris menyamai merek terkenal asal Korea Selatan, Hyundai (1.908 unit).

Wholesales BYD di bulan Juli lebih banyak lagi, total mencapai 1.925 unit (naik 20,6 persen). Total wholesales BYD Juni - Juli sebesar 3.521 unit dengan market share 0,7 persen dari total penjualan nasional. Angka ini menempatkan BYD di peringkat 12 terlaris untuk wholesales di bulan Juni - Juli. Jika diakumulasi, wholesales BYD jauh lebih tinggi dibanding pengiriman Januari - Juli sejumlah merek sekelas yang sudah lama eksis di Indonesia seperti Mazda (2.522 unit), Morris Garage (2.492 unit), KIA (804 unit), Nissan (586 unit), DFSK (506 unit), dan Neta (286 unit).

Di sektor retail, data yang tercatat di Gaikindo baru di bulan Juli, bertepatan dengan penyelenggaraan pameran otomotif GIIAS. Di bulan tersebut, total pengiriman unit ke konsumen mencapai 2.047 unit.

Angka penjualan retail ini menempatkan BYD di posisi 15 merek mobil terlaris di Indonesia dengan market share 0,4 persen. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya pernah bertemu dan berbincang dengan General Manager BYD Asia-Pasifik, Liu Xueliang, di Kantor Pusat BYD di Shenzhen, Cina, akhir Desember lalu. Dia mengatakan bahwa harga mobil listrik BYD akan semakin kompetitif di masa mendatang. Targetnya adalah menyamai harga jual mobil-mobil hybrid dan ICE. 

Jika benar nanti harga mobil baterai listrik BYD setara atau lebih murah dari mobil ICE, sangat mungkin konsumen di perkotaan akan beralih ke kendaraan tanpa bahan bakar fosil ini.  

Amunisi BYD di Indonesia

Juli lalu, BYD merilis mobil listrik M6, mobil keluarga (MPV/Multi Purpose Vehicle) berkapasitas 7 penumpang dengan harga mulai Rp 379 juta. Harga ini lebih murah dibanding Toyota Kijang Innova Zenix hybrid yang dipasarkan mulai Rp 477,6 juta. Juga masih lebih murah dibanding Kijang Innova Reborn tipe G Rp 384,1 juta. 

M6 melengkapi line up BYD di Indonesia setelah sebelumnya meluncurkan tiga model yakni Seal, Atto 3, dan Dolphin. Tiga model ini menggerus pasar mobil listrik yang sebelumnya dikuasi Wuling, Hyundai, Chery, dan MG. 

Seal, Atto 3, dan Dolphin mengisi segmen mobil listrik dengan harga Rp 600 jutaan, Rp 500 jutaan, dan Rp 400 jutaan. Harga ini tergolong kompetitif untuk bertarung dengan kompetitor. 

Permintaan Tinggi di Awal? 

Menarik melihat penjualan BYD di awal mereka masuk Indonesia yang langsung melesat. Situasi ini sebenanya umum terjadi, terutama pada model yang populer dan ditunggu pasar. BYD saat ini menjadi produsen mobil listrik terkenal di dunia dengan total penjualan tahun lalu mencapai 3 juta unit. Dari angka itu, sebanyak 52 persen merupakan mobil plug-in hybrid dan 48 persen mobil bertenaga listrik baterai. 

Mereka juga mengklaim sebagai produsen kendaraan energi baru (New Energy Vehicle/NEV) terlaris di dunia. Sebagai informasi, BYD telah menghentikan produksi mobil bermesin pembakaran internal (ICE) sejak April 2021.

Pertanyaannya, seberapa lama permintaan BYD akan terus tinggi? Nah, di Indonesia, saat ini BYD hanya menjual mobil listrik baterai. Mereka tidak menjualan mobil hybrid, atau setidaknya belum untuk saat ini. Pengiriman pada Juni-Juli bisa jadi merupakan akumulasi dari pemesanan sejak pertama kali dipasarkan pada Februari 2024. 

Saat ini, mobil listrik BYD untuk Indonesia masih dipasok dari Changzhou, Cina. Sedangkan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat, baru akan memulai produksinya pada awal 2026. 

Kenapa euforia sesaat? Saat ini pasar terbesar mobil listrik baterai berada di Jakarta dan sekitarnya. Perkiraan saya sekitar 95 persen penjualan mobil listrik baterai saat ini ada di area Jabodetabek. 

Regulasi ganjil genap di sejumlah ruas jalan utama di Jakarta membuat penjualan mobil listrik baterai meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Sebab, mobil listrik baterai mendapatkan keistimewaan berupa bebas ganjil genap. Selain itu, pajak tahunan mobil listrik juga terbilang murah meriah, setara dengan pajak tahunan motor matic entry level. 

Di luar Jakarta, regulasi serupa belum berjalan. Jadi, masuk akal jika pembeli mobil listrik baterai ingin terbebas dari aturan ganjil genap di atas. 

Menurut saya, penjualan mobil listrik baterai akan berkembang lambat jika tidak diimbangi dengan regulasi seperti salah satunya adalah ganjil genap. 

Serbuan Mobil Cina Membuat Penjualan Meningkat?

Harapannya memang demikian, mobil Cina bisa mendongkrak penjualan mobil di Indonesia. Menurut data Gaikindo, penjualan mobil domestik (wholesales) pada 2023 mencapai 1.005.802 unit, turun 4 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar 1.048.040 unit. 

Sedangkan wholesales Januari-Juli tahun ini baru tercatat 484.235 unit, atau turun 17,5 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. 

Masih mengutip data Gaikindo, penurunan terbesar wholesales Januari-Juli 2024 dialami Honda yang terkoreksi sebesar 36,9 persen, dari 85.318 unit (2023) menjadi 53.838 unit (2024). Kemudian disusul Hyundai yang turun 31.5 persen, dari 20.065 menjadi 13.745 unit. Penjualan Hino merosot 24,2 persen, dari 15.969 unit menjadi 12.105 unit. 

Secara umum, wholesales mobil di semester 1 tahun ini hampir seluruhnya turun. Toyota (-17,5 persen), Daihatsu (-13,7 persen), Mitsubishi Motors (-5,9 persen), Suzuki (-18 persen), Isuzu (-12 persen), Mitsubishi Fuso (-20,3 persen), Wuling (-11,8 persen), Mazda (17,7 persen). 

Meski demikian, terdapat sejumlah merek yang tercatat mengalami kenaikan penjualan seperti Chery (+101,5 persen). Peningkatan penjualan Chery didorong oleh peluncuran sejumlah model baru seperti Omoda series dan Omoda listrik. 

Di sektor retail, rata-rata juga mengalami penurunan meski tak setajam wholesales. Penurunan paling berat di retail dialami Hyundai (-29,8 persen), dari 20.504 unit menjadi 14.395 unit. 

Honda juga anjlok, dari 76.806 unit menjadi 59.390 unit (minus 22,7 persen). 

Secara umum, penjualan retail mobil domestik Januari-Juli tahun ini mencapai 508.050 unit, turun 12,2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu (578.891 unit).

Pemerintah menyebut penurunan daya beli masyarakat pada semester I tahun ini menjadi pemicu menurunnya penjualan sejumlah produk, termasuk di sektor otomotif. 

Menurut penulis, masuknya mobil Cina hingga saat ini belum berdampak signifikan pada penjualan mobil domestik. Selain karena situasi ekonomi, terdapat fenomena di mana saat mobil Cina masuk, ada saja brand non-Cina yang mengalami penurunan penjualan. 
Masih ada sisa enam bulan ke depan untuk melihat bagaimana penjualan mobil-mobil asal Cina, khususnya merek baru yang masuk Indonesia tahun ini seperti BYD, GAC AION, Haval, Tank, BAIC, dan lainnya. 



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Wawan Priyanto

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Urban

Lihat semua