Khmer Merah: Luka Sejarah Kamboja yang Tak Terlupakan
Selasa, 15 April 2025 21:15 WIB
Khmer Merah adalah rezim komunis brutal yang berkuasa di Kamboja pada 1975–1979 di bawah kepemimpinan Pol Pot.
***
Khmer Merah (Khmer: Khmaey Krahom, Inggris: Khmer Rouge) adalah rezim komunis radikal yang berkuasa di Kamboja dari tahun 1975 hingga 1979. Dipimpin oleh Pol Pot, rezim ini menerapkan kebijakan brutal yang mengakibatkan kematian sekitar 1,7 hingga 2 juta orang—hampir seperempat populasi Kamboja saat itu.
Latar Belakang Munculnya Khmer Merah
Setelah Kamboja merdeka dari Perancis pada 1953, negara ini mengalami ketidakstabilan politik dan perang saudara. Di tengah kekacauan ini, gerakan komunis yang terinspirasi oleh Maoisme di Tiongkok mulai berkembang, dipimpin oleh Pol Pot, seorang ideolog radikal yang menjadi tokoh utama Khmer Merah.
Khmer Merah mendapat kekuatan dari ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Pangeran Norodom Sihanouk, serta dukungan militer dari Vietnam Utara dan Tiongkok. Pada 17 April 1975, Khmer Merah merebut ibu kota Phnom Penh dan mengambil alih kekuasaan.
Pol Pot dan Visi Negara Agraris Utopis
Begitu berkuasa, Pol Pot memulai proyek sosial radikal: membentuk "masyarakat tanpa kelas". Ia membubarkan sekolah, rumah sakit, agama, dan uang. Kota-kota dikosongkan dan jutaan orang dipaksa pindah ke pedesaan untuk bekerja di ladang dan irigasi dalam kondisi yang sangat keras.
Pendidikan dan budaya tradisional dihapus. Dengan guru, dokter, seniman, dan orang berpendidikan dibunuh karena dianggap "musuh revolusi". Lalu Kuil Buddha dihancurkan, biksu dibunuh, dan praktik keagamaan dilarang.
Semua orang harus mengenakan pakaian seragam hitam dan bekerja di bawah slogan “hidup untuk revolusi”. Mereka yang dianggap "musuh revolusi"—intelektual, guru, biarawan Buddha, bahkan orang berkacamata—ditangkap, disiksa, atau dibunuh.
Killing Fields dan Genosida
Rezim Khmer Merah mendirikan kamp-kamp tahanan dan pembantaian di seluruh negeri. Yang paling terkenal adalah Tuol Sleng (S-21), sebuah sekolah yang diubah menjadi penjara penyiksaan. Dari sekitar 17.000 tahanan yang masuk ke S-21, hanya belasan yang selamat.
Menurut penelitian, sekitar 1,7–2 juta orang meninggal karena: Eksekusi massal, Kerja paksa dan kelaparan, dan penyakit dan penyiksaan. Jasad para korban dikuburkan dalam kuburan massal yang kini dikenal sebagai Killing Fields. Sampai hari ini, sisa-sisa tengkorak dan tulang belulang masih ditemukan di berbagai lokasi pembantaian.
Akhir Rezim dan Warisan Luka
Pada tahun 1979, pasukan Vietnam menginvasi Kamboja dan menggulingkan Khmer Merah. Pol Pot dan para pemimpinnya melarikan diri ke perbatasan dan terus melakukan pemberontakan gerilya selama beberapa dekade, meskipun tak lagi menguasai negara.
Pol Pot meninggal pada tahun 1998 tanpa pernah diadili. Namun, beberapa tokoh utama Khmer Merah akhirnya diadili oleh Pengadilan Khusus Kamboja (Extraordinary Chambers in the Courts of Cambodia/ECCC), yang didukung PBB. Di antara yang dihukum adalah Nuon Chea dan Khieu Samphan, dua tokoh penting di lingkaran dalam Pol Pot.
Pelajaran dan Pemulihan
Tragedi Khmer Merah meninggalkan trauma mendalam bagi rakyat Kamboja. Seluruh generasi terputus dari pendidikan, budaya, dan keluarga. Meski kini Kamboja telah tumbuh sebagai negara damai dengan perekonomian yang berkembang, bayang-bayang masa lalu masih membekas.
Museum Genosida Tuol Sleng dan Killing Fields di Phnom Penh kini menjadi pengingat bagi dunia agar sejarah kelam seperti ini tidak terulang. Pendidikan tentang kekejaman Khmer Merah juga diajarkan di sekolah-sekolah, agar generasi muda tidak melupakan masa lalu.
Referensi & Bacaan Lebih Lanjut:
-
First They Killed My Father (Memoar Loung Ung)
-
The Killing Fields (Film 1984)
-
Dokumen Pengadilan Khmer Merah (ECCC)

Penulis Indonesiana
80 Pengikut

Strategi Pertumbuhan Konglomerat
Senin, 25 Agustus 2025 08:46 WIB
Riwayat Pinjaman Anda dalam BI Checking
Kamis, 21 Agustus 2025 22:45 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler