x

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) memperingati hari ulang tahun (Milad) ke-16 di kantor BAZNAS, Gedung Arthaloka, Jakarta Pusat, Selasa, 17 Januari 2017.

Iklan

gunoto saparie

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pemberantasan Kemiskinan Berbasis Zakat

Dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia, Indonesia punya potensi dalam hal penghimpunan dan penyaluran zakat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Apakah kemiskinan? Sebelum kita berbicara tentang kemiskinan, ada baiknya kita mengetahui definisi kosa kata tersebut. Jika mengacu kepada KBBI Daring, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta, serba kekurangan, berpenghasilan sangat rendah.  Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup (sandang, pangan, dan papan), sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain.

Kemiskinan dipandang sebagai suatu kondisi di mana individu atau kelompok yang tidak dapat memenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

Tujuan pengelolaan zakat sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No 23 Tahun 2011 adalah untuk kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan. Salah satu bentuk kemiskinan adalah kemiskinan struktural. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kelompok mustadh’afin yang hari ini termasuk pada entitas buruh tenaga kerja, pedagang kaki lima, petani, nelayan, dan pekerja sektor informal lainnya adalah kelompok masyarakat rentan yang perlu mendapatkan penguatan dan keberpihakan. Pengetahuan dan akses masyarakat miskin rentan terhadap bantuan advokasi (litigasi dan non-litigasi) juga sangat terbatas. Hal ini harus menjadi bagian dari program kerja strategis lembaga zakat yang tak terpisahkan dari program pemberdayaan masyarakat. 

Zakat adalah salah satu pilar penting dalam ajaran Islam. Secara etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa), mensucikan (at-thaharatu), dan berkah (albarakatu). Sedangkan secara terminologis, adalah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya).

Indonesia sebagai penduduk dengan mayoritas muslim terbesar di dunia memiliki potensi dalam hal penghimpunan dan penyaluran zakat. Akan tetapi, sampai hari ini kemiskinan dan kesenjangan sosial merupakan salah satu masalah rumit yang dihadapi Indonesia. Jumlah penduduk miskin terus mengalami peningkatan. Selain itu, tingkat kemiskinan di pedesaan lebih tinggi dari pada perkotaan menunjukkan ketimpangan pendapatan.

Dalam menghadapi masalah ini, Islam mempunyai langkah solutif untuk mengentaskannya yakni dengan menggunakan instrumen zakat.  Zakat selain memiliki dimensi religius, ia juga memiliki dimensi sosial ekonomi. Dimensi religius karena zakat merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah s.w.t kepada ummat Islam supaya mereka mendapat rida Allah dan sebagai upaya untuk membersihkan dan mensucikan harta. Dimensi sosial ekonomi karena zakat merupakan upaya untuk membantu sesama (delapan asnaf) supaya terjadi kesejahteraan secara merata.

Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad, zakat merupakan salah satu instrumen fiskal dalam perekonomian. Begitupun pada zaman khalifah Umar bin Khatab, zakat dijadikan ukuran fiskal utama dalam rangka memecahkan masalah ekonomi secara umum. Zakat telah terbukti menjadi faktor peting dalam mengatasi kemiskinan pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis. Pengelolaan zakat yang benar telah membantu mengatasi masalah kemiskinan, sehingga pada masa itu hampir tidak ada penduduk yang miskin. Hal ini terlihat pada pendistribusian zakat yang sulit, karena penduduk merasa tidak layak lagi menerima zakat.

Zakat pada hakikatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadan. Ketentuan zakat fitrah sebanyak 2,5 kg (satu sha), yang diambil dari hasil pertanian, yaitu gandum, beras, anggur kering dan kurma. Sedangkan zakat mal atau zakat benda merupakan zakat yang dikeluarkan seseorang berdasarkan jumlah persentase kekayaan yang dimilikinya. Objek zakat mal meliputi hasil perniagaan, hasil pertanian, hasil pertambangan, hewan ternak, emas, perak, dan barang temuan (rikaz).

Tentu saja kalau potensi zakat ini dapat dioptimalisasi dengan baik, maka bukan tidak mungkin angka kemiskinan di Indonesia dapat dikurangi. Namun, membangun sebuah sistem pengentasan kemiskinan berbasis zakat tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi Indonesia bukanlah negara penganut sistem dan hukum Islam. Diperlukan kearifan dalam membangun sinergi antara pemerintah dengan kelompok-kelompok masyarakat yang concern dalam upaya pengentasan kemiskinan.

Oleh: Gunoto Saparie

Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Jawa Tengah

Ikuti tulisan menarik gunoto saparie lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler