Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Pola Makan anak Usia Sekolah

1 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Pola Makan anak Usia Sekolah
Iklan

Masa usia 5 hingga 14 tahun merupakan periode krusial dalam kehidupan seorang anak, di mana pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif berlangs

***

Wacana ini ditulis oleh Sarah Aisyah Agusti, Luthfiah Mawar M.K.M., dan Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si. Lalu diedit oleh Aisyah Umaira, Andieni Pratiwi, Andine Mei Hanny, Dwi Keisya Kurnia, dan Naila Al Madina dari IKM 6 Stambuk 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UIN Sumatera Utara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Masa usia 5 hingga 14 tahun merupakan periode krusial dalam kehidupan seorang anak, di mana pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif berlangsung sangat cepat. Pada tahap ini, aktivitas fisik anak meningkat pesat, baik melalui permainan, olahraga, maupun keterlibatan dalam kegiatan rumah tangga. Agar proses tumbuh kembang dapat berlangsung optimal, asupan gizi yang memadai dari segi kuantitas maupun kualitas menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditawar. Gizi yang cukup akan memastikan anak memiliki energi yang seimbang sekaligus memperkuat daya tahan tubuhnya terhadap berbagai penyakit.

 

Kebiasaan makan yang tidak tepat pada anak usia sekolah kerap menimbulkan masalah kesehatan serius. Di satu sisi, pola konsumsi berlebihan dapat mengarah pada obesitas, sedangkan di sisi lain, kekurangan gizi dapat menyebabkan stunting yang berimplikasi panjang terhadap kualitas hidup di masa mendatang. Oleh karena itu, perhatian terhadap status gizi anak sekolah tidak dapat dipandang sebagai isu kecil, melainkan bagian dari tanggung jawab kolektif bangsa dalam mempersiapkan generasi yang sehat. Salah satu faktor penting yang memengaruhi kecukupan gizi adalah pengetahuan. Anak yang kurang dibekali pemahaman tentang pentingnya makanan sehat akan kesulitan menerapkan prinsip gizi seimbang dalam kehidupan sehari-hari. Upaya memperbaiki kondisi ini dapat ditempuh melalui pendidikan gizi yang dimulai sejak dini, termasuk dalam lingkungan sekolah, sehingga anak terbiasa membuat keputusan yang lebih bijak dalam memilih makanan.

 

Kebiasaan jajan merupakan salah satu fenomena umum pada anak usia sekolah, khususnya mereka yang berusia 7 hingga 12 tahun. Lingkungan sekolah sering kali menjadi tempat utama anak-anak mengonsumsi jajanan, yang tidak semuanya memenuhi standar kesehatan. Karena itu, penyuluhan pendidikan gizi di sekolah bertujuan meningkatkan pengetahuan sekaligus mengubah perilaku dalam pemilihan jajanan. Program edukasi semacam ini tidak hanya melatih anak untuk lebih kritis terhadap makanan yang mereka konsumsi, tetapi juga berfungsi sebagai langkah pencegahan terhadap timbulnya masalah gizi di kemudian hari. Makanan yang dikonsumsi anak sekolah secara langsung memengaruhi perkembangan fisiknya, sehingga peran orang tua dalam mengawasi serta mengontrol pola makan anak tetap menjadi faktor kunci.

 

Pola makan anak dapat ditinjau dari beberapa dimensi, mulai dari kecenderungan nafsu makan, cara orang tua menggunakan makanan sebagai hadiah, hingga bentuk pengaturan waktu dan jumlah makan yang dilakukan secara terstruktur. Berdasarkan dimensi tersebut, pola makan anak dapat dikategorikan ke dalam tingkat rendah, sedang, atau tinggi. Tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah banyaknya jajanan tidak sehat yang beredar di sekitar sekolah. Situasi ini menegaskan urgensi pendidikan kesehatan bagi anak agar mereka mampu memilah jajanan yang aman, bergizi, dan sesuai dengan kebutuhan energi selama bersekolah.

 

Sayangnya, pola makan seimbang masih jarang terpenuhi. Anak lebih sering memilih makanan yang hanya mengandung satu atau dua zat gizi dominan, seperti burger yang kaya karbohidrat dan lemak, namun miskin serat dan vitamin. Konsumsi makanan semacam ini dalam jangka panjang meningkatkan risiko obesitas dan penyakit metabolik. Edukasi gizi melalui media yang tepat, baik dalam bentuk kampanye, modul pembelajaran, maupun penyuluhan langsung, menjadi sarana efektif untuk memperkenalkan pentingnya pola makan seimbang yang dapat menunjang aktivitas harian sekaligus pertumbuhan otak dan tubuh.

 

Nutrisi merupakan fondasi utama tumbuh kembang manusia. Gizi yang terpenuhi dengan baik pada masa kanak-kanak tidak hanya berpengaruh pada pertumbuhan fisik, melainkan juga pada perkembangan sistem saraf, fungsi otak, serta kemampuan intelektual. Pemenuhan gizi yang adekuat memungkinkan anak mencapai potensi genetiknya secara maksimal, baik dari sisi tinggi badan, kekuatan fisik, maupun kapasitas kognitif. Pertumbuhan berkaitan erat dengan perubahan ukuran tubuh yang bersifat kuantitatif, sementara perkembangan menekankan pada kematangan fungsi tubuh yang lebih kompleks, termasuk keterampilan motorik, bahasa, dan sosial.

 

Karbohidrat menjadi salah satu komponen utama dalam asupan energi anak. Terdapat dua jenis karbohidrat yang sering dikonsumsi, yakni sederhana dan kompleks. Karbohidrat sederhana, yang terdapat pada gula putih, susu, buah, madu, dan permen, mudah dicerna tubuh namun cenderung cepat meningkatkan kadar gula darah. Sebaliknya, karbohidrat kompleks yang terkandung dalam nasi, gandum, atau ubi membutuhkan waktu lebih lama untuk dicerna, sehingga anak merasa kenyang lebih lama dan memperoleh energi yang lebih stabil. Pemahaman terhadap perbedaan ini penting agar anak tidak hanya mengandalkan makanan instan atau manis semata, tetapi juga terbiasa mengonsumsi sumber energi yang lebih sehat.

 

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peran orang tua dalam mengawasi pola makan anak tidak dapat digantikan. Di tengah maraknya peredaran makanan tidak sehat, orang tua harus hadir sebagai pengawas sekaligus pembimbing utama dalam membentuk kebiasaan makan yang baik. Kecerobohan dalam membiarkan anak mengonsumsi makanan tidak sehat secara terus-menerus akan membawa dampak buruk, mulai dari penyakit kronis hingga gangguan tumbuh kembang yang bersifat permanen. Oleh sebab itu, pengawasan, edukasi, dan keteladanan dalam memilih makanan menjadi fondasi penting untuk memastikan anak tumbuh sehat, cerdas, dan siap menghadapi tantangan masa depan.

 

Corresponding Author: Sarah Aisyah Agusti (email: [email protected])

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler