x

Pemerintah Dukung Pembahasan Redenominasi Rupiah

Iklan

gunoto saparie

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Manfaat Redenominasi Rupiah

Kebijakan redenominasi rupiah dapat menumbuhkan kembali apresiasi kita terhadap uang receh.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh Gunoto Saparie

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengubah nilai tukarnya. Ketika terjadi redenominasi, data keuangan yang dipengaruhi oleh perubahan tersebut harus disesuaikan.

Redenominasi adalah penye­der­ha­naan jumlah digit pada denominasi atau pe­cahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai tukar mata uang kita ter­hadap barang atau jasa. Wacananya ada­lah mengurangi tiga nol di belakang uang rupiah. Contohnya, uang nominal Rp 50.000. Setelah redenominasi menjadi Rp 50, tanpa mengurangi nilai uang ter­ha­­dap barang atau jasa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kebijakan rede­nominasi atau pe­nyederhanaan nilai nominal rupiah ini memang lebih baik katimbang mencetak uang baru. Kebijakan ini penting untuk me­ningkatkan kepercayaan terhadap mata uang rupiah. Penyesuaian nilai (value) mata uang rupiah itu lebih pen­ting katimbang sekadar mengganti motif atau gambar supaya rupiah tidak diang­gap "murahan" oleh negara lain.

Kalau dihitung terhadap dolar Amerika Serikat (AS), ternyata hanya rupiah yang memi­liki banyak angka nol di belakang. Tentu saja hal itu sa­ngat tidak efisien. Mata uang kita terkesan murah sekali atau tidak punya nilai di pasar internasional. Angka nominal­nya sangat besar, tetapi nilainya sangat ren­dah. Sebagai contoh, sekarang ini 1 dolar setara dengan Rp 13.200. Jika kita memiliki uang 100.000 (dolar), kita bisa membangun rumah mewah. Namun, jika kita memiliki uang 100.000 (rupiah), kita hanya bisa mem­beli satu keping seng saja.

Sesungguhnya banyaknya angka nol di uang rupiah telah ba­nyak dikeluhkan oleh para bankir dan pelaku dunia usaha, ter­uta­ma yang melakukan ekspor dan im­por. Akuntansi atau pembukuan dengan ba­nyak nol ini juga dianggap tidak efi­sien.

Dengan redenominasi, diperkirakan vo­latilitas kurs rupiah tidak akan se­pa­rah sekarang. Gejolak kurs rupiah ter­ha­dap dolar terkadang dipengaruhi efek psi­kologis. Penurunan ru­piah sebesar Rp 25 saja, oleh orang asing dianggap se­bagai nilai yang besar, sehingga me­reka tidak percaya pada rupiah dan eng­gan menyimpan lama-lama.

Rancangan Undang-undang (RUU) re­denominasi Rupiah sebenarnya telah masuk dalam Program Legislasi Nasio­nal (Prolegnas) 2017. Tapi hingga kini, belum terdengar rencana selanjutnya. Bah­kan pembahasan RUU ini terancam molor hingga 2020. Hal ini karena DPR sibuk­ dan lebih fokus dengan kegaduhan politik. Pembenahan rupiah sebagai mata uang nasional ternyata belum dianggap penting dan mendesak oleh DPR, se­hing­ga wacana redenominasi pun tidak per­lu dibicarakan dalam waktu dekat ini.

Kebijakan redenominasi rupiah dapat menumbuhkan kembali apresiasi kita terhadap uang receh. Padahal, uang receh meroketkan inflasi yang membebani masya­rakat. Sebagai ilustrasi, kita andaikan kenaikan harga BBM akan menaikkan tarif angkutan umum 10 persen. Namun, di lapangan, jika kita naik angkutan umum bertarif Rp 2.000, yang terjadi bukanlah kenaikan tarif menjadi Rp 2.200 (10 persen), melainkan Rp 2.500. Hal ini karena uang Rp 200 dianggap remeh lagi, susah persediaannya untuk ditran­saksikan. Akhirnya, terjadi pembulatan ke atas sebesar Rp 500 (25 persen) dari Rp 2.000, bukannya 10 persen seperti diproyeksikan. 

Dalam konteks tersebut, redenominasi mampu memuliakan uang receh. Karena redenominasi meniscayakan penataan pencetakan uang secara radikal dengan pencetakan mata uang baru. Dengan demikian, Bank Indonesia dan pemerintah bisa meracik ramuan pas pasokan uang receh dan uang besar secara proporsional. Dengan cukupnya pasokan uang receh akan meniadakan dalih ”sulit recehan” bagi pihak yang suka membulatkan kenaikan harga. 

Persoalannya,redenominasi memang bukanlah obat mujarab yang dalam semalam bisa meningkatkan perekonomian Indonesia. Rencana pemerintah melakukan redenominasi tentu memerlukan waktu panjang, mengingat beberapa tahapan perlu dilakukan. Mulai dari sosialisasi,  masa transisi, penarikan rupiah lama, dan menghilangkan kata “baru” di mata uang. Sosialisasi ini perlu dilakukan secara gencar terutama kepada kalangan menengah dan bawah yang belum tersentuh.

Tentui saja redenominasi ini perlu didukung oleh semua pihak, karena terdapat beberapa manfaat yang bisa kita peroleh diantaranya adalah proses transaksi lebih mudah dan dapat meningkatkan produktivitas. Proses transaksi bisnis, akuntansi, perbankan akan merasakan manfaatnya,  karena nilai uang berkurang nolnya, sehingga menjadi lebih sederhana.  

*Gunoto Saparie adalah Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Orwil Jawa Tengah

Ikuti tulisan menarik gunoto saparie lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler