x

Iklan

Fahmy Radhi

Pengamat Ekonomi Energi UGM
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menyoal Pembicaraan Rini-Sofyan

Rekayasa rekaman iRini-Sofya tidak hanya menimbulkan dampak politik semata, tetapi juga dampak kekonomi, utamanya memperburuk iklim investasi di indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Belum reda benar kegaduhan penggantian Elia Massa Manik sebagai Direktur Utama Pertamina, kini muncul lagi kegaduhan bocornya pembicaraan telepon antara Menteri Badan usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dengan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Listrik Negara (PLN)  Pesero Sofyan Basir. Rekaman pembicaraan itu, pertama kali diunggah di akun instagram walikota_parung pada Jumat 27 April 2018, sangat menghebohkan, baik di dunia maya, maupun di dunia fana negeri ini.

Rekaman pembicaraan setahun lalu itu mengesankan ada pembicaraan bagi-bagi fee proyek. Lebih-lebih dalam pembicaaraan tersebut juga menyebut Ari Soemarno, kakak kandung Rini Soemarno. Dalam rekaman percakapan tersebut, Sofyan membuka pembicaraan terkait proyek floating storage regasification unit (FSRU), fasilitas untuk mengubah liquefied natural gas (LNG) menjadi gas cair siap pakai. Gas cair itu dibutuhkan sebagai energi primer untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) PLN. Proyek FSRU, yang diinisiasi oleh PT Bumi Sarana Migas (BSM) sejak 2014, membutuhkan dana investasi sebesar US$ 600 juta hingga US$ 700 juta. Biaya investasi sebesar itu dibutuhkan untuk membangun terminal yang bisa menampung gas cair hingga 500 juta kaki kubik. Mengingat besarnya biaya invetasi itu, PT BSM mencari mitra bisnis dengan menawarkan sejumlah sahamnya.

Selain menawarkan kepada PLN dan Pertamina, PT BSM juga menawarkan sahamnya kepada Tokyo Gas and Mitsui, investor dari Jepang. Proporsi saham yang ditawarkan, PT BSM menjadi pemegang saham mayoritas yang menguasasi 50% saham, Tokyo Gas and Mitsui sebesar 35%, sisanya sebesar 15% ditawarkan kepada PLN dan Pertamina, masing-masing sebesar 7,5% saham.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam rekaman itu, Sofyan melaporkan progres perundingan pembagian saham   Proyek FSRU kepada atasannya Menteri BUMN Rini Soemarno. Sofyan mengatakan bahwa sebagai risk taker yang memanfatkan gas tersebut, PLN meminta tambahan  porsi saham lebih besar dari yang ditawarkan PT BSM yang hanya 15% untuk PLN dan Pertamina. Permintaan tambahan saham itu lah yang dalam rekaman dikesankan seolah-olah bagi-bagi fee proyek FSRU.

Benarkah Rini dan Sofyan bagi-bagi fee Proyek FSRU? Kayaknya sangat diragukan bahwa antara Rini dan Sofyan terlibat bagi-bagi fee proyek FSRU. Alasannya, berdasarkan track record keduannya sangat profesional dan tidak pernah terindikasi tindak pidana suap-menyuap. Sebagai profesional, selama ini keduanya juga sangat memegang teguh prinsip-prinsip good governance. Rini, sebelumnya profesional handal, yang menyelamatkan PT Astra International dari kebangkrutan. Sedangkan Sofyan Basir, banker bertangan dingin, yang ikut membesarkan Bank Bukopin dan Bank BRI, hingga menghatarkan Sofyan menjadi Direktur Utama PLN.

Dengan track record semacam itu, amat mustahil keduanya mempertaruhkan profesionalismenya dengan  melakukan tindak-pidana suap menyuap fee proyek FSRU. Selain itu, di salah satu penggal pembicaraan Rini-Sofyan, Rini dengan gamblang juga mengatakan bahwa: “Ya dua-duanya (PLN dan Pertamina) punya saham lah Pak, bilang gitu”. Penggalam ucapan Rini tersebut mengindikasikan bahwa sesungguhnya bukan bagi-bagi fee proyek, melainkan pembagian saham untuk PLN dan Pertamina. Selain itu, proyek FSRU akhirnya dibatalkan, sehingga logikanya tidak ada fee proyek yang dibagi-bagikan.

Fakta-fakta itu semakin menguatkan dugaan bahwa rekaman itu memang sengaja direkayasa dengan motif tertentu. Kalau motifnya pembunuhan karakter terhadap para pembantu dekat Presiden, tidak berlebihan dikatakan bahwa motif rekayasa rekaman itu untuk menjatuhkan kredibilitas Presiden. Dengan jatuhnya kredibilitas Presiden di hadapan publik, maka ada justifikasi bahwa Presiden Joko Widodo harus diganti pada Pemilu 2019.

Kalau benar dugaan tersebut, rekayasa rekaman itu tidak hanya menimbulkan dampak politik semata, tetapi juga dampak ekonomi, utamanya memperburuk iklim investasi di indonesia. Adanya rekayasa rekaman itu akan menyebabkan invenstor mengurungkan niatnya untuk berinvestasi di Indonesia. Alasannya,  praktek pembagian fee dan suap menyuap (red tape) masih marak di Indonesia. Bahkan tidak menutup kemungkinan existing Investor akan kabur dari Indonesia.  Tidak masuk dan kaburnya para Investor itu tidak hanya akan menghambat pencapaian Pertumbuhan Ekonomi, tetapi juga Pembukaan Lapangan Pekerjaan dan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia.

Untuk mencegah dampak politik dan kerusakan ekonomi yang lebih parah, aparat harus segera mengungkap dan menangkap pelaku rekayasa rekaman Rini-Sofyan, beserta sutradaranya. Dengan tertangkapnya pelaku dan sutradara akan dapat diketahui motif sebenarnya upaya rekayasa rekaman itu. Selain itu, Menteri BUMN Rini Soemarno juga harus segera membuka rekaman secara utuh di muka publik agar subtansi pembicaraan sebenarnya dapat diketahui secara terang benderang, termasuk pengungkapan peran Ari Soemarno.

Berdasarkan potensi kerusakan secara politik dan ekonomi,  maka sangat urgen bagi Aparat Hukum untuk segera mengungkap dan menangkap pelaku beserta sutradaranya, agar rekayasa rekaman serupa tidak terulang kembali. Jangan sampai terjadi lagi rekayasa-rekayasa yang awalnya bertujuan menjatuhkan kredibilitas Presiden, tetapi secara bersamaan juga memporak-porandakan perekonomian Indonesia, yang ujung-ujungnya akan mencederai kesejahteraan rakyat. (Pengamat Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Anti Mafia Migas)

Ikuti tulisan menarik Fahmy Radhi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler