Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya, ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.
Bisnis Militer di Indonesia: Warisan Orde Baru yang Tak Pernah Padam
Senin, 17 Maret 2025 07:51 WIB
Militer Indonesia tetap mempertahankan pengaruhnya dalam bisnis dan politik meski reformasi 1998 telah menghapuskan fungsi ganda ABRI.
Reformasi dan Harapan Pemisahan Militer dari Sektor Politik dan Ekonomi Nasional
Reformasi 1998 membawa harapan besar bagi proses demokratisasi di Indonesia, salah satunya adalah penghapusan dwifungsi ABRI. Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI secara resmi menegaskan bahwa militer harus profesional dan tidak terlibat dalam politik ataupun bisnis. Polisi dan TNI pun dipisahkan: polisi bertugas menjaga keamanan dalam negeri, sementara TNI difokuskan pada tugas pertahanan negara.
Akan tetapi, apakah penghapusan dwifungsi tersebut benar-benar efektif? Dalam praktiknya, kepentingan militer dalam sektor ekonomi dan politik ternyata tidak benar-benar hilang. Sama seperti kroni-kroni Orde Baru yang terus-menerus beradaptasi dengan sistem demokrasi pasca-Soeharto, kepentingan ekonomi-politik militer pun tetap bertahan dengan berbagai metode baru.
Bisnis Militer: Strategi Bertahan di Era Reformasi
Berdasarkan laporan Indonesian Corruption Watch (ICW) 2003, terdapat tiga cara utama bisnis militer tetap berjalan pasca-Reformasi, antara lain:
- Bisnis Informal: TNI tetap menempatkan personelnya di berbagai sektor ekonomi dengan dalih kerja sama, baik dengan BUMN maupun perusahaan-perusahaan swasta.
- Bisnis Ilegal: Keterlibatan individu ataupun unit militer dalam bisnis ilegal, seperti tambang ilegal, penyelundupan, atau penyewaan lahan milik negara, sering kali terungkap. Akan tetapi, sulit bagi negara untuk menindak secara hukum karena minimnya pengawasan.
- Bisnis melalui Koperasi dan Yayasan: Bentuk bisnis ini dianggap sebagai “kepemilikan tidak langsung” sehingga tidak harus dikembalikan ke negara. Pada tahun 2011, misalnya, jumlah unit bisnis koperasi militer meningkat menjadi 301 koperasi dan lebih dari 13 yayasan yang mengelola berbagai sektor ekonomi.
Menurut laporan Human Rights Watch (2010), bisnis militer ini bukan untuk kesejahteraan prajurit biasa, melainkan lebih banyak menguntungkan para jenderal. Dalam laporan keuangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), juga ditemukan banyak penyimpangan dan korupsi dalam bisnis militer, yang menunjukkan bahwa dalih untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit hanyalah retorika belaka.
Mengapa Bisnis Militer Tetap Bertahan?
Beberapa alasan utama bisnis militer tetap eksis hingga kini:
- Minimnya Anggaran Pertahanan: Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono pada 2007 mengakui bahwa anggaran operasional TNI masih di bawah standar. Akibatnya, TNI merasa perlu mencari sumber pendanaan sendiri, salah satunya melalui bisnis.
- Legitimasi Sosial yang Masih Kuat: Slogan “Bersama Rakyat, TNI Kuat” menggambarkan betapa eratnya hubungan militer dengan masyarakat. Dengan dalih menjaga stabilitas nasional, militer tetap masuk ke sektor ekonomi dan politik.
- Intervensi Militer dalam Masalah Sipil: Meskipun Reformasi sudah berjalan lebih dari dua dekade, militer tetap terlibat dalam berbagai urusan sipil. Misalnya, keterlibatan TNI dalam penyelesaian konflik lahan antara perusahaan tambang dan masyarakat di Kalimantan (Tempo, 9 April 2018).
Reformasi yang Belum Tuntas
Pelembagaan demokrasi di Indonesia hari ini masih menghadapi tantangan besar dalam memastikan supremasi sipil atas kemiliteran. Keberadaan bisnis militer yang terus bertahan menunjukkan bahwa tuntutan Reformasi 1998 untuk menghapus dwifungsi ABRI belum sepenuhnya terwujud.
Ke depan, upaya memperkuat pengawasan dan transparansi bisnis militer harus menjadi perhatian serius. Negara harus memastikan bahwa profesionalisme TNI tidak hanya sebatas peraturan di atas kertas, tetapi juga diterapkan dalam praktik nyata. Jika tidak, kepentingan ekonomi dan politik militer akan terus menghambat proses demokratisasi di Indonesia.

Lulusan Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta|Adil sejak dalam pikiran...
2 Pengikut

Teori Hegemoni Gramsci: antara Koersi, Konsensus, dan Kesadaran
Selasa, 19 Agustus 2025 14:15 WIB
Negara Integral dan Perang Posisi dalam Teori Hegemoni Gramsci
Minggu, 17 Agustus 2025 16:16 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler