Saya Mahasiswa Ilmu Komunikasi yang aktif, kreatif, dan memiliki ketertarikan tinggi pada dunia media, public relations, dan strategi komunikasi digital. Terampil dalam menulis, berbicara di depan umum, serta membangun relasi interpersonal yang kuat. Memiliki pengalaman dalam event management, dan pembuatan konten kreatif. Berkomitmen untuk terus belajar dan berkembang di bidang komunikasi strategis, dengan harapan dapat berkontribusi dalam menciptakan komunikasi yang berdampak baik pada masyarakat.

Etika dan Filsafat dalam Dinamika Perjuangan Gender

Senin, 30 Juni 2025 07:16 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Perempuan
Iklan

Perjuangan wanita dari sudut pandang etika dan filsafat mulai dari pandangan klasik hingga munculnya filsafat feminis.

***

Perjuangan wanita dalam meraih kesetaraan, keadilan, dan pengakuan atas eksistensinya merupakan tema penting dalam sejarah kemanusiaan. Namun perjuangna ini tidak hanya bisa dipahami dari perspektif sosial atau politik saja, melainkan juga dari sudut pandang etika dan filsafat. Melalui analisis etis dan refleksi filosofis, kita dapat melihat lebih dalam mengenai akar ketidakadilan yang dihadapi wanita, serta arah moral yang semestinya dituju dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan setara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Filsafat dan Posisi Perempuan dalam Sejarah Pemikiran 

Dalam sejarah filsafat Barat, banyak pemikiran besar yang justru melegitimasi inferioritas perempuan. Aristoteles, misalnya, menggambarkan perempuan sebagai makhluk yang '' tidak lengkap '' secara biologis dan rasional. Sementara itu, pemikiran Thomas Aquinas juga cenderung memandang perempuan sebagai ciptaan yang sekunder setelah laki-laki. 

Namun pandangan ini mulai digugat oleh filsuf-filsuf modern dan kontemporer. Mary Wollstonecraft, dalam bukunya A Vidication of the Rights of Woman ( 1792 ), adalah salah satu pelopor pemikiran feminis yang menekankan bahwa ketidaksetaraan bukan karena kodrat alamiah, tetapi akibat dari sistem pendidikan dan struktur sosial yang bias. Kemudian, Simone de Beauvoir, dalam Le Deuxieme Saxe ( The Second Sex, 1949), memperkenalkan gagasan bahwa dikonstuksi secara sosisal sebagai '' yang lain '' pleh masyarakat patriarkal.

Etika dan Ketidakadilan Gender 

Etika, sebagai cabang filsafat yang membahas baik dan buruk, memberikan kerangka untuk mengevaluasi sistem yang menindas perempuan. Dalam etika deontologis (Immanuel kant), semua manusia memiliki martabat dan harus diperlakukan sebagai tujuan, bukan sebagai alat. Oleh karena itu, diskriminasi terhadap perempuan, pelecehan seksual, dan ketidaksetaraan upah adalah pelanggaran moral yang serius. 

 

Dalam perspektif utilitarianisme, perjuangan perempuan pun memperoleh dukungan moral. Ketika perempuan diberi akses setara dalam pendidikan, pekerjaan, dan hak-hak sipil, hal ini meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Oleh karna itu, secara etis, tindakan untuk memperjuangkan kesetaraan gender merupakan langkah yang mendatangkan manfaat besar dan harus diprioritaskan. 

 

Filsafat Feminis dan Etika Perawatan 

Sejak akhir abad-20, muncul arus filsafat feminis yang mengkritik dominasi pemikiran rasionalistik dan maskulin dalam filsafat klasik, Carol Gilligan, seorang psikolog dalam fisuf-filsuf moral, memperkenalkan konsep ethics of care (etika perawatan), yang menekankan nilai-nilai seperti empati, perhatian, dan hubungan sosial sebagai dasar moral yang valid, sejajar dengan prinsip-prinsip keadilan. 

Etika perawatan ini penting dalam konteks perjuangan wanita karena ia mengangkat dimensi kehidupan yang selama ini dianggap ''domestik'' dan ''tidak rasional'' ke dlaam wilayah etis. Peran perempuan dalam merawat anak, menjaga keluarga, setra membangun relasi sosial kini dipandang sebagai kontribusi moral yang signifikan dan layak dihargai secara filosofis. 

 

Tanggung Jawab Sosial dan Moral Masa Kini 

Dalam era modern, perjuangan wanita mencakup isu-isu struktural seperti kesejahteraan upah, representasi politik, kekerasan berbasis gender, dan akses terhadap kesehatan reproduksi. Dari kacamata etika, masyarakat memiliki tanggung jawab moral kolektif untuk menghapus hambatan sistematik tersebut. 

Filsafat eksistensial juga menyuarakan pentingnya kebebasan dan tanggung jawab individu. Menurut eksistensial seperti Jean-Paul Sartre da Simone de Beauvior, manusia harus menciptakan makananya sendiri dan bertanggung jawab atas kebebasannya. Maka, perjuangan wanita bukan hanya tentang mendapatkan hak,tetapi juga tentang menegaskan eksistensinya sebagai subjek moral yang bebas dan berdaulat. 

Kesimpulannya, perjuangan wanita bukan sekedar personal sosial, tetapi juga merupakan pertarungan moraldan filosofis. Dari filsafat kuno hingga pemikiran feminis kontemporer, kita melihat berbagai nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan penghargaan terhadap martabat manusia menjadi fondasi dakam menuntutperubahan. Etika mengajarkan bahwa setiap manusia, tanpa memandang jenis kelamin. berhak diperlakukan dengan hormat dan adil. Maka, mendukung perjuangan wanita bukan hanya sikap sosial, tetapi juga pilihan etis yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang paling dasar.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Claudia Meutia Salma

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler