Vivere Pericoloso Kampus Swasta
8 jam lalu
Bahaya! Sinyal alarm berbunyi kencang untuk perguruan tinggi swasta. PTS kedodoran dan tertinggal dari PTN perlahan tapi pasti.
Oleh: Yudhi Hertanto, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Bahaya! Sinyal alarm berbunyi kencang untuk perguruan tinggi swasta. Proporsi jumlah PTS yang hampir 70 persen dari sekitar empat ribuan kampus itu seolah kehilangan antusiasmenya, elan vital.
Penerimaan mahasiswa baru sebagai indikator kehidupan kampus swasta tengah merosot, angkanya bervariasi 20 sampai 40 persen drop, hal itu membuat nafas institusi PTS mulai tersengal-sengal. Gelagat dari situasi kali ini perlu dibaca dengan serius, karena menjadi tanda hidup dalam bahaya, vivere pericoloso.
Pada sisi bersamaan, kondisi perguruan tinggi negeri terlihat mengalami pertumbuhan. Bahkan relatif bertambah secara progresif. Kalau dibiarkan tanpa dikelola dan tidak segera dibenahi, maka bukan tidak mungkin periode kepunahan PTS berada tepat di pelupuk mata.
Tidak bisa dipungkiri strategi “kapal keruk” PTN dengan menambah kapasitas penerimaan, yang mengambil beragam segmen peminatan mahasiswa baru membuat PTS kedodoran. Meski langkah tersebut tentu dipahami sebagai upaya PTN untuk dapat survive secara berkelanjutan.
Situasinya merupakan konsekuensi dari perubahan bentuk PTN yang mengharuskan otonomi dan kemandirian atas pengelolaan finansial. Dengan begitu dapat dimengerti mengapa UKT PTN mengalami kenaikan dalam format berjenjang.
Bahkan dengan kondisi zero sum game antara PTN dan PTS ini pun ternyata tidak juga berdampak pada peningkatan angka partisipasi kasar perguruan tinggi, yang nilainya hanya berkisar 30 persen dari waktu ke waktu. Satu hal yang terlihat pasti adalah kemunduran PTS gurem tanpa back up korporasi dan konglomerasi.
Persepsi atas kualitas dan fasilitas jelas dimiliki PTN, sesuatu yang tidak mudah dikejar PTS. Daya tawar PTS terletak pada fleksibilitas program dan harga yang terjangkau alias murah. Terjelaskan bila kemudian aspek kesejahteraan dosen di PTS seolah bukan menjadi prioritas, lebih disebabkan karena kesulitan dalam mengelola anggaran yang terbatas.
Keberadaan PTS jelas bergantung pada faktor pengkali kuantitas mahasiswa, sebagai daya dukung keberlangsungan operasional. Pelik bagi PTS dalam menjadikan penelitian sebagai kunci kompetitif yang diminati untuk mendapatkan pendanaan industri, apalagi bersaing dengan jejaring PTN, jelas suatu hil yang mustahal.
Keadaan ini tidak boleh terus berlangsung tanpa intervensi regulasi, karena pendidikan tinggi menjadi wajah dari kualitas sebuah negara. PTS memiliki hak hidup yang seharusnya dilindungi. Eksistensi PTS dan kebermanfaatan atas kehadirannya, menjadi bagian dari sumbangsih mandiri swasta bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Apa yang dapat disusun dari kepingan yang berserak bagi kehidupan PTN dan PTS yang sehat?
Pertama, peran PTN menjadi pengungkit kualitas kampus kelas dunia, dengan volume mahasiswa dibatasi, bermain dikancah regional maupun internasional melalui intervensi anggaran negara,
Kedua, optimalisasi PTS kecil untuk bisa tetap hidup dengan dukungan regulasi yang longgar, guna mengembangkan bidang keilmuan yang selaras ditingkat lokal domestik untuk menyerap peminatan mahasiswa baru.
Ketiga, pemerintah melalui Kemendiktisaintek perlu membuat peta jalan PTN dan PTS berkesinambungan dengan azas going concern bukan lagi seleksi alam, rumusan kebijakan perlu dialog antar parapihak secara intensif.
Dengan bauran sederhana itu, maka stimulus tercipta dikedua sisi dari mesin penyangga pendidikan tinggi, baik PTN maupun PTS dapat memainkan tugas serta perannya masing-masing sesuai segmen, memastikan kemampuan untuk tidak hanya sekedar hidup tetapi juga mampu tumbuh dan berkembang dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi berkualitas.
Yudhi Hertanto
Program Doktor Ilmu Hukum
Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Vivere Pericoloso Kampus Swasta
8 jam lalu
Efek Domino Perilaku Kekuasaan
1 hari laluBaca Juga
Artikel Terpopuler