Tentang Penulis.\xd \xd Ahmad Wansa Al-Faiz lahir di Tanjung Karang, Bandar Lampung, 7 April 1984. Ia adalah putra pertama dari pasangan Muhammad Ichwan dan Yulisa Iriani. Pernah nyantri di Pesantren La-Tansa, kemudian melanjutkan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Sejarah Peradaban Islam (2002), meski tidak selesai. Ia kemudian menamatkan pendidikan di Ilmu Pemerintahan Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjuang 45), dengan tugas akhir mengenai kinerja berbasis kompensasi pendapatan di IAIN Lampung.\xd \xd Sejak 2003, Ahmad aktif sebagai relawan di KontraS. Kini bermukim di Bandar Lampung, ia produktif menulis di berbagai media seperti - Geotimes - dan - Indonesiana -, dengan minat pada tema orientalisme, epistemologi hukum Islam, serta analisis sosiologi politik. Ia juga menulis karya eksperimental berjudul *Is This Your Personality Number 085156532367.\xd \xd
Politik di Lampung Membangun Konspirasi dari Rumah dan Ruang Privasi
2 hari lalu
***
A.W. Al-faiz
Dalam politik lokal Lampung, kekuasaan tidak selalu dipertarungkan di panggung terbuka. Justru, banyak drama politik lahir di ruang yang paling privat: rumah, ruang tamu, bahkan meja makan keluarga. Dari tempat-tempat inilah lahir persekongkolan, manuver, hingga strategi yang kemudian merembes ke ruang publik dalam bentuk isu, gosip, atau bocoran percakapan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa politik kita tidak pernah sepenuhnya publik, melainkan terus bergeser ke ruang-ruang privat yang rapuh. Politik kamar di Lampung misalnya, kerap lebih menentukan arah dukungan dan koalisi dibanding forum resmi partai atau sidang pemerintahan. Dalam suasana berkelitan, alias bergerak sembunyi, berputar arah, dan menghindari sorotan, ini elite politik membangun jejaring kuasa yang sulit dilacak secara terang.
Namun, sifat konspirasi itu sendiri hampir selalu cacat, ia bocor. Rekaman obrolan beredar, pesan WhatsApp menyebar, hingga cerita meja makan jadi konsumsi publik. Apa yang tadinya dianggap rahasia keluarga justru menjadi amunisi politik lawan atau bahan bakar gosip digital. Maka, politik privat tidak pernah benar-benar aman; ia selalu berpotensi menjadi bumerang.
Dari sini kita belajar dua hal. Pertama, politik Lampung adalah politik yang berkelitan dan tidak frontal, tetapi juga tidak steril. Ia mengandalkan manuver halus, tapi jejaknya tetap terbaca. Kedua, privasi personal di era digital mustahil utuh. Batas antara ruang privat dan publik runtuh begitu saja, terutama ketika kepentingan politik ikut bermain.
Pertanyaannya: apakah kita masih bisa berharap pada politik yang jujur, terbuka, dan transparan? Ataukah kita harus menerima kenyataan bahwa di Lampung dan mungkin di banyak daerah lain politik justru akan terus berputar di antara ruang keluarga, gosip, dan kebocoran yang disengaja?

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Setan dan Hoaks dalam Cerpen Salman Rusdhie
3 hari laluBaca Juga
Artikel Terpopuler