Hitung cepat (quick count) pemilihan kepala daerah (pilkada) DKI Jakarta menarik untuk dicermati. Dari data yang disajikan lembaga-lembaga survei pasangan Ahok-Djarot sementara unggul tipis dibandingkan kedua pasangan calon lain yakni Agus-Silvi dan Anis-Sandi. Dari hitung cepat: Polmark Indonesia menempatkan perolehan suara Agus-Silvi 19,1%, Ahok-Djarot 41,27% dan Anies-Sandi 39,77%, Inews Research Agus Silvi 17,97%, Ahok-Djarot 42,68%, Anis-Sandi 39,78%.
Sedangkan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Agus Silvi 16,71%, Ahok-Djarot 43,19%, Anies Sandi 40,1%. Indikator Agus-Silvi 17,32%, Ahok-Djarot 43,05%, Anies Sandi 39,69%, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Agus-Silvi 16,19%, Ahok-Djarot 43,2%, Anies Sandi 39,9%, Libang Kompas Agus-Silvi 17,37%, Ahok-Djarot 42,87%, Anies-Sandi 39,76%. Cyrus Network Agus Silvi 17%, Ahok-Djarot 43,9% dan Anies-Sandi 39,2%.
Dari hitung cepat ini, Pertama, pasangan Ahok-Djarot unggul tipis sekitar 4% atas Anis-Sandi dan keduanya terpaut jauh dari pasangan Agus-Silvi yang berada pada kisaran 17,42%. Namun hasil hitung cepat ini bukanlah patokan akhir karena masih harus menunggu hitung manual yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta. Setidaknya hasil ini memperlihatkan independensi lembaga survei karena tidak terdapat dualisme hasil seperti halnya pada pemilu presiden (pilpres) 2014 silam.
Sempat ada kekhawatiran karena sebagian lembaga survei merangkap sebagai konsultan politik dan tim sukses pasangan calon. Bahkan beberapa pemilik lembaga survei merupakan juru bicara (jubir) paslon yang berlaga. Kedua, dipastikan pilkada berlangsung 2 putaran. Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2016 Pasal 36 ayat (2) disebutkan jika tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen maka diadakan putaran kedua. Pada putaran kedua diikuti oleh paslon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama.
Pasal 36 ayat (1) Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakata yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih. (2) dalam hal tidak terdapat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur di DKI Jakarta yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen), diadakan pemilihan gubernur dan wakil gubernur putaran kedua yang diikuti pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama. Jika pilkada berlangsung dua putaran pilkada dilaksanakan pada 19 April 2017 mendatang.
Terkait dengan pilkada dua putaran pertarungan antara Ahok-Djarot dan Anis-Sandi akan lebih seru karena mereka akan head to head untuk memperebutkan suara. Secara sosiologis pemilih Agus-Silvi dan Anis Sandi mempunyai karakter yang sama sehingga kemungkinan berkoalisi sangat besar. Kini wacana melimpahkan suara Agus-Silvi sudah digagas beberapa partai pengusung. Limpahan suara Agus-Silvi ke Anis-Sandi akan mendongkrak suara secara signifikan. Mereka yang memilih Agus-Silvi dan Anis Sandi memiliki karakter yang sama. Mereka berasal dari barisan “asal bukan Ahok” alias anti Ahok.
Pendukung Agus-Silvi juga lebih mudah merapat ke Anis-Sandi ketimbang Ahok-Djarot. Sebagian dari partai pendukung Agus-Silvi berasal dari Koalisi Merah Putih (KMP) yakni Partai Demokrat, PAN, PPP yang dalam pilpres lalu mengusung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Jumlah suara mereka dalam pilkada putaran pertama Agus-Silvi dalam kisaran 17% dan Anis Sandi 40% jika mereka berkoalisi dan pemilih tidak mengalihkan suaranya akan diperoleh suara 47% di atas kertas mudah mengalahkan pasangan Ahok-Djarot.
Namun belajar dari Pilpres 2014 pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang diusung PDIP, PKB, Nasdem, Hanura mampu mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang diusung Partai Golkar, Gerindra, PPP, PAN, PKS dan Demokrat. Dalam hemat penulis, yang menentukan arah kemenangan pilkada putaran kedua adalah sosok yang diusung bukan partai politik. Penulis yakin, baik dalam pilkada DKI Jakarta putaran dan 2 pemilih lebih mengutamakan figur atau ketokohan kader ketimbang partai,
Apapun hasil pilkada DKI Jakarta ini sudah memberi gambaran pemimpin Jakarta untuk lima tahun ke depan. Pemilih masih memiliki kesempatan untuk menentukan pilihan sampai 19 April 2017. Apakah Ahok-Djarot atau Anis-Sandi. Latar belakang Ahok-Djarot sebagai petahana yang sudah berpengalaman memimpin Jakarta atau pasangan Anis-Sandi yang selalu mengatakan “mayoritas warga Jakarta menginginkan gubernur baru” Kita menghargai pilkada DKI Jakarta yang berlangsung aman dan damai. Sikap kesatria Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang secara jantan mengakui kekalahan dan memberikan selamat kepada Ahok dan Anis layak diapresiasi.
Jika pada pilkada putara pertama banyak diwarnai kampanye hitam yang mengedepankan isu SARA, harapan kita pada putaran kedua rakyat dididik dengan cara-cara yang lebih cerdas, santun dan dewasa dalam demokrasi. Partai politik harus menggunakan cara dan strategi yang jitu untuk mempengaruhi pemilih. Akan terbukti apakah dalam pilkada putaran kedua mana yang lebih kuat apakah figur atau partai politik?
Oleh: Paulus Mujiran
pengamat politik, Ketua Pelaksana Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata Semarang
Ikuti tulisan menarik Paulus Mujiran lainnya di sini.