Lupa kata sandi Tempo ID anda?
Belum memiliki akun? Daftar di sini
Sudah mendaftar? Masuk di sini
Di kelas yang dikelompokkan berdasarkan usia, pembelajaran hanya efektif bagi sebagian kecil murid, sebagian besar lainnya akan tertinggal. Apalagi jika gurunya adalah penganut aliran “buku harus habis” dan “materi harus tuntas”. Bodo amat dengan murid yang kesulitan mengikuti alur pembelajaran! Fenomena murid terabaikan sebagai left behind sesungguhnya terjadi di seluruh dunia. Di titik itulah pendekatan TaRL (Teaching at the Right Level) layak diadaptasi. Bagaimana Kurikulum Prototipe mengawinkannya dengan konsep Merdeka Belajar?
Guru harus prigel berbagi tugas dengan google. Barangkali masih hangat di kepala kita kisah pembelajaran daring. Ada murid menjawab soal rumit dari gurunya dengan mudah. Usut punya usut, si guru mengambil soal di google. Hanya dengan salin-tempel, murid berhasil menemukan jawaban dalam hitungan detik. Ungkapan zaman manual ‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari’ berubah menjadi ‘guru googling sehari menyalin soal, murid googling sedetik mendapatkan jawaban”.
Pandemi menjadi uji resiliensi bagi dunia pendidikan. Kecakapan adaptif mengakrabi tantangan dan kreativitas meracik solusi adalah kunci untuk bangkit dari keterpurukan. Untuk menjadi pemenang, resiliensi adalah kunci!
Syarat mutlak merdeka belajar meniscayakan guru merdeka dan murid merdeka. Merdeka belajar ibarat sekeping koin yang dua sisinya adalah guru merdeka dan murid merdeka. Menghilangkan salah satu sisi berarti menghilangkan kedua sisinya. Guru dan murid mesti bersinergi saling memerdekakan, berkelindan dalam satu tarikan napas mewujudkan merdeka belajar.