Pensiunan PT Chevron Pacific Indonesia. Menjadi Pemerhati aspal Buton sejak 2005.

Prabowo dan Aspal Buton: Janji Swasembada yang Tak Mungkin Terwujud?

Sabtu, 31 Mei 2025 06:39 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Prabowo Menhan - Antara
Iklan

Sayangnya, hingga saat ini, pembicaraan tentang swasembada aspal belum pernah masuk ke dalam narasi besar pembangunan pemerintahan Prabowo.

Tahun 2024 mencatat sebuah keputusan penting dalam sejarah infrastruktur nasional: Presiden Joko Widodo secara resmi menyatakan komitmennya untuk menghentikan impor aspal. Sebuah langkah yang disambut dengan harapan tinggi, terutama dari daerah seperti Pulau Buton di Sulawesi Tenggara, satu-satunya wilayah di Indonesia yang memiliki cadangan aspal alam dalam jumlah besar. Bagi masyarakat Buton, pernyataan itu terdengar seperti awal dari masa depan baru: masa depan di mana potensi lokal akhirnya diakui, diberdayakan, dan dilibatkan dalam pembangunan nasional.

Namun, kenyataan di lapangan tidak semudah keputusan di atas kertas. Meskipun perintah penghentian impor aspal telah diumumkan, dampaknya belum benar-benar terasa di tingkat lokal. Banyak pelaku industri aspal Buton yang masih menunggu implementasi nyata dari kebijakan tersebut. Pasar domestik belum benar-benar terbuka bagi aspal Buton, teknologi pengolahan masih terbatas, dan dukungan infrastruktur penunjang belum memadai. Singkatnya, keputusan politik sudah ada, tetapi ekosistem pendukungnya masih jauh dari ideal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di tengah transisi ini, tampuk kekuasaan sudah berpindah dari Presiden Joko Widodo ke Presiden Prabowo Subianto. Harapan pun kembali menguat: bahwa Prabowo akan melanjutkan komitmen ini dengan langkah-langkah strategis yang lebih konkret. Apalagi selama masa kampanye, Prabowo tidak jarang berbicara tentang pentingnya kedaulatan ekonomi, hilirisasi sumber daya, dan penguatan industri dalam negeri. Swasembada aspal seharusnya menjadi bagian dari narasi besar itu.

Namun hingga pertengahan tahun pertama masa pemerintahannya, tanda-tanda keberpihakan terhadap aspal Buton belum terlihat jelas. Tidak ada pernyataan resmi dari Presiden Prabowo yang menegaskan bahwa ia akan melanjutkan atau bahkan mempercepat agenda penghentian impor aspal. Belum ada program percepatan hilirisasi aspal alam yang diluncurkan. Meskipun  Satgas Percepatan Hilirisasi sudah dibentuk pada tanggal 3 Januari 2025, namun Industri aspal Buton masih terus berjalan sendiri-sendiri, tanpa dukungan terkoordinasi dari pusat.

Padahal, secara geopolitik dan ekonomis, aspal Buton memiliki posisi yang sangat strategis. Cadangannya melimpah dan dapat memenuhi kebutuhan nasional puluhan tahun ke depan. Jika dikembangkan dengan benar, bukan hanya bisa menggantikan aspal impor, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat ketahanan infrastruktur, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan timur Indonesia.

Keputusan Jokowi menghentikan impor aspal adalah sinyal kuat bahwa Indonesia ingin lebih mandiri. Tetapi untuk menjadikannya kenyataan, dibutuhkan keberlanjutan kebijakan dan kesinambungan implementasi. Di sinilah peran Presiden Prabowo Subianto menjadi sangat krusial. Tanpa keberanian politik dan visi jangka panjang, kebijakan itu bisa berhenti sebagai simbol tanpa substansi.

Tantangan terbesar saat ini bukan hanya soal teknis produksi, tetapi soal tata kelola, regulasi, dan kepemimpinan. Pemerintah harus memastikan bahwa kementerian teknis, BUMN konstruksi, dan pemerintah daerah memiliki arah yang sama dalam mengarusutamakan penggunaan aspal Buton. Ini tidak bisa diserahkan pada mekanisme pasar semata. Diperlukan regulasi afirmatif dan insentif nyata agar industri aspal lokal dapat bersaing dengan produk aspal impor.

Jika Prabowo benar-benar ingin menorehkan warisan besar di bidang infrastruktur, maka mempercepat swasembada aspal harus menjadi salah satu prioritas utamanya. Di era global yang semakin menuntut efisiensi, keberlanjutan, dan kemandirian, menjadikan aspal Buton sebagai andalan nasional bukanlah pilihan, tetapi keharusan. Apalagi jika dikaitkan dengan proyek-proyek strategis nasional yang tersebar di seluruh negeri.

Pulau Buton tidak hanya memiliki aspal, tetapi juga sejarah, budaya, dan sumber daya manusia yang siap terlibat dalam transformasi besar ini. Selama bertahun-tahun mereka menunggu momentum. Kini, ketika pintu itu terbuka, mereka berharap tidak ditinggalkan lagi oleh pusat kekuasaan. Apakah pak Prabowo akan menyambut peluang ini atau terus melewatkannya seperti para pemimpin sebelumnya?

Objektivitas juga menuntut kita untuk melihat bahwa transformasi industri tidak bisa terjadi dalam semalam. Tetapi yang diharapkan publik adalah tanda-tanda keseriusan: roadmap yang jelas, rencana investasi terukur, serta dukungan terhadap inovasi dan riset pengolahan aspal. Jika itu tidak kunjung hadir, maka keraguan publik akan semakin dalam, dan keputusan pak Jokowi tahun 2024 bisa menjadi kebijakan yang “dibiarkan layu sebelum berkembang.”

Pak Prabowo tentu tidak harus mengulang semua dari nol. Landasan hukum dan komitmen awal sudah ada. Yang dibutuhkan adalah kemauan untuk mengeksekusi dan mempercepatnya. Dalam hal ini, kementerian PU, ESDM, Perindustrian,Investasi,  Bappenas, dan BUMN konstruksi, semuanya harus diarahkan untuk menyelaraskan langkah dengan visi kemandirian aspal. Koordinasi yang kuat dan kepemimpinan yang tegas dari Presiden adalah kunci.

Sayangnya, hingga saat ini, pembicaraan tentang aspal Buton belum masuk ke dalam narasi besar pembangunan pemerintahan Prabowo. Dalam pidato-pidato awalnya, tidak banyak disebut soal pengembangan sumber daya berbasis wilayah, apalagi soal hilirisasi aspal alam. Padahal, jika ingin menghidupkan semangat membangun dari pinggiran, Buton adalah simbol ideal dari narasi itu.

Masyarakat menanti, pelaku usaha menanti, dan para akademisi yang telah lama meneliti potensi ini juga menanti. Jika Prabowo mampu menyambung benang merah dari kebijakan pak Jokowi dan menerjemahkannya dalam sebuah kebijakan politik yang berdampak serius, maka sejarah akan mencatatnya sebagai pemimpin yang berani menuntaskan agenda swasembada aspal yang sempat tertunda. Namun jika tidak, maka Buton akan kembali terus terpinggirkan, dan momentum emas ini akan kembali hilang tanpa jejak.

Pada akhirnya, pertanyaannya sederhana: apakah Presiden Prabowo Subianto akan melanjutkan komitmen untuk membebaskan Indonesia dari ketergantungan impor aspal, atau terus membiarkannya menjadi catatan kaki dari kebijakan yang tidak pernah benar-benar dilaksanakannya?

Bagikan Artikel Ini
img-content
Indrato Sumantoro

Pemerhati Aspal Buton

6 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler