x

Memperingati hari disabilitas internasional, belasan aktivis melakukan longmarch di sepanjang jalan Malioboro menuju gedung DPRD Provinsi Yogyakarta, 3 Desember 2015. Mereka mengampanyekan perbaikan serta pembangunan sarana dan prasarana bagi difabel

Iklan

Andrian Habibi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pemenuhan Hak Pemilih Disabilitas

Pemilih disabilitas wajib mendapatkan pengetahuan yang memadai terkait tahapan pilkada.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pilkada Serentak 2017 diselenggarakan oleh 101 daerah se-Indonesia. Dari 101 daerah terbagi atas tujuh Pemilihan CalonGubernur dan Wakil Gubernur, 76 Pemilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati serta 18 Pemilihan Calon Walikota dan Wakil Walikota. Pilkada sebagai bentuk perwujudan kedaulatan rakyat di daerah untuk menentukan siapa kepala daerahnya sesuai amanah Pasal 18 UUD 1945 penting untuk dikaji dalam hal keikutsertaan warga negara dalam pilkada. Keikutsertaan warga negara disebut juga dengan partisipasi pemilih.

Kata pemilih merujuk kepada ketentuan konstitusi Indonesia, bahwa “setiap warga negara” bersama dengan kedudukannya berpartisipasi dalam pemerintahan. Kata “setiap” artinya seluruh, tentu saja sesuai dengan kegiatan partisipasi aktif. Dalam hal pesta demokrasi, setiap warga negara dimaknai dengan mereka yang telah menikah dan/atau telah berusia 18 tahun. Sehingga kata “setiap warga negara” dikhususkan kepada warga negara yang memuhi syarat untuk memberikan hak pilih sebagai hak konstitusional pemilih.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemilih dalam penyelenggaraan demokrasi lokal memiliki peranan yang sama dengan pemilu. Setiap pemilih memiliki hak yang sama, suara yang sama, nilai yang sama dan semuanya – bila suara sah – dikonversi menjadi kursi (pemilu) atau jabatan kepala daerah (pilkada). Namun, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ada kelompok minoritas diantara pemilih. Mereka disebut disabilitas, sama-sama warga negara namun memiliki kekurangan.

Akan tetapi, walaupun pemilih minoritas (dalam hal ini disabilitas) memiliki kekurangan, tetap saja Negara melalui penyelenggara pemilu wajib memenuhi hak-hak asasi bagi setiap warganya, terlebih kaum minoritas (disabilitas). Tidak ada alasan bagi penyelenggara untuk menghiraukan pemilih disabilitas. Karena, mereka sama-sama memiliki hak memilih yang dijamin oleh konstitusi.

Pilkada Akses

Penyelenggara pemilu (pilkada) wajib memenuhi hak disibalitas, mulai dari hak untuk terdaftar sebagai pemilih, tidak boleh dihilangkan atau di-langkahi daftar namanya dalam urutan pemilih. Karena, bila tidak terdaftar sebagai pemilih, masalah lanjutan lebih pelik daripada yang telah terdaftar. Misalnya, bagaimana cara atau teknis yang mudah bagi penyandang disabilitas untuk memenuhi hak untuk memberikan hak pilih dengan mengurus surat keterangan, kartu keluarga dan e-KTP?

Masalah tersebut tentu saja menambah rentetan panjang keengganan sesama manusia untuk mengakui manusia yang lain. Dalam kaca mata teknis pemenuhan awal hak disabilitas adalah keterlibatan penyelenggara untuk menghimpun dan mengajak disabilitas bersama-sama menguatkan daftar pemilih disabilitas tanpa ada yang ditinggalkan. Karena semua pemilih memiliki hak, suara dan nilai yang sama untuk suksesi pilkada sebagai bentuk perwujudan kedaulatan rakyat dalam demokrasi lokal/daerah.

Selanjutnya, pemilih disabilitas wajib mendapatkan pengetahuan yang memadai terkait tahapan pilkada. Pengetahuan tahapan pilkada sangat bernilai bagi pemilih untuk menyesuaikan waktu dalam menggerakkan hati dan pikiran untuk membaca rentetan tahapan sesuai atau tidak dengan kepentingan pemilih. Dengan mengetahui tahapan pilkada, pemilih disabilitas bisa memberikan masukan pertahapan dengan tepat. Baik saran dan rekomendasi kepada penyelenggara, peserta maupun publik.

Seiring berjalannya waktu tahapan penyelenggaraan pilkada. Tentu tidak akan ramai suatu pesta demokrasi tanpa kehadiran kata kampanye. Selama masa kampanye, pemilih menentukan apakah pasangan calon memiliki kepekaan terhadap masalah dan solusi kehidupan pemilih. Disini, pemilih disabilitas juga memiliki hak untuk mengetahui kegiatan dan program kampanye pasangan calon.

Dalam mengampanyekan diri, paslon wajib menyamakan semua pemilih, termasuk disabilitas. Sangat penting bagi paslon untuk bercengkrama dengan pemilih disabilitas. Tujuannya agar program kerja paskapilkada bisa disesuaikan dengan kehendak para pemilihnya, termasuk pemilih disabilitas. Contoh sederhananya adalah apakah program Pemda selama ini mengakui dan memenuhi akses bagi disabilitas? Jawaban pertanyaan ini hanya bisa dijawab dengan mendengar lansung suara-suara pemilih minor, bukan suara-suara survey maupun godaan tim kampanye.

Bernilai Sama

Setelah pemilih disabilitas terdaftar, mengetahui tahapan dan diikutsertakan dalam program kampanye. Baru lah pemilih menentukan kepada siapa suaranya diberikan. Saat-saat ini lebih menegangkan daripada tahapan awal. Karena, suara pemilih minor dan disabilitas sama-sama bernilai satu suara. Mengingat kalimat politik “satu suara menentukan kemengan” diakui dalam bentuk terpenuhinya hak untuk memilih bagi pemilih disabilitas.

Pemahaman sederhana penulis menilai bahwa akses pemilih disabilitas dari tempat tinggalnya menuju TPS menjadi keharusan bagi penyelenggara, paslon dan masyarakat sekitar. Akses yang nyaman memberikan kebahagiaan bagi pemilih untuk memberikan hak suaranya dengan damai. Sehingga, proses pemungutan dan penghitungan suara berjalan tanpa ada yang ditinggalkan atau sengaja digagalkan karena faktor kekurangan dari pihak minoritas dan disabilitas.

Namun perlu diingat, bukan hanya akses memilih yang dibutuhkan oleh pemilih disabilitas. Tetapi jaminan bahwa suara mereka benar dan bernilai untuk menentukan kemenangan salah satu paslon dalam pesta demokrasi. Tentu saja, pengetahuan bahwa cara memberikan suara agar bernilai “sah” wajib terpenuhi. Jangan sampai, akses disabilitas dibantu namun suara mereka tidak dihitung karena salah mencoblos surat suara.

Dengan demikian, kepastian suara sah pemilih disabilitas menjadi titik poin krusial. Bisa saja suara pemilih disabilitas menentukan kemenangan paslon. Bila benar, maka setiap orang wajib mengingatkan berkali-kali kepada pemilih disabilitas bagaimana teknis yang benar untuk mencoblos agar sesuai dengan kehendak pemilih mendukung paslon meraih kemenangan.

Dengan pemahaman yang wajar, pilkada adalah pesta demokrasi lokal. Layaknya sebuah pesta, semua yang hadir wajib terdaftar dalam daftar absen/undangan. Kemudian masuk dalam arena pesta dengan tenang dan bahagia. Turut mengikuti jalannya pesta sampai akhir dengan menikmati pelayanan dari panitia. Setelah itu, semua pulang dengan perasaan senang, damai serta meninggalkan kesan baik memupuk kenangan indah. Lalu, pesta demokrasi hadir dalam ruang kerinduan untuk terus dinantikan oleh pemilik suara, termasuk peserta disabilitas. Semoga saja.

 

Oleh Andrian Habibi

Deputi Kajian KIPP Indonesia

 

Ikuti tulisan menarik Andrian Habibi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler