x

Iklan

Si Penyuka Chelsea

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Puan dan Pentingnya Revolusi Mental di Pesantren

Revolusi mental menyasar hal-hal yang tak besar, mengarah pada perbaikan kebaikan-kebaikan kecil pada kebiasaan sehari-hari. I

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Revolusi mental menyasar hal-hal yang tak besar, mengarah pada perbaikan kebaikan-kebaikan kecil pada kebiasaan sehari-hari. Itu seringkali diungkapkan oleh Puan Maharani demi menggalakkan “kerja, kerja dan kerja” yang diusung oleh presiden Kabinet Kerja ini.

Namun yang jarang diungkapkan oleh Puan Maharani, juga oleh presiden, adalah bagaimana revolusi mental memasuki wilayah pesantren yang berbasis pendidikan agama Islam.

Kali ini, Puan Maharani menggandeng pihak Nahdlatul Ulama (NU), organisasi berbasis keagamaan Islam untuk mengawal keberhasilan dari revolusi mental masuk ke pesantren. Mengapa menggandeng NU? Kita tahu pesantren-pesantren yang diasuh oleh kiai-kiai NU jumlahnya begitu banyak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apa yang dikehendaki oleh Puan Maharani dengan menggalakkan revolusi mental di pesantren tak lain adalah demi menguatkan peranan pesantren untuk meneguhkan ikatan kebangsaan. Puan tahu bahwa pesantren, dalam sejarah, memang memiliki kontribusi besar dalam penguatan kebangsaan, nasionalisme dan terutama dalam perang merebut kemerdekaan dari pihak kolonial. Pesantren telah turut serta menanamkan tegaknya negara yang bukan berbasis agama melainkan berbasis pancasila.

Dalam konteks ini, Puan sudah tepat membawa masuk pendidikan pancasila kedalam pesantren. Pancasila adalah hasil kesepakatan bersama meskipun ada beberapa kata – tujuh kata – di dalam pancasila yang dibuang dan mengecewakan sebagian umat Islam dan sebagian lagi menerima dengan legowo dan kesadaran untuk menguatkan ikatan kebangsaan.

Dengan memasukkan pancasila ke pesantren, Puan menegaskan agar pancasila kian menjadi bagian dari penguat kebangsaan. Dengan itu, umat Islam yang mayoritas bisa menjadi ‘mayoritas kreatif’ (kebalikan dari terminologi minoritas kreatif-nya Arnold Toynbee). Keretakan bangsa harus dihindari melalui penggalakan pendidikan pancasila. Tentu Puan sadar beberapa persoalan dalam sejarah dimana pancasila seringkali jadi alat pemerintah untuk menundukkan perkembangan liar ideologi-ideologi lain. Puan tidak membenarkan cara-cara intoleran atau kekerasan untuk menggalakkan pancasila.

Apa yang dikehendaki Puan adalah kebaikan bersama, kesejajaran antara pendidikan umum dan agama, seiring dan selaras. " ...pendidikan umum harus bersama-sama dengan pendidikan agama. Begitu juga pendidikan agama harus bersama-sama dengan pendidikan umum. Sehingga, semua rakyat Indonesia mendapat pendidikan sesuai dengan Pancasila yang menjadi ideologi bangsa," katanya.

Puan memiliki keyakinan yang tinggi dan sangat optimis bahwa peranan kiai begitu besar dan pengaruhnya begitu kuat bagi jamaahnya. Maka keterlibatan NU dan para kiai akan meneguhkan misi kebangsaan ini. "Saya minta dibantu NU untuk bisa ikut program revolusi mental. Kiyai ini harus bisa memberikan keyakinan pada umatnya. Kyai ini harus memberikan rasa adem," katanya.

Kesadaran dan perjuangan Puan disambut baik oleh pihak NU. Said Aqil Siradj, Ketua Umum PBNU dan representasi NU, menegaskan bahwa kesepakatan bersama antara Kemenko PMK dan NU harus direalisasikan. Terutama dalam membangun manusia Indonesia, menjaga karakter Indonesia dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Ikuti tulisan menarik Si Penyuka Chelsea lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler