x

Iklan

Luhut Pandjaitan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Masih Adakah Nilai-nilai Kebersamaan untuk Tegaknya NKRI?

Kemanakah nilai-nilai kebersamaan yang telah diwariskan oleh para pahlawan dan para pendiri bangsa Indonesia ini sekarang? Apakah masih ada, melihat konteks perbedaan-perbedaan pemikiran yang tajam di DPR sekarang ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di Hari Pahlawan 10 Nopember ini, saya ingin mengajak kita semua untuk sejenak mundur ke belakang, mengingat bagaimana the founding fathers kita dalam mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka telah mengorbankan harta dan nyawa demi merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Para pahlawan itu, para pendiri bangsa,  mampu berjiwa besar untuk mengabaikan atau mengesampingkan kepentingan-kepentingan kelompoknya demi tegaknya NKRI.

Dalam konteks kekinian, saya melihat bahwa nilai-nilai yang perlu kita tumbuhkan kembali dari para pendiri bangsa itu adalah nilai-nilai kebersamaan. Nilai-nilai yang lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri sendiri atau kelompok saja.

Sejarah pernah mencatat, sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Tahun 1945, negara ini belum memiliki konstitusi dan dasar negara yang sah. Berbulan-bulan sebelumnya sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pernah mandek karena tercantumnya 7 kata yang membuat beberapa kelompok yang berasal dari wilayah Indonesia bagian Timur sempat mengurungkan niatan mereka untuk bersatu dalam NKRI. Dikhawatirkan apabila kalimat itu tetap tercantum dalam Pembukaan UUD '45 maka akan memberikan privilege khusus pada satu kelompok.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada tanggal 18 Agustus 1945, sekitar pukul 9.00 pagi, sebelum PPKI memulai rapat untuk mensahkan UUD '45, Mohammad Hatta menemui Teuku Mohammad Hasan, pemuka masyarakat Aceh begitu ia tiba gedung Volksraad, Pejambon. Bung Hatta mengajak Hasan ke sebuah ruangan dimana telah menunggu Bung Karno di dalamnya. Hatta menjelaskan kepada Hasan bahwa negara berada dalam keadaan bahaya. Golongan Kristen dan Katolik menuntut agar tujuh kata yang tercantum di dalam pembukaan rancangan UUD, yang hari itu akan disahkan menjadi UUD negara Indonesia, dihapuskan. “Kalau tidak, kita akan pecah. Umat Kristen akan melepaskan diri dari Republik,” kata Hatta.

Hatta lalu meminta Hasan untuk melobi Ki Bagus Hadikusumo, pemuka Islam dalam PPKI, agar tak keberatan jika tujuh kata itu dihapus. “Tolong Saudara yakinkan dia. Saudara bisa melakukan itu, karena Saudara berasal dari Serambi Mekah,” ujarnya. Hatta tak melakukannya sendiri, karena merasa sebagai seorang nasionalis, tak akan bisa meyakinkan Hadikusumo.

Hasan menyanggupi permintaan Hatta. Ia lalu menemui Hadikusumo, yang duduk sendiri di ruangan lain. Keduanya segera terlibat dalam pembicaraan serius. “Ki Bagus, kita harus menerima ini. Kalau tidak, kita akan pecah. Orang Kristen akan membuat negara sendiri, dan mereka akan dibantu Belanda.” kata Hasan. Hadikusumo, menurut Hasan, diam tak mendebat. Sebuah keputusan penting lahir dari pembicaraan 10 menit kedua tokoh itu: golongan Islam dapat menerima permintaan Hasan. Tujuh kata yang menjadi ganjalan selama sidang BPUPKI pada bulan-bulan sebelumnya, akhirnya terselesaikan juga.

Nilai-nilai semacam ini menurut hemat saya adalah warisan yang baik untuk kita renungkan apabila ingin membawa negeri ini menjadi negara yang besar ke depan.

Kita sekarang melihat ada satu perseteruan di parlemen. Dimana ada dua kelompok yang saling bersikukuh terhadap pemikirannya masing-masing. Namun saya terus terang cukup gembira karena setelah beberapa kali berdiskusi dengan beberapa tokoh dari kedua belah pihak, saya melihat ada spirit untuk mengedepankan musyawarah untuk mufakat. Bahwa di sana belum ada kata sepakat yang tercapai, saya bisa paham. Tapi dari beberapa pernyataan yang saya dapat dari beberapa teman di Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, semua berkeinginan untuk mencari jalan mufakat. Kalau ini terjadi saya pikir suatu tonggak sejarah yang baik dimana kita bisa menyelesaikan masalah perbedaan-perbedaan kita dengan damai.

Sesungguhnya perbedaan ini pun tidak perlu dibesar-besarkan. Kalau kita lihat di AS negara demokrasi yang sudah berdiri lebih dari 200 tahun, saat ini Kongresnya dikuasai oleh Partai Republik sedangkan pemerintahannya dikuasai oleh Demokrat. Jika di Amerika saja yang sudah begitu maju masih terjadi hal-hal semacam itu maka kita tidak perlu berkecil hati. Namun kita juga bisa menunjukkan bahwa Negara Indonesia yang telah merdeka selama 69 tahun ini mampu menyelesaikan masalahnya dengan baik. Sehingga kita tidak perlu dipandang remeh oleh negara-negara lain. Mengenai kedewasaan kita dalam berdemokrasi Indonesia, saya lihat kita mengarah pada satu arah yang benar. Bahwasanya di sana sini belum semua baik, tentu merupakan suatu proses yang harus dilalui siapapun.

Saya juga mengapresiasi Presiden Jokowi yang tidak mencampuri secara langsung perbedaan yang ada di parlemen. Beliau memposisikan diri sebagai negarawan dengan tidak memberikan komentar-komentar yang memihak mengenai perbedaan yang terjadi di parlemen. Dengan sikap seperti ini memberikan kemudahan-kemudahan bagi kedua belah pihak untuk bernegosiasi sehingga kita berharap penyelesaian perbedaan di parlemen ini tidak akan berlanjut ke depan.

Ini juga satu nilai-nilai kepahlawanan yang harus kita lihat. Pahlawan itu tidak mesti di medan pertempuran. Pahlawan itu bisa di bidang ekonomi, riset, lingkungan, dan juga pahlawan demokrasi, pahlawan yang bisa membawa negara ini maju dalam berbagai bidang disiplin ilmu.

Oleh karena itu marilah bangsa Indonesia, kita yang masih hidup terutama yang muda-muda untuk membuat Hari Pahlawan ini menjadi satu tonggak untuk meneruskan nilai-nilai yang telah dilahirkan dan diperjuangkan oleh the founding fathers dan para pejuang yang telah pergi.

Selamat Hari Pahlawan, mari kita mendoakan kepada pahlawan yang sudah pergi dan keluarga yang ditinggalkannya. Kita bekerja sama menyingsingkan lengan baju, untuk membuat negara ini negara yang transparan, negara yang bekerja dengan baik. Negara yang mampu membawa Indonesia sebagai negara besar dalam 10 tahun ke depan ini. Terimakasih.

www.luhutpandjaitan.com

Ikuti tulisan menarik Luhut Pandjaitan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler