Narkolema: Candu Pornografi, Lima Kali Lebih Merusak Otak daripada Napza

Kamis, 31 Oktober 2024 08:54 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Konten Porno
Iklan

Adi terjangkit narkolema. Remaja 12 tahun ini terpapar virus pornografi. Awalnya, ia kaget dan jijik karena berfungsinya sistem limbik di otak. Lalu, Adi menjadi terbiasa, kecanduan, dan memburu tontonan konten yang lebih vulgar.

Begitulah cara pornografi memengaruhi serta merusak otak dan pikiran kita. Sistem limbik mengatur emosi, juga keinginan makan-minum dan berhubungan seksual. Sistem limbik ini kemudian mengaktifkan zat kimia otak bernama dopamine, yang memberi rasa senang, penasaran, sekaligus kecanduan.

Zat tersebut juga aktif jika orang mengonsumsi narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza). Oleh karena itu, sifat candu pornografi sama dengan sifat candu napza. Otak akan mengingat apa yang membuat Adi senang dan bagaimana ia memperolehnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika Adi mendapatkan pembinaan akhlak, etika yang baik, serta patuh pada norma agama dan sosial, dorongan melihat pornografi meskipun menyenangkan akan ia abaikan. Namun, karena hal itu tidak ada pada diri Adi, ketika ia sedang merasa bosan dan ingin mencari kesenangan, otak akan mendorongnya agar melihat pornografi lagi.

Lama-lama, Adi--setelah bosan melihat jenis gambar yang sama--butuh yang lebih porno untuk memicu rasa senang. Apalagi sekarang, dengan internet, konten pornografi dalam berbagai platform medsos menjadi sangat mudah didapat. Terlebih, Adi--seperti banyak anak zaman now-- dimanjakan orang tuanya dengan smartphone "si setan gepeng".

Pertama, Adi membuka internet dan tidak sengaja melihat gambar yang menjurus ke porno. Berikutnya, ia sengaja membuka lagi untuk melihat yang lebih porno. Awalnya  melihat yang sedikit terbuka, lama-lama yang telanjang; awalnya melihat satu menit, lama-lama satu jam. Adi akhirnya mengalami kecanduan pornografi.

Itulah sekelumit kisah ironi dalam tayangan berjudul “Kerusakan Otak” persembahan Kementerian Sosial (Kemensos) RI di kanal YouTube. Di sini saya ingin berbagi lebih jauh tentang ulasan bahaya pornografi yang, daya rusaknya terhadap otak, setara bahkan bisa lebih dahsyat daripada kecanduan napza.

Bagian Istimewa pada Otak

Tayangan itu dibuka dengan sebuah pertanyaan dan instruksi: “Tahukah Anda otak merupakan bagian tubuh yang paling penting bagi manusia? Sekarang, angkat tangan Anda dan letakkan pada dahi. Tepat di situ (di balik dahi) ada bagian otak yang paling istimewa. Bagian itu disebut prefrontal cortex atau disingkat PFC.”

Menurut peneliti otak Jordan Grafman, PFC hanya ada pada otak manusia sehingga membedakan kita dengan binatang. Bagian ini diciptakan dan dirancang khusus supaya manusia mampu memilih dan memiliki.

Etika PFC berfungsi seperti pemimpin. Ia bertanggung jawab untuk berkonsentrasi memahami benar dan salah, mengendalikan diri, menunda kepuasan, berpikir kritis, serta merencanakan masa depan.

PFC adalah pusat pertimbangan dan pengambilan keputusan. PFC inilah yang membentuk kepribadian dan perilaku sosial. Sayangnya, PFC adalah bagian otak yang paling mudah mengalami kerusakan. Jika PFC rusak maka kepribadian orang bisa berubah.

Rusaknya PFC bisa disebabkan oleh benturan fisik, bisa juga oleh zat kimia seperti terkandung dalam napza. Namun, ternyata, penyebab paling merusak, juga pornografi. Inilah yang disebut “narkolema”, akronim dari “narkotika lewat mata”.

Kebanjiran Dopamine

Bagaimana kerusakan PFC akibat kecanduan pornografi? Secara alamiah dopamin dialirkan dari sistem limbik ke PFC. Orang yang kecanduan pornografi akan mengalirkan dopamine secara berlebihan sehingga membanjiri PFC.

PFC menjadi tidak aktif karena terendam dopamine. Semakin sering PFC tidak aktif, ia akan semakin mengerut dan fungsinya terganggu. Sistem limbik justru akan berkembang semakin besar karena terus mengaktifkan dopamin sehingga kasus seperti Adi cenderung untuk terus menjadi pornogari sebagai kesenangan tanpa takut atas akibatnya jika tidak ditangani segera.

Adi berpuluang besar menjadi pelanggan pornografi seumur hidup dan mengalami kerusakan otak di bagian PFC. Awalnya, ia akan kehilangan konsentrasi, penurunan kemampuan menimbang benar dan salah, serta berkurangnya kemampuan mengambil keputusan.

Lama-lama, besar kemungkinan ia akan melakukan masturbasi, oral seks, hubungan seksual suka sama suka (di luar nikah), dan mudah berganti-ganti pasangan seksual. Pernikahan, dianggapnya tidak penting, pasangan dianggap hanya sebagai objek seksual semata, cenderung merendahkan derajat dan kehormatan lawan jenis.

Selera hubungan seksualnya pun tidak sehat dan seenaknya, kasar, sampai tega memperkosa. Manusia jadi tidak ada bedanya dengan binatang, inilah dampak yang terjadi akibat kerusakan PFC.

Tiga berbanding Lima

Ahli bedah otak Donald Hilton Jr mengatakan, jika difoto menggunakan alat magnetic resonance imaging (MRI), otak yang rusak akibat pornografi memperlihatkan hasil yang sama dengan otak yang rusak karena kecelakaan. Berbeda dengan dampak napza yang merusak otak di tiga bagian, pecandu pornografi yang sudah melakukan hubungan seks dengan anak-anak, mengalami kerusakan otak di lima bagian.

Terbukti, pornografi pada anak lebih bersifat merusak karena PFC belum matang dengan sempurna.  Tapi, untungnya, otak anak yang belum sempurna ini masih mudah dibentuk.

Pengaruh pornografi bisa lebih mudah dihilangkan asal ada usaha untuk memulihkan dengan sabar terutama oleh ayah, ibu, keluarga, dan orang terdekat. Pelajari bagaimana mencegah dan menangani anak yang terkena pornografi.

Mari lindungi generasi kita dari bencana pornografi dan kejahatan seksual. Perhatikan anggota keluarga kita, bagaimana reaksi mereka terhadap tampilan pornografi, apakah sudah seperti kasus Adi?

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Asep K Nur Zaman

Penulis Indonesiana l Veteran Jurnalis

4 Pengikut

img-content

Mr Q

Sabtu, 27 September 2025 06:50 WIB
img-content

Agama, Bola, dan Problem Sosial Generasi Z

Minggu, 21 September 2025 17:20 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler