Sengsara di Awal Merdeka, Mengapa Kini China Begitu Kaya?

Jumat, 15 November 2024 16:25 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Kota Beijing
Iklan

ttransformasi China dari negara miskin menjadi kekuatan ekonomi global didorong oleh reformasi ekonomi, teknologi, dan inovasi. Jangan lupakan juga peran zona ekonomi khusus serta proyek Belt and Road dalam kebangkitan ekonomi China.

***

China sudah menjadi tidak asing bagi telinga masyarakat dunia sekarang ini. mulai dari barang asli China yang membanjiri pasar hingga pengaruhnya dalam geopolitik global yang mampu menjadi kekhawatiran negara-negara barat terkhususnya Amerika Serikat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Padahal, di awal kemerdekaannya, negeri tirai bambu ini mengalami kondisi ekonomi yang sangat sulit dan terpuruk akibat perang, kemiskinan, dan ketidakstabilan politik. Perjalanan China dari negara yang dilanda kesengsaraan menuju negara kaya ini bukanlah perjalanan yang singkat.

Awal Kemerdekaan: 1949 - 1978

Setelah kemerdekaan pada tahun 1949, China berada dalam kondisi ekonomi yang sangat sulit. Perang saudara antara Partai Komunis China dan Kuomintang (KMT) menghancurkan infrastruktur dan ekonomi negara. Pada masa ini, pemerintahan di bawah Mao Zedong fokus pada pencapaian kemandirian ekonomi melalui kebijakan kolektivisasi lahan dan pembangunan industri berat.

Deng Xiaoping

Namun, beberapa program seperti Great Leap Forward (Lompatan Jauh ke Depan) dan Revolusi Kebudayaan justru menyebabkan kekacauan ekonomi dan sosial yang berujung pada kelaparan dan ketidakstabilan. Itu tidak terlepas dari ketidaksiapan SDM China untuk menjadi masyarakat Industri dan pemalsuan angka-angka statistik di lapangan yang membuat para pembuat kebijakan gagal menyadari kesalahan yang mereka buat.

Reformasi Ekonomi dan Era Pembukaan Diri: 1978 - 1990-an

Era baru bagi ekonomi China dimulai pada tahun 1978 ketika Deng Xiaoping memulai kebijakan reformasi dan keterbukaan. Beberapa langkah utama dalam periode ini antara lain:

  • Pintu Terbuka untuk Investasi Asing: Kebijakan open-door policy memungkinkan investor asing untuk masuk ke China, yang pada gilirannya membuka kesempatan lapangan kerja baru dan mengalirkan modal ke dalam negeri.
  • Zona Ekonomi Khusus (Special Economic Zones): China menetapkan kota-kota seperti Shenzhen sebagai Zona Ekonomi Khusus (SEZ) yang menarik investasi asing melalui insentif pajak dan peraturan yang fleksibel.
  • Liberalisasi Ekonomi Bertahap: China mulai melonggarkan kontrol terhadap sektor ekonomi tertentu dan mengizinkan beberapa bentuk pasar bebas. Ekonomi berubah dari ekonomi terpusat menjadi ekonomi pasar yang dikelola negara (socialist market economy), yang mendorong pertumbuhan ekonomi pesat di sektor-sektor seperti manufaktur.
  • Reformasi Pertanian: Deng Xiaoping mengubah kebijakan pertanian dengan menghapus sistem kolektivisasi yang diterapkan pada era Mao. Ia memperkenalkan Sistem Tanggung Jawab Rumah Tangga (Household Responsibility System), di mana petani diberi hak untuk mengelola lahan dan menjual hasil panen setelah memenuhi kuota pemerintah.

Dibawah pemerintahan Deng Xiaoping, China mulai menjadi negara komunis yang menganut ekonomi liberal. Itu sangat berbeda dengan negara-negara komunis lain pada saat itu seperti Kuba, Uni Soviet, dan Korea Utara yang tetap memegang teguh prinsip komunis dan sosialis di perekonomian mereka.

Mengomentari hal ini Deng Xiaoping melontarkan pernyataan “Tak masalah kucing hitam ataupun putih selama bisa menangkap tikus itu kucing yang baik”. Pertanyaan ini memperlihatkan bagaimana pramatisnya sosok Deng Xiaoping yang berani mengesampingkan ideologi komunisme demi memajukan China.

 

Pertumbuhan Ekonomi dan Masuknya China ke WTO (1990-an - 2000-an)

Pada dekade 1990-an, China melanjutkan reformasi ekonomi dan menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.

  • Privatisasi Terbatas dan Pengurangan Peran Negara dalam Ekonomi: China mulai membolehkan usaha swasta dan mengurangi peran negara dalam sektor-sektor tertentu. Ini menciptakan lebih banyak kesempatan bagi perusahaan swasta untuk tumbuh dan berkontribusi pada ekonomi nasional.
  • Masuknya China ke WTO (2001): Bergabungnya China ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membuka akses China ke pasar global, memungkinkan ekspor lebih besar, dan memperluas jaringan perdagangan internasional. Hal ini mempercepat laju industrialisasi dan menjadikan China sebagai “pabrik dunia.”
  • Pertumbuhan Manufaktur Massal: China menjadi pusat manufaktur dunia dengan menghasilkan berbagai produk seperti elektronik, tekstil, dan produk konsumen lainnya. Sektor manufaktur yang berkembang pesat membantu mempercepat pengentasan kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup jutaan warga China.

Era Inovasi dan Teknologi: Transformasi Ekonomi Menuju Ekonomi Berbasis Pengetahuan (2010-an hingga Kini)

China mulai fokus pada inovasi dan teknologi sebagai kunci pertumbuhan ekonominya. Perubahan ini dimulai pada awal 2010-an ketika ekonomi China beralih dari berbasis ekspor dan manufaktur murah menjadi ekonomi berbasis konsumsi domestik, inovasi, dan teknologi.

  • Investasi dalam Riset dan Pengembangan (R&D): Pemerintah meningkatkan anggaran untuk R&D, dengan tujuan menjadikan China sebagai pemimpin global di berbagai bidang teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), 5G, dan energi terbarukan.
  • Perusahaan Teknologi Besar: Perusahaan seperti Alibaba, Tencent, dan Huawei tumbuh menjadi raksasa teknologi yang memperkuat posisi China sebagai pusat inovasi global. Perusahaan-perusahaan ini memperkenalkan berbagai produk dan layanan teknologi yang diakui di pasar global.
  • Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/BRI): Diluncurkan pada 2013, BRI merupakan proyek besar untuk memperluas pengaruh China di dunia melalui investasi infrastruktur di negara-negara lain, khususnya di Asia, Afrika, dan Eropa. Ini memungkinkan China memperluas jaringan perdagangan global dan meningkatkan pengaruh ekonominya.

Dengan berbagai kebijakan diatas berhasil membuat China menjadi negara maju dengan pertumbuhan gross domestic product (GDP) yang pada tahun 1978 hanya mencapai angka US$ 218,5 Miliar menjadi sekitar US$ 17.911 Triliun pada tahun 2022 atau naik lebih dari 80 kali lipat dalam rentang waktu 44 tahun.

Tidak hanya itu, perusahaan-perusahaan dari China seperti Huawei, Alibaba, dan Bytedance yang bukan hanya berhasil menguasai pasar di negeri mereka saja tetapi juga pasar internasional dengan kualitas barang atau jasa yang bersaing dengan buatan negara barat lain, namun dengan biaya yang jauh lebih murah membuat dominasi Produk-produk China ini menjadi momok berbahaya untuk produk lokal lain yang bisa mematikan industri dalam negeri sebuah negara bukannya hanya di negara maju tetapi juga di negara berkembang seperti Indonesia.

Dari penjelasan diatas nampak perjalanan China menuju status sebagai negara kaya dan berpengaruh secara ekonomi bukanlah perjalanan singkat atau mudah. Dimulai dari keterpurukan di awal kemerdekaan, reformasi ekonomi besar-besaran yang dimulai oleh Deng Xiaoping menjadi landasan bagi kebangkitan ekonomi negara ini. Dengan mengandalkan industrialisasi cepat, investasi infrastruktur, inovasi teknologi, dan strategi ekonomi global, China kini menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia.

Keberhasilan China dalam mencapai posisi ini memberikan pelajaran penting mengenai bagaimana sebuah negara dapat mengubah nasib ekonominya melalui kebijakan yang berfokus pada pertumbuhan jangka panjang, stabilitas politik, dan investasi dalam infrastruktur dan inovasi. Perjalanan ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan ekonomi rakyatnya, tetapi juga membawa China menjadi pemain utama di panggung ekonomi global.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Harrist Riansyah

Penulis Indonesiana

80 Pengikut

img-content

Strategi Pertumbuhan Konglomerat

Senin, 25 Agustus 2025 08:46 WIB
img-content

Riwayat Pinjaman Anda dalam BI Checking

Kamis, 21 Agustus 2025 22:45 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler