x

Iklan

Anwar Abbas

Statistisi di BPS Kota Palu, Mahasiswa Pasca Sarjana di Universitas Tadullako.
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Perjuangan Kaum Wanita dan Statistik Gender

Tulisan ini untuk menyambut Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebagian besar masyarakat mengetahui tentang sejarah Kongres Pemuda  pada tanggal 29 Oktober 1928 yang kemudian dijadikan dasar penetapan tanggal 28 Oktober sebagai hari Sumpah Pemuda, tapi sebagian masyarakat justru tidak mengetahui bahwa di tahun yang sama, tepatnya pada tanggal 22-25 Desember 1928 juga terjadi peristiwa yang turut mewarnai sejarah perjuangan bangsa ini. Pada tanggal tersebut, di sebuh gedung yang bernama Dalem Jayadipuran (kini kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional) yang terletak di Jl. Brigjen Katamso Yogyakarta, para pejuang wanita menggelar Kongres Wanita I yang dihadiri tidak kurang 30 organisasi wanita dari 12 kota di Pulau Jawa dan Sumatera.

Berbagai isu diangkat dalam kongres tersebut, mulai dari persatuan wanita nusantara, pelibatan wanita dalam perjuangan merebut kemerdekaan, hingga perbaikan gizi bagi ibu dan balita. Mengingat pentingnya peristiwa ini, maka Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden N0. 316 tahun 1959 menetapkan tanggal 22 Desember sebagai hari ibu yang dirayakan secara nasional hingga sekarang.

Namun yang menjadi pertanyaan besar sekarang ini adalah, bagaimana nasib wanita-wanita Indonesia di zaman now? Apakah visi besar dari Kongres Wanita I itu telah mewujud atau masih membutuhkan berbagai upaya dan perjuangan? Bagaimana upaya pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi kaum wanita di Indonesia?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perjuangan untuk kesejahteraan kaum wanita sebenarnya telah dilakukan secara massif di negeri ini. Sejak orde baru, untuk menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh kaum wanita di Indonesia, pada tahun 1978 Presiden Soeharto membentuk Kementrian Urusan Peranan Wanita dalam Kabinet Pembangunan yang dipimpinnya. Setelah era reformasi, Presiden B.J. Habibe lewat sebuah instruksi presiden membentuk Komisi Nasional Perlindungan Kekerasan Terhadap Perempuan pada tahun 1999. Di era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid, dikeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2000 tentang Program Pengarusutamaan Gender (PUG). Salah satu terobosan besar dalam program pengarusutamaan gender ini adalah adanya aturan dalam  Undang-undang pemilihan umum yang menyertakan syarat pencalonan anggota legislatif oleh partai politik peserta pemilu adalah kuota 30 persen calon legislatif perempuan dan setiap tiga nama terdapat satu perempuan.

Statistik Gender

Dilihat dari angka-angka statistik, pemberdayaan gender di Indonesia tidaklah buruk-buruk amat. Dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Agustus 2016 menunjukkan bahwa persentase wanita berusia 15 tahun ke atas yang bekerja sebesar 48 persen, masih lebih tinggi dibanding persentase wanita 15 tahun ke atas yang ‘hanya’ mengurus rumahtangga yang sebesar 37,79 persen. Artinya, wanita-wanita di Indonesia sebetulnya tidak memiliki kendala yang berarti untuk mengakses lapangan kerja. Bahkan, menurut data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), pada tahun 2015 persentase wanita yang menjadi pejabat struktural sebesar 29,50 persen. Tidak kalah membanggakannya adalah hasil Survei Industri Mikro dan Kecil yang dilaksanakan BPS pada tahun 2015 mengungkap fakta bahwa sekitar 41,99 persen pengusaha industri kecil dan menengah adalah wanita.

Dalam buku Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2016 yang merupakan kerjasama Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Badan Pusat Statstik (BPS) memperlihatkan bahwa Indeks Pembangunan Gender Indonesia (IPG) pada tahun 2015 berada pada angka 91,03. Angka yang semakin mendekati 100 itu menunjukkan bahwa ketimpangan yang terjadi antara wanita dengan pria semakin kecil. Artinya, ideologi patriarki yang menjadi penyebab diskriminasi terhadap kaum wanita sudah ditinggalkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

Sejatinya, narasi perjuangan kesetaraan gender bukanlah persaingan antara wanita dan pria, bukan pula untuk menyamakan keduanya. Namun perjuangan ini mempunyai tujuan seperti yang diistilahkan oleh Raden Ajeng Kartini, “wanita sebagai mitra sejajar pria”. Selamat Hari Ibu, 22 Desember 2017.

Ikuti tulisan menarik Anwar Abbas lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler