Efektivitas Intervensi Gizi Berbasis Masyarakat dalam Mencegah Stunting

6 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Efektivitas Intervensi Gizi Berbasis Masyarakat dalam Upaya Pencegahan dan Penurunan Angka Stunting
Iklan

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak yang diakibatkan oleh kekurangan gizi.

***

Wacana ini ditulis oleh Sal Sabila, Luthfiah Mawar M.K.M., dan Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si. Lalu diedit oleh Naila Al Madina, Andieni Pratiwi, Andine Mei Hanny, Dwi Keisya Kurnia, dan Naila Al Madina dari IKM 6 Stambuk 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UIN Sumatera Utara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak yang diakibatkan oleh kekurangan gizi, dan masalah ini tidak dapat dilihat semata-mata sebagai persoalan individu, melainkan sebagai refleksi kompleks dari persoalan sosial, ekonomi, dan budaya dalam suatu bangsa. Di Indonesia, angka stunting masih tergolong tinggi, yang banyak dipicu oleh ketidaksetaraan akses terhadap nutrisi serta keterbatasan informasi mengenai perkembangan gizi anak. Meskipun pemerintah telah meluncurkan berbagai program penanggulangan, efektivitas kebijakan tersebut kerap terhambat oleh pendekatan yang terlalu seragam dan kurang adaptif terhadap keragaman konteks lokal.

Oleh sebab itu, intervensi gizi berbasis masyarakat dapat dipandang sebagai strategi yang lebih efektif, berkelanjutan, dan humanis. Pendekatan ini bukan hanya menawarkan solusi teknis, melainkan juga membangun fondasi sosial yang kokoh, memperkuat kapasitas komunitas, serta menumbuhkan perubahan perilaku yang bersifat jangka panjang.

 

Urgensi intervensi berbasis masyarakat terletak pada kelemahan pendekatan sentralistik yang selama ini dominan. Program yang dirancang secara top-down sering kali tidak mampu menjangkau daerah terpencil karena minimnya pemahaman terhadap dinamika lokal. Faktor seperti praktik pangan tradisional, hambatan budaya dalam pemberian makanan anak, dan keterbatasan infrastruktur kerap diabaikan, sehingga bantuan yang disalurkan menjadi tidak tepat sasaran, kurang dimanfaatkan, atau bahkan menimbulkan ketergantungan.

Di titik inilah pendekatan berbasis masyarakat memperlihatkan keunggulannya. Alih-alih menempatkan masyarakat sebagai objek program, pendekatan ini justru menjadikan mereka subjek aktif. Posyandu, kader kesehatan, dan organisasi seperti PKK merupakan garda terdepan yang memahami kebutuhan masyarakat, menjalin interaksi langsung dengan keluarga, serta membangun kepercayaan yang sulit ditumbuhkan oleh tenaga kesehatan dari luar.

Kader posyandu, misalnya, tidak hanya berperan sebagai pengukur berat badan atau tinggi anak, melainkan juga sebagai pendidik, motivator, sekaligus penghubung antara keluarga dan layanan kesehatan. Dengan penguatan kapasitas melalui intervensi berbasis masyarakat, mereka dapat difungsikan sebagai fasilitator kelas ibu hamil dan balita, ruang yang bukan hanya menyediakan informasi gizi, melainkan juga sarana berbagi pengalaman dan memperoleh dukungan emosional.

Di kelas ini para ibu diajarkan mengenai pemberian makanan pendamping ASI yang tepat, pola asuh yang sehat, dan pentingnya sanitasi. Bahkan mereka dilibatkan untuk memanfaatkan bahan pangan lokal sebagai sumber MPASI, yang pada gilirannya membentuk pemahaman bahwa makanan bergizi tidak harus mahal. Praktik sederhana ini menyentuh akar persoalan dengan cara yang relevan dan berkelanjutan.

Lebih jauh, intervensi berbasis masyarakat memiliki fleksibilitas untuk beradaptasi dengan kondisi geografis maupun sosial budaya. Di wilayah pesisir, fokus program dapat diarahkan pada optimalisasi sumber protein laut, sementara di daerah pegunungan perhatian dapat tertuju pada pemanfaatan sayur mayur dan umbi-umbian. Pemanfaatan pekarangan rumah melalui budidaya sayuran hidroponik juga menjadi alternatif cerdas untuk memperkuat ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kemandirian ekonomi keluarga. Dengan demikian, intervensi semacam ini bukan hanya mengatasi stunting, tetapi juga mendorong terbangunnya solusi holistik yang menyatukan aspek kesehatan, ekonomi, dan kemandirian masyarakat.

Namun, efektivitas intervensi tidak lepas dari tantangan. Keterbatasan anggaran, kurangnya pelatih, dan tingginya tingkat pergantian kader posyandu merupakan hambatan yang kerap muncul. Mengingat sebagian besar kader bekerja secara sukarela dengan insentif yang terbatas, dukungan pemerintah menjadi sangat krusial. Penyediaan alokasi dana yang memadai untuk pelatihan, ketersediaan peralatan yang akurat, serta pemberian insentif yang layak dapat meningkatkan motivasi dan kualitas kerja kader. Kolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat maupun akademisi juga berperan penting dalam merancang modul pelatihan yang inovatif, sekaligus melakukan evaluasi berkelanjutan guna menjamin keberhasilan program.

Kesadaran masyarakat merupakan aspek fundamental lain dalam memastikan keberhasilan pendekatan berbasis komunitas. Tidak jarang stunting dianggap wajar atau tidak dipahami dampaknya. Melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan media lokal menjadi cara efektif untuk menyampaikan pesan tentang pentingnya 1000 hari pertama kehidupan dalam bahasa yang mudah diterima. Penyuluhan, pertunjukan seni, maupun kegiatan memasak sehat bersama dapat menjadi media edukasi yang sekaligus mengubah persepsi publik. Perubahan perilaku tentu tidak terjadi secara instan, melainkan membutuhkan interaksi yang berulang, dukungan sosial yang konsisten, dan pemahaman yang menyeluruh tentang alasan mendasar di balik setiap perubahan.

Akhirnya, tanggung jawab dalam menurunkan angka stunting tidak dapat dibebankan hanya pada pemerintah. Hal ini merupakan tanggung jawab kolektif yang dimulai dari individu, keluarga, hingga komunitas. Intervensi gizi berbasis masyarakat menjadi wujud nyata strategi yang menghargai kekuatan kolektif, memanfaatkan kearifan lokal, dan memperkuat kapasitas masyarakat. Dengan demikian, kita tidak hanya menanggulangi stunting, tetapi juga membangun generasi yang lebih sehat, cerdas, produktif, dan siap menghadapi tantangan masa depan. Intervensi ini pada hakikatnya adalah investasi jangka panjang bagi bangsa, sebuah upaya menciptakan masyarakat yang mandiri, berdaya saing, dan berdaya hidup berkelanjutan.

 

Corresponding Author: Sal Sabila

(email: [email protected])

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler