Revolusi Kebudayaan Tiongkok: Sebuah Periode Kelam dalam Sejarah Tiongkok

Senin, 18 November 2024 20:13 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Revolusi Kebudayaan Tiongkok
Iklan

Revolusi Kebudayaan Tiongkok (1966\x20131976) adalah gerakan besar yang dipimpin Mao Zedong untuk mempertahankan ideologi komunis, menghancurkan tradisi lama, dan memperkuat kendali Partai Komunis. Gerakan ini menyebabkan kekacauan politik, sosial, dan kerusakan budaya yang mendalam.

Revolusi Kebudayaan Tiongkok (1966–1976) adalah sebuah gerakan sosial dan politik besar yang diprakarsai oleh Ketua Partai Komunis Tiongkok (PKT), Mao Zedong. Gerakan ini bertujuan untuk mempertahankan ideologi komunis, menghapus pengaruh "kapitalisme" dan "feodalisme," serta memperkuat kontrol Partai Komunis atas seluruh aspek kehidupan masyarakat. Revolusi ini membawa dampak besar terhadap politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan Tiongkok, serta meninggalkan luka yang mendalam di kalangan rakyatnya.

Latar Belakang Revolusi Kebudayaan

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada pertengahan 1960-an, Mao Zedong merasa posisinya di dalam Partai Komunis terancam oleh kelompok yang dianggapnya moderat dan menyimpang dari ajaran komunisme. Ia juga khawatir terhadap kebangkitan nilai-nilai tradisional dan kapitalisme dalam masyarakat. Untuk itu, Mao meluncurkan Revolusi Kebudayaan sebagai upaya untuk melanjutkan "revolusi permanen" dan menjaga "kemurnian" ideologi Maoisme.

Melalui kampanye ini, Mao menyerukan perlawanan terhadap apa yang disebut sebagai "Empat Lama" (Four Olds), yaitu:

  1. Pemikiran Lama
  2. Budaya Lama
  3. Kebiasaan Lama
  4. Tradisi Lama

Pelaksanaan Revolusi Kebudayaan

Revolusi Kebudayaan berlangsung selama satu dekade, dimulai dengan peluncuran kampanye oleh Mao Zedong dan berakhir dengan kematian Mao pada tahun 1976. Berikut adalah tahapan utama proses Revolusi Kebudayaan:

Awal Revolusi (1966–1967): Mobilisasi Pengawal Merah

Pada tahun 1966, Mao Zedong memulai Revolusi Kebudayaan dengan mengeluarkan manifesto yang menyerukan perlawanan terhadap "musuh revolusi." Ia menganggap bahwa elemen-elemen dalam Partai Komunis Tiongkok dan masyarakat mulai bergerak ke arah kapitalisme, yang mengancam ideologi Maoisme.

Mao memobilisasi pelajar dan mahasiswa untuk membentuk Pengawal Merah. Mereka diberi tugas untuk menyerang "Empat Lama" (Four Olds). Pengawal Merah menghancurkan artefak budaya, kuil, dan benda-benda bersejarah. Mereka juga menyerang orang-orang yang dianggap sebagai simbol kapitalisme atau feodalisme, termasuk pejabat partai, guru, dan intelektual.

Tokoh-tokoh moderat dalam partai, seperti Liu Shaoqi dan Deng Xiaoping, disingkirkan dari posisi kekuasaan. Liu Shaoqi kemudian meninggal dalam tahanan, sementara Deng diasingkan.

Puncak Kekacauan (1967–1968): Konflik Internal

Pada puncaknya, Revolusi Kebudayaan menciptakan kekacauan besar di seluruh Tiongkok. Banyak institusi pemerintahan dan ekonomi terganggu akibat konflik. Sekolah dan universitas ditutup, produksi pabrik menurun, dan masyarakat hidup dalam ketakutan. Produksi industri pada tahun 1968 turun 12 persen di bawah tahun 1966.

Kelompok Pengawal Merah mulai terpecah menjadi berbagai faksi yang saling bersaing untuk menunjukkan kesetiaan mereka kepada Mao. Persaingan ini sering kali berujung pada bentrokan fisik dan kekerasan antar kelompok.

Pada 1967, Mao meminta militer dibawah pimpinan Lin Biao untuk membantu memulihkan ketertiban. Namun, hal ini tidak sepenuhnya mengatasi kekacauan, karena militer juga terpecah antara pendukung Mao dan kelompok moderat.

Penurunan Pengaruh Pengawal Merah (1969–1971): Peran Militer Meningkat

Pada akhir 1968, Mao mulai kehilangan kendali atas Pengawal Merah yang menjadi terlalu radikal. Mao memerintahkan jutaan anggota Pengawal Merah untuk dikirim ke pedesaan melalui program "Pendidikan Ulang" (re-education by labor). Tujuannya adalah untuk mengajarkan nilai-nilai komunis melalui kerja keras di pedesaan.

Mao juga memutuskan untuk membangun kembali Partai Komunis untuk mendapatkan kendali yang lebih besar. Militer mengirim perwira dan tentara untuk mengambil alih sekolah, pabrik, dan lembaga pemerintah. Ini dilakukan melihat pengawal merah gagal menyelesaikan perselisihan faksi-faksi mereka.

Mao mengalihkan dukungannya kepada militer, khususnya kepada Lin Biao, seorang jenderal yang dianggap loyal. Lin diangkat sebagai penerus Mao dalam konstitusi pada tahun 1969 dalam kongres partai kesembilan.

Krisis Lin Biao (1971): Pergeseran Kekuasaan

Meski diangkat oleh Mao, Lin Biao terlibat konflik dengan Mao karena dianggap inginkan peralihan kekuasaan yang cepat. Itu terlihat dari penerapan darurat militer pada 1969 imbas bentrokan di perbatasan Tiongkok-Soviet. Darurat militer digunakan Lin untuk menyingkirkan para pesaingnya.

Perselisihan memuncak pada 1971 Lin akhirnya dinyatakan meninggal setelah pesawatnya jatuh di Mongolia yang dianggap sebagai Upaya melarikan diri ke Uni Soviet setelah gagal melakukan kudeta. Hampir seluruh komando tinggi militer Tiongkok dibersihkan dalam minggu-minggu setelah kematian Lin.

Periode Akhir (1972–1976): Munculnya "Kelompok Empat"

Setelah kejatuhan Lin Biao, Mao tetap memimpin Revolusi Kebudayaan dengan dukungan dari Kelompok Empat (Gang of Four) yang terdiri atas Wang Hongwen, Zhang Chunqiao, dan Yao Wenyuan termasuk istrinya, Jiang Qing.

Kelompok Empat mulai mengambil alih kampanye budaya, dengan mempromosikan seni dan literatur yang sesuai dengan ideologi Maoisme. Namun, pengaruh mereka menimbulkan ketidakstabilan politik.

Namun, pada tahun 1972, Mao menderita stroke serius, dan Peristiwa ini menyoroti ketidakpastian yang terus berlanjut atas suksesi. Pada awal tahun 1973, Zhou dan Mao mengangkat kembali Deng Xiaoping ke tampuk kekuasaan. Setahun kemudian Zhou dirawat di rumah sakit membuat Deng berada dikekuasaan sejak musim panas 1974 hingga musim dingin 1975.

Setelah diyakinkan kelompok radikal yang menilai kebijakan Deng sangat bertentangan dengan Revolusi Kebudayaan yang Mao gagas. Alhasil Mao kemudian mengkritik terhadap kebijakan-kebijakan Deng melalui poster-poster dinding (dazibao). Namun pada September 1976 Mao meninggal dunia ditambah dengan meninggalnya Zhou pada Januari 1976.

Revolusi Kebudayaan mulai mereda setelah Mao Zedong meninggal pada tahun 1976. Penangkapan "Kelompok Empat" (Gang of Four), termasuk istri Mao, Jiang Qing, menandai berakhirnya era tersebut. Setelah itu, Deng Xiaoping memimpin Tiongkok menuju era reformasi dan keterbukaan, berfokus pada pembangunan ekonomi dan modernisasi.

Dampak Revolusi Kebudayaan

  1. Pengawal Merah (Red Guards):
    Mao memobilisasi jutaan anak muda, terutama pelajar dan mahasiswa, untuk bergabung dengan kelompok yang disebut Pengawal Merah. Mereka diberi mandat untuk melaksanakan agenda Revolusi Kebudayaan dengan cara menyerang para "musuh revolusi," termasuk kaum intelektual, pejabat tinggi partai, dan tokoh masyarakat. Dalam aksi mereka, Pengawal Merah menghancurkan benda-benda budaya bersejarah, kitab suci, kuil, dan situs-situs tradisional.
  2. Pembersihan Politik:
    Banyak pemimpin partai yang dianggap moderat, seperti Deng Xiaoping dan Liu Shaoqi, disingkirkan dari jabatannya, dipenjarakan, atau diasingkan. Gerakan ini memicu konflik internal dalam partai dan masyarakat, di mana berbagai kelompok saling bersaing untuk menunjukkan kesetiaan kepada Mao.
  3. Gangguan Ekonomi dan Sosial:
    Revolusi Kebudayaan mengakibatkan penutupan sekolah dan universitas selama bertahun-tahun. Generasi muda kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan formal. Selain itu, konflik dan ketidakstabilan menyebabkan produksi pertanian dan industri terganggu, mengakibatkan kelangkaan pangan dan kemiskinan di berbagai wilayah.
  4. Penyiksaan dan Penganiayaan:
    Selama Revolusi Kebudayaan, jutaan orang menjadi korban. Menurut para sejarawan memperkirakan sekitar 500.000 hingga 2 juta orang meninggal dunia. Mereka yang dianggap sebagai "musuh rakyat" sering dipermalukan di muka umum, dianiaya, dipenjara, atau bahkan dibunuh. Hal ini menciptakan trauma kolektif yang masih dirasakan hingga kini.

Warisan dan Kritik

Revolusi Kebudayaan meninggalkan dampak yang mendalam. Banyak warisan budaya Tiongkok yang hancur, sistem pendidikan terganggu, dan kehidupan jutaan orang terpengaruh secara negatif. Periode ini sering dianggap sebagai salah satu masa paling kelam dalam sejarah Tiongkok modern.

Meskipun Mao Zedong masih dihormati oleh sebagian orang karena kontribusinya dalam revolusi komunis, Revolusi Kebudayaan dianggap sebagai kesalahan besar yang membawa kehancuran sosial, ekonomi, dan budaya. Hingga saat ini, Tiongkok tetap mengingat periode ini sebagai pelajaran penting untuk tidak mengulang kesalahan yang sama

Bagikan Artikel Ini
img-content
Harrist Riansyah

Penulis Indonesiana

80 Pengikut

img-content

Strategi Pertumbuhan Konglomerat

Senin, 25 Agustus 2025 08:46 WIB
img-content

Riwayat Pinjaman Anda dalam BI Checking

Kamis, 21 Agustus 2025 22:45 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler