Menjaga Objektivitas dan Kesantunan di Era Digital Saat Meresensi
Sabtu, 19 Juli 2025 09:08 WIB
Etika perli dijaga dalam menulis resensi agar tetap objektif, santun, dan mampu membangun budaya literasi yang kritis.
***
Dalam era digital yang ditandai dengan maraknya produksi dan konsumsi informasi, peran resensi menjadi semakin penting. Resensi atau ulasan terhadap suatu karya, baik berupa buku, film, musik, maupun pertunjukan seni lainnya, telah menjadi medium komunikasi yang menjembatani pencipta dan khalayak luas. Tak hanya berfungsi sebagai alat evaluasi, resensi juga memainkan peran edukatif bagi pembaca atau penonton, membantu mereka memahami dan menilai sebuah karya secara kritis sebelum mereka memutuskan untuk menikmatinya.
Namun demikian, semakin terbukanya ruang publik untuk menyampaikan opini juga membawa konsekuensi tersendiri. Banyak resensi yang beredar di media sosial dan blog pribadi ditulis tanpa dasar etika dan tanggung jawab yang memadai. Terdapat kecenderungan bahwa semakin tajam atau bahkan kasar sebuah resensi, maka semakin viral pula penyebarannya. Di sinilah pentingnya membangun kesadaran tentang etika dalam menulis resensi. Etika tidak hanya menjadi pedoman moral, tetapi juga menjadi penjamin objektivitas dan kesantunan dalam menyampaikan kritik terhadap suatu karya.
Fungsi Resensi dalam Budaya Literasi dan Apresiasi Karya
Resensi bukan sekadar opini pribadi, melainkan suatu bentuk tulisan yang bersifat evaluatif, argumentatif, dan informatif. Ia bertugas memperkenalkan isi sebuah karya, mengevaluasi kelebihan dan kekurangannya, serta merekomendasikan atau tidak merekomendasikannya kepada khalayak (Semi, 2012). Dalam kerangka ini, seorang peresensi sejatinya sedang menjalankan fungsi literasi yang tinggi, yaitu menyampaikan penilaian berdasarkan analisis mendalam terhadap struktur, isi, dan konteks karya.
Di dunia akademik, resensi bahkan dianggap sebagai bagian dari kritik sastra atau kritik seni yang membutuhkan pemahaman atas teori-teori tertentu. Namun di luar akademik, resensi tetap memerlukan tanggung jawab penulisnya untuk menyampaikan ulasan secara jujur dan berimbang. Tulisan yang hanya berisi pujian tanpa argumen atau sebaliknya, cacian tanpa dasar, bukanlah resensi, melainkan ekspresi subyektivitas semata yang dapat merusak persepsi publik terhadap suatu karya.
Objektivitas: Pilar dalam Menyampaikan Penilaian Kritis
Salah satu prinsip utama dalam menulis resensi adalah objektivitas. Seorang peresensi yang objektif harus mampu memisahkan antara selera pribadi dengan kualitas karya itu sendiri. Menurut Ratna (2013), objektivitas dapat dicapai dengan pendekatan teoritis dan analisis kontekstual. Resensi harus dilandasi oleh argumen yang logis, data yang kuat, serta pemahaman yang mendalam terhadap karya yang dibahas.
Sebagai contoh, seorang peresensi film yang menilai sebuah film "tidak menarik" karena genre-nya tidak disukai, tanpa mempertimbangkan aspek sinematografi, alur cerita, atau akting pemain, telah melanggar prinsip objektivitas. Penilaian tersebut menjadi bias dan menyesatkan pembaca. Objektivitas menuntut seorang peresensi untuk tetap jujur menilai karya berdasarkan kualitasnya, bukan karena afiliasi, emosi, atau kepentingan tertentu.
Kesantunan Bahasa: Menyampaikan Kritik dengan Bijak
Kritik tidak harus melukai. Itulah prinsip utama dalam menjaga kesantunan dalam menulis resensi. Kesantunan berbahasa dalam tulisan menunjukkan kedewasaan intelektual dan kemampuan berkomunikasi yang matang. Menurut teori kesantunan oleh Brown dan Levinson (1987), penggunaan strategi kesantunan dalam berbahasa bertujuan menjaga “muka” (face) dari orang yang dikritik, sekaligus menjaga kehormatan diri sebagai penulis.
Dalam praktiknya, seorang peresensi yang etis akan menyampaikan kritik terhadap kelemahan karya dengan cara yang konstruktif, bukan destruktif. Misalnya, alih-alih menulis “penulis buku ini bodoh”, ia bisa menulis “beberapa argumen dalam buku ini tampak kurang didukung oleh data yang memadai, sehingga dapat menimbulkan pertanyaan dari pembaca yang kritis.” Ungkapan seperti ini tidak hanya lebih sopan, tetapi juga memberikan ruang dialog yang sehat antara pembaca, peresensi, dan pencipta karya.
Etika sebagai Landasan Moral dan Profesional dalam Meresensi
Etika dalam menulis resensi mencakup banyak aspek: mulai dari kejujuran, tanggung jawab, sampai penghormatan terhadap karya orang lain. Penulisan resensi seharusnya tidak dilakukan atas dasar kepentingan pribadi, seperti upaya menjatuhkan pesaing atau mempromosikan pihak tertentu dengan pujian berlebihan. Etika juga menuntut seorang penulis resensi untuk tidak menjiplak resensi orang lain (plagiarisme), tidak menyebarkan informasi palsu tentang isi karya, serta tidak menggunakan bahasa yang mengandung unsur penghinaan, diskriminasi, atau ujaran kebencian.
Menurut Nurgiyantoro (2010), resensi yang baik dan etis harus berdasarkan pada pemahaman mendalam terhadap isi karya, konteks penulisannya, serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, resensi akan menjadi bagian dari ekosistem apresiasi budaya yang membangun, bukan yang merusak.
Tantangan Etika Resensi di Dunia Digital
Di era media sosial, siapa pun bisa menjadi peresensi. Demokratisasi opini ini tentu positif dari sisi kebebasan berekspresi, tetapi juga membawa tantangan serius dalam hal kualitas dan etika. Banyak resensi viral bukan karena isinya bermutu, tetapi karena bahasanya kontroversial, menghina, atau memancing emosi. Ini merupakan gejala dari rendahnya kesadaran etika dalam menulis.
Dalam konteks ini, Denzin dan Lincoln (2018) mengingatkan bahwa dalam masyarakat yang banjir informasi, etika menjadi filter utama untuk memilah informasi yang bermutu dan bertanggung jawab. Maka dari itu, penting untuk mendorong pendidikan literasi digital yang juga mencakup etika dalam menulis dan berbagi informasi, termasuk dalam hal meresensi.
Kesimpulan
Menulis resensi bukan hanya menyampaikan pendapat, tetapi juga menyampaikan tanggung jawab intelektual dan moral terhadap karya serta pembacanya. Objektivitas dan kesantunan merupakan dua aspek utama yang harus dijaga dalam menulis resensi. Objektivitas menjamin bahwa penilaian didasarkan pada kualitas, bukan selera atau prasangka. Sementara kesantunan menjamin bahwa kritik tidak berubah menjadi penghinaan.
Dalam era informasi yang serba cepat dan terbuka ini, etika menjadi fondasi utama dalam menjaga mutu tulisan serta membangun ruang publik yang sehat. Resensi yang etis dan berkualitas akan memperkaya diskusi, meningkatkan apresiasi terhadap karya, serta mendorong tumbuhnya budaya literasi yang cerdas dan beradab.
Daftar Pustaka
Brown, P., & Levinson, S. C. (1987). Politeness: Some universals in language usage. Cambridge University Press.
Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (2018). The Sage handbook of qualitative research (5th ed.). Sage Publications.
Nurgiyantoro, B. (2010). Penilaian karya sastra. Gadjah Mada University Press.
Ratna, N. K. (2013). Teori, metode, dan teknik penelitian sastra. Pustaka Pelajar.
Semi, M. A. (2012). Dasar-dasar keterampilan menulis. Angkasa.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

AI dan Karya Ilmiah, Kolaborasi Intelektual Era Baru dalam Dunia Akademik
Jumat, 18 Juli 2025 10:28 WIB
Menjaga Objektivitas dan Kesantunan di Era Digital Saat Meresensi
Sabtu, 19 Juli 2025 09:08 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler