Siapa Sebenarnya yang Masih Butuh Pendidikan?
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBRanah politik kita terlalu gaduh. Semua berlomba mengeluarkan suara, berlomba terlihat pintar berpendapat.
Berbicara tentang Hari Pendidikan Nasional, semua mata, biasanya tertuju pada hal yang umum, klasik saja. Mulai dari isu banyaknya anak-anak putus sekolah atau tak mendapatkan pendidikan yang layak, ruang-ruang sekolah yang tak pantas, guru pengajar yang tak memadai, hingga cerita tentang guru honorer serta sekolah-sekolah di daerah terpencil dan perbatasan.
Tak ada sama sekali menyentuh, tentang ranah pendidikan bagi para warga difabel, tentang pendidikan bagi mereka, yang terlahir istimewa. Ya, begitu istimewanya mereka, sehingga seringkali hanya muncul sesekali, dalam berbagai acara amal pencari dana, bukan tentang bagaimana mereka pun berhak mendapatkan pendidikan yang layak, setara dengan yang lainnya…
Sayangnya, harapan bagi mereka, yang terlahir istimewa ini, untuk bisa mendapatkan perhatian tentang pendidikan, sepertinya, selayaknya panggang jauh dari api. Jangankan berbicara tentang pendidikan mereka, para negarawan, para elit politik kita, yang memegang laju kemudi pemerintahan kita, ternyata lebih membutuhkan pendidikan yang layak, agar mampu berfikir secara logis, dan mampu menggunakan nalar mereka, tak sekedar bersuara tanpa makna.
Ya, ranah politik kita terlalu gaduh, terlalu berisik, namun hampir tak ada isinya sama sekali. Hanya ribat rebut hal yang tak penting, dan meninggalkan esensi politik itu sendiri. Seolah semua berlomba mengeluarkan suara, berlomba terlihat pintar dalam mengeluarkan pendapat, namun tak menyentuh akar masalah sama sekali.
Kalau sudah begini, sebenarnya, yang harus dididik, mendapatkan pendidikan yang seharusnya, siapa?
Ing Ngarso Sun Tulodo, demikian kata Soewardi Soerjaningrat. Bahwa seorang pemimpin, harusnya menjadi panutan bagi masyarakat. Baik tingkah laku, perbuatan serta tutur katanya. Dengan para pemimpin yang ada sekarang ini, apa masih semboyan tersebut berlaku?
Sementara mereka, yang katanya menjadi pemimpin ini, malah sibuk dengan kepentingannya sendiri. Tak perduli dengan banyaknya cerita tak berempati di pelosok negeri.
Mulai dari pendidikan yang tak merata, kesejahteraan yang timpang antara satu dan lainnya, serta hukum yang ditegakkan pilih kasih. Apa para pemimpin ini mau mendengar, atau malah sengaja menulikan telinga serta membutakan matanya melihat banyaknya ketimpangan semacam itu?
Ah ya, sepertinya mental ‘nederlander’ masih melekat, di kepala para elit kita, yang melukai makna hari pendikan nasional, dengan mempertontonkan kebodohan-kebodohan tak bernalar, serta menyuruh rakyat untuk menirunya.
Tujuan pendidikan, menurut Soewardi Soerjaningrat, adalah tentang memanusiakan manusia lain, tentang humanisme, yang seharusnya dimulai dari para pemimpin kepada rakyatnya. Namun sepertinya, para pemimpin kita lupa, tentang kata humanisme, yang segala sesuatunya adalah bukan tentang kepentingan mereka sendiri.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Siapa Sebenarnya yang Masih Butuh Pendidikan?
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBMenilik Hasil Rumusan Para Tokoh Lintas Agama
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler