Memperebutkan Sherlock Holmes

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Karakter Sherlock Holmes diperebutkan: sudah di ranah publik atau masih milik privat?

Siapa tak mengenal Sherlock Holmes? Karakter populer ciptaan Arthur Conan Doyle ini begitu melekat di hati penggemar cerita detektif, seperti halnya Herculé Poirot dalam kisah-kisah misteri Agatha Christie. Kedua karakter ini memiliki kepribadian berbeda dan gaya yang tak sama dalam menelisik sebuah kasus kriminal.

Tapi yang ramai dibicarakan akhir-akhir ini bukan tentang perbandingan Holmes dan Poirot—mana yang lebih jago dalam mengungkap kejahatan, melainkan siapa yang berhak atas karakter Sherlock Holmes. Apakah siapapun bebas memakai karakter Sherlock Holmes dalam cerita-cerita yang mereka tulis? Maklum, karakter populer selalu mengundang orang untuk ‘meminjam’ karakter ini dalam cerita yang alurnya mereka bikin sendiri.

Tarik-menarik atas hak cipta karakter Holmes memang belum usai. Di AS, pihak yang memegang hak cipta karya Arthur Conan Doyle (Conan Doyle Estate) mengajukan banding ke Supreme Court agar mengkaji kembali keputusan pengadilan di bawahnya, Juli lalu, yang menyebutkan bahwa karakter Sherlock Holmes sudah berada di domain publik. Jadi, siapapun bebas menggunakan karakter ini dalam cerita-cerita mereka.

Pengadilan banding ini, bila diselenggarakan, merupakan putaran mutakhir (dan boleh jadi yang terakhir) terkait pertarungan legal memperebutkan status hak cipta Sherlock Holmes. Upaya banding diajukan setelah hakim Rubén Castillo di Northern District of Illinois, AS, pada 23 Desember 2013, bersama dua hakim lainnya, memutuskan bahwa publik “dapat menggunakan elemen-elemen cerita Sherlock Holmes sebelum tahun 1923” (serta karakter dan elemen lain serial misteri Arthur Conan Doyle yang diterbitkan sebelum tahun 1923) tanpa perlu meminta lisensi.

Pihak pemegang hak cipta lalu mengajukan banding, namun hakim ternyata memperkuat keputusan pengadilan distrik Illinois. Kini, Conan Doyle Estate maju ke Supreme Court dan berharap keputusan pengadilan di bawahnya dapat diubah.

Hakim Castillo menggunakan aturan tentang domain publik di AS yang umumnya dimulai tahun 1923. Dalam sidang yang sama, Hakim Richard Posner menyebutkan bahwa pengadilan tidak dapat menemukan ‘dasar lain dalam statuta atau undang-undang yang dapat dipakai untuk memperpanjang hak cipta melampaui masa kadaluwarsanya”.

Ada empat novel dan 46 cerita pendek yang ditulis Arthur Conan Doyle, dengan karakter Sherlock Holmes dan Dr. Watson, yang dinyatakan telah masuk ke dalam ranah publik. Sementara itu, 10 cerita pendek yang ditulis setelah tahun 1923 masih dilindungi undang-undang hak cipta AS.

Kasus ini menarik sebab bisa menjadi jurisprudensi bila kelak ada kasus serupa. Pengajuan kasus hak cipta atas Sherlock Holmes disampaikan awal 2013 oleh Leslie Klinger setelah pemegang hak cipta Holmes meminta bayaran lisensi untuk bukunya, In the Company of Sherlock Holmes.  Argumen pihak Conan Doyle Estate: karakter Sherlock Holmes masih dikembangkan oleh Arthur hingga melewati tahun 1923, di antaranya dalam cerita pendek The Adventure of Shoscombe Old Place yang terbit tahun 1927.

Buku terbitan Pegasus Books tersebut merupakan antologi cerita pendek yang terinspirasi oleh karakter Holmes dan disunting bersama oleh Leslie bersama Laurie R. King, penulis serial misteri laris dengan karakter utama Mary Russell. Dalam ceritanya, Laurie juga menyertakan karakter Sherlock Holmes yang berperan dalam cerita Laurie sebagai sahabat dekat dan mentor Mary.

Pengaruh Arthur Conan Doyle memang sangat terasa pada kisah-kisah detektif yang ditulis oleh penulis dari masa kemudian. Setelah Arthur meninggal pada tahun 1930, puluhan penulis mengelaborasi karya-karyanya, menambahkan cerita, bahkan menulis cerita baru dengan memakai karakter Sherlock Holmes dalam bentuk cerita pendek, novel, maupun untuk televisi dan film layar lebar.

Pengaruh Sherlock Holmes juga sampai ke ranah ilmu forensik. Cara Holmes mempelajari temuan-temuan kecil di tempat kejadian perkara, seperti abu rokok dan potongan rambut, turut menginspirasi penyidik kejahatan. Holmes melacak jejak-jejak bukti yang tertinggal, seperti sepatu, sidik jari, maupun tulisan, yang kini dikenal sebagai questioned document examination.

Permainan Robert Downey Jr. yang urakan dalam film arahan Guy Ritchie menjadi salah satu interpretasi menarik atas karakter Sherlock Holmes. Karakter ini memang tidak ‘seformal’ Herculé Poirot dalam film Murder on the Orient Express yang diangkat dari novel Agatha Christie. Tak heran bila banyak pihak memperebutkan Sherlock Holmes. (sbr foto: fanpop.com) ***

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
dian basuki

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

img-content

Bila Jatuh, Melentinglah

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler